PERMAINAN TRADISIONAL RIAU
DEA RESTA LARA SHIVA
Mahasiswa Program Studi Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Riau
Jln.kaharudin Nasution No.113 perhentian marpoyan Pekanbaru, Riau,Indonesia 90221
Email : dearestalarashiva@student.uir.ac.id
Â
Peramainan TradisionalÂ
Permainan tradisional merupakan salah satu warisan leluhur yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Permainan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang tercermin dalam etika dan norma yang berlaku dalam memainkan suatu permainan. Permainan tradisional yang diciptakan leluhur, diyakini dikembangkan tidak hanya untuk kesenangan semata, melainkan melalui suatu pertimbangan tertentu dengan harapan agar nilai-nilai yang ditanamkan pada setiap permainan tersebut dapat diketahui, disikapi dan diimplementasikan oleh anak-anak dalam setiap tindakan dan perbuatannya dengan penuh kesadaran atau tanpa paksaan.
Permainan tradisional Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan negara lain, sesuai dengan keberagaman suku bangsa yang ada di Indonesia yang memiliki permainan tradisional dari berbagai daerah dengan jumlah yang tidak sedikit. Tapi seiring dengan kemajuan teknologi dan berkembangannya permainan modern, permainan tradisional sedikit demi sedikit mulai punah dan jarang dimainkan lagi.
Permainan  tradisional  diciptakan  untuk melatih psikomotorik, pedagogis dan psikologis. Sementara itu, permainan modern memiliki tipologi individualistis, egois dan tidak menempatkan nilai makna hidup, mengakibatkan anak-anak untuk selalu berpikir secara instan tanpa mengetahui bagaimana prosesnya. Hal ini akan membawa pengaruh sangat besar bagi daya pikir, karakter maupun sikap dan sifat seorang anak.
Permainan tradisional adalah salah satu bagian dari ragam kebudayaan yang tumbuh di Indonesia. Sebelum gempuran perkembangan teknologi muncul, aneka permainan tradisional sempat mewarnai kehidupan anak-anak, seperti petak umpet, galah asin atau gobak sodor, kelereng, lompat karet, ampar- ampar pisang serta bentengan. Namun itu nyatanya hanya segelintir dari ribuan permainan yang tersebar di Indonesia. Setidaknya, menurut peneliti dan 'doktor' permainan tradisional Mohamad Zaini Alif, ada hampir 2.600 permainan tradisional yang ada di Indonesia.Â
Banyak permainan tradisional yang hampir punah. Padahal permainan tradisional umumnya mengandung kegiatan fisik, kreativitas, sportivitas, interaksi sosial, makna filosofis yang dalam dan masih banyak segudang manfaat lainnya. Di era modern saat ini anak anak lebih kenal dengan ragam permainan elektronik seperti game. Upaya untuk melestarikan dan memperkenalkan kembali ke generasi muda permainan tradisional diperlukan penyuluhan dan edukasi  sehingga anak-anak menjadi mulai mengenal dan menyukai kembali permainan yang pernah ada di Nusantara.
Beberapa permainan tradisional masih sering dimainkan sebagai acara lomba tujuh belasan memperingati hari kemerdekaan RI. Zaini (2006) menjelaskan bahwa permainan tradisional hakikatnya tercipta sebagai hasil kebudayaan dari masyarakat setempat, bukan bawaan bangsa asing yang sering dikira sebagian pihak.
Komunitas yang terbentuk berdasar kebutuhan dan visi yang sama untuk menutupi kekurangan yang dimiliki oleh setiap individu agar secara bersama--sama bisa melakukan usaha utamanya dalam memulai usaha di industri batik yang memiliki keunikan tersendiri dalam proses pembuatan dan memerlukan keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang khusus.
Selanjutnya Alif (2006) menjelaskan permainan tradisional adalah puncak dari segala hasil kebudayaan. Permainan tradisional di lingkungan generasi muda dengan memberikan edukasi dengan memperkenalkan beragam permainan tradisional dan memainkannya sehingga diharapkan dapat membangun karakter berdasar eksistensi jenis permainan yang bisa dilakukan. Edukasi dilakukan dengan membudayakan dan melatih masyarakat terutama generasi muda supaya bisa mengekplorasi permainanpermainan seharihari dengan memainkan berbagai permainan tradisional yang pernah ada sehingga bisa mengurangi ketergantungan pada pengguna gadget berupa game-game dan permainan modern(Permainan et al., 2022).
Strategi pembelajaran menurut Sanjaya, Wina (2007 :126)  "Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu". Strategi pembelajaran yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran  yaitu dengan permainan tradisional. Kusmaedi, Nurlan (2010 :vi) "Permaianan tradisional adalah permainan yang dimainkan oleh anak-anak dengan alat-alat yang sederhana, tanpa mesin, asalkan anak tersebut sehat, maka ia bias ikut bermain".  Melalui permainan tradisional, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik yang berhubungan dengan kecerdasan gerak kinestetik, mental intelektual dan spiritual.  Permainan tradisional yang penulis ungkap hanya permainan yang ada aktifitas fisik sesuai dengan permasalah yaitu untuk meningkatkan kebugaran siswa. Permainan tradisional yang banyak aktifitas fisiknya yaitu permainan kinestetik dan permainan ketangkasan(Subekti, 2020).
Permainan tradisional dan permainan modern
Seiring berkembangnya teknologi, permainan tradisional sudah mulai terpinggirkan oleh permainan modern, seperti permainan video game, play station,game online berbagai permainan yang tersedia di komputer, handphone maupun laptop, dan permainan modern lainnya (Fauziah, 2015). Pola permainan anak mulai bergeser pada pola permainan di dalam rumah. Beberapa bentuk permainan yang banyak dilakukan adalah menonton tayangan televisi dan permainan lewat games station dan komputer. Permainan yang dilakukan di dalam rumah lebih bersifat individual. Permainan-permainan tersebut tidak mengembangkan keterampilan sosial anak. Anak bisa pandai dan cerdas namun secara sosial kurang terasah (Seriati dan Nur, 2012: 2). Â
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional sudah mulai ditinggalkan dan digantikan oleh permainan modern. Pesatnya perkembangan teknologi informasi (TI) ini secara langsung maupun tidak langsung menjadi salah satu penyebab tergusurnya berbagai permainan tradisional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya anak-anak yang lebih banyak, bahkan cenderung lebih menyukai permainan berbasis TI. Permainan tradisional pun kini sudah ditinggalkan, bahkan hampir dilupakan. Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan jawaban anak-anak saat ditanyakan apakah mereka mengetahui aneka permainan tradisional. Banyak anak yang tidak tahu beragam permainan tradisional yang dulu diwariskan turun temurun. Padahal, permaianan tradisional dapat mengembangkan keterampilan sosial anak. Â
Permainan tradisional yang telah lahir sejak ribuan tahun yang lalu merupakan hasil dari proses kebudayaan manusia zaman dahulu yang masih kental dengan nilai-nilai kearifan lokal. Meskipun sudah sangat tua, ternyata permainan tradisional memiliki peran edukasi yang sangat manusiawi bagi proses belajar seorang individu, terutama anak-anak. Dikatakan demikian, karena secara alamiah permainan tradisional mampu menstimulasi berbagai aspekaspek perkembangan anak yaitu: motorik, kognitif, emosi, bahasa, sosial, spiritual, ekologis, dan nilainilai/moral (Misbach, 2006). Â
Bermacam-macam permainan tradisional dipulau Jawa antara lain, pathil lele, pandhe, dakon, cublek-cublek suweng, gobag sodor, karambol, beteng-betengan, egrang, engklek, dan sejenisnya (Hikmah, 2011: 1-2). Arikunto (dalam Halim, 2014: 1) mengungkapkan bahwa dalam permainan tradisional anak terkandung nilai-nilai pendidikan yang tidak secara langsung terlihat nyata, tetapi terlindung dalam sebuah lambang dan nilai-nilai tersebut berdimensi banyak antara lain rasa kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan, sopan santun, gotong royong, dan aspek-aspek kepribadian lainnya. Â
Salah satu permainan tradisional yang mengandung nilai-nilai adalah gobag sodor. Nilai yang terkandung antara lain adalah nilai kejujuran, nilai sportivitas, nilai kerjasama, nilai pengaturan strategi dan nilai kepemimpinan (Siagawati, 2007: 11). Penulis menduga terdapat permainan lain yang memiliki nilai-nilai seperti permainan tradisional cublak-cublak suweng dan engklek(Nugrahastuti, E., Puspitaningtyas, E., Puspitasari, 2012).
Menurut Atik Soepandi, Sekar, dkk, dalam Suryawan (2018) permainan adalah kegiatan yang bersifat menghibur baik yang menggunakan alat ataupun tanpa alat. Permainan tradisional adalah permainan atau aktivitas fisik, yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hari. Permainan trasisional dapat dikategorikan dalam tiga golongan yaitu permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif.Â
Menurut Yulita (2017) permainan tradisional adalah permainan yang sudah ada sejak zaman dahulu, dimainkan dari generasi ke generasi. Alat bantu permainan tradisional terbuat dari kayu, bambu, batok, dan benda- benda sekitar. Artinya permainan tradisional tidak membutuhkan biaya besar. Adapun alat bantu dalam permainan modern adalah kertas, besi, atau benda lain. Sekarang ini permainan anak semakin berkembang sesuai tuntutan zaman. Anak-anak bermain menggunakan alat teknologi, misalnya telepon genggam, gawai, komputer, laptop, dll.Â
Anak-anak saat ini lebih mengenal permainan point blank, mobile legend, angry bird, Sakura simulator school, pokemon, free fire, dll dibandingkan dengan petak umpet, dakon, betengan, gobak sodor,dll. Dalam permainan modern kemampuan kolaborasi, kerja sama, strategi kooperatif tidak muncul dalam diri anak ketika memainkannya (Agusta, 2019)(Untari et al., 2023).
Kesenian dan permainan adalah keperluan asas kehidupan manusia dan tidak dapat dipisahkan daripada kehidupan masyarakat sehingga hari ini. Bagi menjalankan aktiviti dalam kehidupan, masyarakat tidak ketinggalan mengisi masa lapang dengan pelbagai kegiatan yang dapat menghiburkan hati antaranya menerusi permainan tradisional kanak-kanak yang dikaji. Permainan dihasilkan bertujuan untuk memupuk nilai bagi beradu kemahiran, menguji kecekapan, dan semangat kerjasama antara pasukan yang terlibat.
Masyarakat mempunyai berbagai jenis kebudayaan yang digarap daripada berbagai tingkah laku dan keturunan, Permainan tradisional telah berupaya membentuk sebahagian daripada kehidupan yang dilalui oleh zaman kanak-kanak tersebut. Ianya juga mengukur tahap kemahiran yang diaplikasikan secara sistematik dalam pembuatan permainan yang terlibat yang terhasil daripada persekitaran pemain.
Kanak-kanak adalah pewaris orang dewasa, sehubungan itu mereka perlu diterapkan dengan nilai dan Norma dalam budaya masyarakat agar mereka dapat mengisi tempat tersebut dan melaksanakan peranan yang diharapkan. Mempelajari budaya masyarakat tidak semestinya terbatas dalam ruang lingkup sekolah atau institusi pendidikan formal, sebaliknya boleh berlaku melalui permainan iaitu pendidikan secara informal (Fatimah et al., 2008)
Penelitian dari setiap sudut harus diambil kira termasuklah proses menyalurkan pengetahuan tentang permainan tradisional.
Pendedahan awal seseorang kanak-kanak merupakan proses asas terhadap perkembangan karakter, sosial dan kognitif (Zuriawati et al., 2014). Oleh itu pendidikan dilihat sebagai satu proses yang berterusan dan berkembang serentak bagi membentuk jati diri seawal usia kanak-kanak. Usaha dalam memelihara permainan tradisional perlu dipergiat dan dilaksanakan agar warisan sesebuah bangsa dapat dikenali, dihayati dan diwarisi sepenuhnya(Abd Rahim @ Sulaiman et al., 2023).
Menurut Misbach (2006), permainan tradisional yang ada di Nusantara ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :
- Aspek motorik: Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.
- Aspek     kognitif: Mengembangkan maginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif,   pemahaman  kontekstual.
- Aspek       emosi:     Katarsis   emosional, mengasah empati, pengendalian diri.
- Aspek bahasa: Pemahaman konsep-konsep nilai
- Aspek sosial: Menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/ masyarakat.
- Aspek spiritual: Menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung (transcendental).
- Aspek ekologis: Memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana.
- Aspek nilai-nilai/moral : Menghayati nilainilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya(Suryawan, 2020).
Permainan Tradisional Anak Usia Dini
Bermain merupakan alat pembelajaran alami pada anak serta suatu karakteristik yang penting dari perilaku anak-anak. Bermain bisa memberikan kontek kepada anak dalam mencapai tujuan pembelajaran yang mendalam menggunakan kegiatan berintegrasi nilainilai fisik, intelektual, spiritual, moral sehingga memberikan kesempatan untuk berkomitmen dalam pertumbuhan, pembelajaran, dan pengembangan anak usia dini. Karakteristik utama dalam permainan anak adalah bersenang-senang dan hiburan. Interaksi yang menyenangkan dengan teman sebaya merupakan kunci terpenting guna menstimulus berbagai pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini (Mukhlis & Mbelo, 2019). Bermain dengan belajar adalah proses belajar yang digunakan untuk pemenuhan kecerdasan sosial emosi anak dengan suatu kegiatan sebagai sarana memberikan kesempatan bersosialisasi terhadap anak untuk menemukan, berkreasi, bereksplorasi, mengekspresikan perasaan, belajar secara menyenangkan, dan melatih jiwa sosial anak usia dini  (M. Y. Lubis, 2018).          Â
Permainan tradisional dibentuk oleh lingkungan dan budaya local sehingga melahirkan perbedaan pada setiap daerah di Indonesia. Permainan tradisional anak usia dini biasanya memadukan beberapa ilmu terkait nilai budaya dan keterampilan yang terbentuk dari masa ke masa berdasarkan kedekatan antara kelompok dan lingkungan bermain anak (Ramadhani & Fauziah, 2020). Hal senada juga dikemukakan oleh Afrianti bahwasanya  permainan tradisional bisa menjadi alternatif dalam media pembelajaran yang digunakan guna mengeksplorasi kecerdasan sosial dan emosi anak usia dini. Terdapat beraneka ragam permainan tradisional yang bisa dimodifikasi dan disesuaikan dengan keadaan anak. (Afrianti, 2018). Selain itu, Afrianti juga mendefiniskan bahwa nilai atau manfaat yang terdapat dalam permainan tradisional bersifat menggembirakan dan dapat menumbuhkembangkan sikap menaati peraturan, menolong rekan, kooperatif menujukkan rasa percaya diri, mengembangkan jiwa sportivitas, dan tidak mudah menyerah. Penelitian yang terkait dengan studi ini dilakukan oleh (Wijayanti, 2018) bahwasanya nilai yang terdapat pada permainan tradisional banyak mengambil berdasarkan nilai leluhur yang berasal dari Indonesia. Selain itu, Wijayanti mengungkapkan Permainan tradisional mempunyai aturan yang sederhana sehingga dapat meningkatkan kemampuan sosial anak usia dini menjadi wujud pendalaman dari budaya lokal terhadap bentuk kebersamaan, kerja sama, serta gotong royong dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.Â
Penelitian lain terkait permainan tradisional yang sudah dilaksanakan, tetapi sekedar  focus terhadap sosial emosioanal anak usia dini. (Darminiasih et al., 2014) yang melakukan penelitian kuantitatif tentang pengimplementasian metode bermain permainan tradisional guna meningkatkan keterampilan berbahasa serta keterampilan sosial emosional anak kelas B di TK Sebana Sari dan hasil penelitiannya membuktikan bahwasanya penggunaan permainan tradisional secara signifikansi dapat mengoptimalkan kecerdasan sosial emosional anak kelas B di TK Sebana Sari Denpasar. Selanjunya penelitian (Wariyanti, 2022) yang berjudulÂ
Perkembangan Aspek Sosial Emosional dan Sains Anak Usia Dini Melalui Permainan Tradisional Engklek dan hasil penelitian terdapat perkembangan yang optimal serta terdapat penintensifan perkembangan sosial emosional dengan cara bersosialisasi diri anak di RA Miftahul Jannah Langkat. Studi yang terkait dengan penelitian ini yaitu studi yang dilaksanakan oleh (Sujadi, 2019) yaitu penelitian yang berjudul Penerapan Play Therapy Dengan Menggunakan Permainan Tradisional Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosio Emosional dan hasilnya menunjukkan pengimplementasian play therapy melalui permainan tradisional sangat bermanfaat guna memaksimalkan keterampilan sosial emosional pada keluarga di panti asuhan. Kemampuan sosial emosional anak dapat distimulasi menggunakan permainan tradisional raba-raba dengan melibatkan kolaborasi regu didalamnya sehingga membuat anak memiliki rasa percaya diri karena dapat bersosialisasi bersama teman, guru, dan orang lain (Suryani, 2019).Â
Penelitian studi literatur tentang pentingnya permainan tradisional dalam mengoptimalkan sosial emosional pada anak usia dini juga dilakukan oleh (Desmariani et al., 2021) bahwasnya permainan tradisional engklek bisa meningkatkan sosial emosional anak ketika anak mempunyai kemampuan dalam berkolaborasi, berinteraksi, beradaptasi, berempati, mengontrol diri, menghargai orang lain, dan anak dapat menaati peraturan yang disepakati. Hal senada juga dikemukakan (Kusumawati & Ambarsari, 2021) bahwasanya perkembangan sosial emosional termasuk dalam aspek perkembangan yang seharusnya dirangsang dan dibagikan terhadap anak terutama kepada anak yang kurang bersosialsiasi, kurang bermain Bersama teman, sering menyendiri, kurang mengenal alam sekitar menggunakan permainan tradisional konvensional tetapi bisa memberikan fungsi yang luar biasa apabila pendidik dapat menganalisis manfaat permainan tersebut secara komprehensif. Aspek perkembangan sosial yang dapat dikembangkan pada permainan tradisional yakni anak dapat berkolaborasi, mempunyai rasa empati, bertanggung jawab, jujur, dan melakukan kompetisi yang sehat. Permainan tradisional bisa berpotensi sebagai instrumen dalam melatih serta mengembangkan kecerdasan sosial anak, bekerjasama dengan baik, merangsang anak berbaur dengan teman, melatih sikap empati terhadap teman, melatih persaingan sehat, suportif, jujur, dan membimbing anak bertanggung jawab atas perintah yang diberikan (Hery Yuli Setiawan, 2016)(Aulia & Sudaryanti, 2023).
Tujuan Pendidikan anak usia dini :
- Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya Â
- Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya, termasuk Gerakan motoric kasar dan motoric halus serta mampu menerima rangsangan motoricÂ
- Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar Â
- Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat Â
- Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan masyarakat, menghargai keragaman social dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan control diri. Â
- Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya  Kreatif(Syamsurrijal, 2020).
Contoh permainan tradisional dan nilai-nilai yang tekandung didalamnya(Asih & El-Yunusi, 2024).
No
Nama Permainan Tradisional
Jumlah Pemain
Karakter yang dikembangkan
1
Bola bekel
2 orang
- Tanggungjawab : saat membereskan alat yang di gunakanÂ
- Â Kedisiplinan : saat anak bermain sesuai dengan aturanÂ
- Â Hormat dan santun: saat anak menjalin komunikasi dengan sesamaÂ
- Â Rendah hati : mau menerima kekalahan saat bermain
2
Lompat tali
2 orang atau lebih
- Disiplin : anak mematuhi aturan bermain
- Tanggungjawab : kemauan anak saat mebereskan mainan yang di gunakan untuk bermain  .
- Rendah hati  : anak mau menerima kekalahan
- Hormat dan santun : kemampuan anak untuk saling berinteraksi saat bermainÂ
- Persatuan : anak mau melakukan permainan tradisional
3
Yoyo
1 orang (individu)
- Kerja keras : anak berusaha memainkan meski anak belum bisa bermain yoyoÂ
- Persatuan  : anak gemar memainkan permainan tradisionalÂ
4
Ular naga
6 anak
- Disiplin : anak mematuhi aturan main
- Hormat dan santun : kemampuan anak dalam menjalin relasi saat bermainÂ
- Rendah hati : anak dapat menerima kekalahan saat bermain Â
- Kerja keras : keuletan anak saat bermain Â
5
Kelereng
Individu
- Jujur: Â anak bermain dengan tidak curangÂ
-  Kerja keras  : anak hati -- hati saat membidik kelereng
- Â Tanggung jawab : anak -- anak membereskan permainan setelah selesai digunakan
6
Petak umpet
Kelompok
- Jujur : ketika anak tertangkap saat bermain ,berani mengakui kesalahan
- Â Disiplin : mematuhi aturan saat bermain serta saling peduli satu sama lain ketika melihat temannya jatuh saat berlariÂ
7
Dakon
- orang
- Jujur :ketika anak memasukkan kedalam lubang dakon
- Â Disiplin : anak mematuhi aturan permainan
- Â Tanggungjawab : anak dapat membereskan alat permaian setelah di gunakan
-  Rendah hati  : anak mau menerima kekalahan dalam permainanÂ
8
engklek
- orang
- Jujur :mau mengakui kesalahan saat bermain
-  Disiplin  taat aturan permainanÂ
- Â Percaya diri : saat melempar 'gaco" saat bermain
- Â Tanggungjawab : Â merapikan mainan setelah digunakanÂ
- Â Rendah hati : mau menerima kekalahan dan jika menang tidak sombong
- Â Cinta damai : saling menghargai saat bermain
1. Galasin
Galah asin atau galasin yang juga sibeut gobak sodor adalah sejenis permainan daerah asli dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan. Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segi empat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6 bagian.
Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal.
Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.
2. Congklak
Congklak adalah suatu jenis permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga bijibijian dari tumbuh-tumbuhan.
Di malaysia permainan ini juga lebih dikenal dengan nama congklak dan istilah ini juga dikenal di beberapa daerah di Sumatera dengan kebudayaan melayu. Di jawa, permainan ini lebih dikenal dengan nama dakon. Selain itu di lampung permainan ini lebih dikenal dengan nama dentuman lamban sedangkan di Sulawesi permainan ini lebih dikenal dengan nama mokaotan, maggaleceng, aggalacang dan nogarata. Dalam bahasa Inggris, permainan ini disebut mancala.
3. Petak Umpet
Permainan ini bisa dimainkan oleh minimal 2 orang, namun jika semakin banyak yang bermain maka akan menjadi semakin seru. Cara bermain cukup mudah, dimulai dengan hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi "kucing" (berperan sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi).
Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 10, biasanya dia menghadap tembok, pohon
atau apa saja supaya dia tidak melihat temantemannya bergerak untuk bersembunyi (tempat jaga ini memiliki sebutan yang berbeda di setiap daerah, contohnya di beberapa daerah di jakarta ada yang menyebutnya inglo, di daerah lain menyebutnya bon dan ada juga yang menamai tempat itu hong). Setelah hitungan sepuluh (atau hitungan yang telah disepakati bersama, misalnya jika wilayahnya terbuka, hitungan biasanya ditambah menjadi 15 atau 20) dan setelah teman-temannya bersembunyi, mulailah si "kucing" beraksi mencari temantemannya tersebut.
4. Gasing
Gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkeseimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali. Selain merupakan mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan untuk berjudi dan ramalan nasib. Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari plastik, atau bahanbahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing. Tali gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.
Gerakan gasing berdasarkan efek giroskopik. Gasing biasanya berputar terhuyung-huyung untuk beberapa saat hingga interaksi bagian kaki dengan permukaan tanah membuatnya tegak. Setelah gasing berputar tegak untuk sementara waktu, momentum sudut dan efek giroskopik berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya bagian badan terjatuh secara kasar ke permukaan tanah.
5. Kelereng
Kelereng adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam. Umumnya inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng dapat dimainkan sebagai permainan anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik.
6. Egrang
Egrang atau jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah.
Egrang berjalan adalah egrang yang diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat untuk diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan selama naik di atas ketinggian normal. Di dataran banjir maupun pantai atau tanah labil, bangunan sering dibuat di atas jangkungan untuk melindungi agar tidak rusak oleh air, gelombang, atau tanah yang bergeser. Jangkungan telah dibuat selama ratusan tahun(Suryawan, 2020).
7. Layang-layang
layang-layang adalah salah satu permainan tradisional yang dimainkan di berbagai penjuru dunia. Permainan ini dimainkan oleh berbagai kalangan usia mulai dari anak-anak hingga dewasa. Sejarah panjang layang-layang membuat permainan ini memiliki jenis dan bentuk yang sangat beragam. Mengingat sejarah panjang kehadiran layang-layang dan begitu luas penyebarannya, asal-usul layang-layang ini secara tepat masih menjadi teka-teki.Â
Bukti yang tercatat di dalam dokumen sejarah menyebutkan bahwa layang-layang bermula dari Cina sekitar 2500 tahun yang lalu dan kemudian menyebar ke negara-negara lain (Mikkolainen). Namun di tahun 2002 terdapat temuan baru yang memungkinkan klaim sebagai layang-layang pertama bisa diambil alih meskipun secara ilmiah belum dapat dibuktikan. Temuan tersebut adalah ditemukannya sebuah lukisan pra sejarah di salah satu gua di pulau Muna, Sulawesi Tenggara berupa gambar seseorang yang sedang menerbangkan layang-layang. Keabsahan mengenai usia lukisan tersebut belum dapat dipastikan. Para peneliti belum dapat menyimpulkan berapa usia lukisan tersebut. Â
Layang-layang yang terdapat di lukisan gua tersebut diyakini merupakan layang-layang yang sama dengan tradisi layang-layang Muna yang dilestarikan turun temurun hingga sekarang yaitu layang-layang kaghati. Dalam Bahasa setempat, kaghati berarti daun. Daun yang digunakan untuk membuat layang-layang adalah daun kolope yang sudah kering. Penggunaan daun kolope inilah yang memperkuat dugaan Wolfgang Bieck bahwa material di tradisi layanglayang kaghati adalah bahan-bahan sederhana, tidak seperti material layang-layang di Cina yang menggunakan kain.Â
Terlepas dari kemungkinan mendapatkan status sebagai negara tempat asal-usul layanglayang pertama di dunia, penemuan ini membuktikan bahwa tradisi layang-layang di Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara merupakan salah satu tradisi layang-layang tertua di dunia. Tidak hanya di Sulawesi, penyebaran permainan layang-layang di tanah air meluas hingga ke pulau Bali, Jawa dan Sumatera. Â Â
Sama halnya dengan permainan tradisional lainnya, layang-layang kini sudah jarang dimainkan terlebih di kota-kota besar. Berkurangnya lahan bermain ditambah dengan perkembangan teknologi yang menyediakan banyak permainan digital membuat permainan ini mulai ditinggalkan. Eksistensi permainan layang-layang kini seakan mengandalkan festival yang hanya ada sesekali dalam tiap tahun. Â
Upaya mempertahankan budaya layang-layang di Indonesia dilakukan oleh komunitas pecinta layang-layang dan didirikannya museum layang-layang yang digagas oleh salah satu pionir komunitas tersebut, Endang Puspoyo. Komunitas ini kerap mengikuti festival layanglayang baik di dalam maupun di luar negeri. Layang-layang tradisional Indonesia sering menjadi perhatian karena layang-layang Indonesia memiliki ciri khas dan bahkan beberapa kali menjadi juara di ajang perlombaan layang-layang. Ciri khas layang-layang yang ada di Indonesia tidak lepas dari beragam tradisi dan budaya yang memengaruhi bentuk layang-layang yang ada di tiap daerah (Puspoyo)(Almanfaluthi & Juniar, 2020).
DAFTAR ISI
Abd Rahim @ Sulaiman, R., Zahari, S. S., Roslan, N. F., Ahmad Tarmizi, M. S. H., Ismail, A., Mohd Salleh, A. N. R., & Saad, M. H. (2023). Pemikiran visual daripada permainan tradisional kanak-kanak menerusi konsep sosial budaya. International Journal OfArt & Design (IJAD), 7(2), 141--152.
Almanfaluthi, B., & Juniar, J. (2020). Konsep Motion Graphics Pengenalan Layang-Layang Sebagai Budaya Bangsa. Jurnal Desain, 7(2), 99. https://doi.org/10.30998/jd.v7i2.5361
Asih, S. W., & El-Yunusi, M. Y. M. (2024). Permainan Tradisional dalam Membentuk Karakter Anak Usia Dini. Ceria: Jurnal Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, 13(1), 150. https://doi.org/10.31000/ceria.v13i1.10604
Aulia, D., & Sudaryanti, S. (2023). Peran Permainan Tradisional dalam Meningkatkan Sosial Emosional Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(4), 4565--4574. https://doi.org/10.31004/obsesi.v7i4.4056
Nugrahastuti, E., Puspitaningtyas, E., Puspitasari, M. (2012). Nilai-Nilai Karakter Pada Permainan Tradisional. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pendidikan Inovasi Pembelajaran Berbasis Karakter Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, 265--273.
Permainan, E., Bagi, T., Muda, G., Upaya, D., Permainan, P., Sudah, Y., Radyanto, M. R., & Cahyani, A. T. (2022). Program Pasca Sarjana , FEB , Universitas Stikubank Semarang Fakultas Teknologi Informasi Universitas Stikubank Semarang Fakultas Teknologi Universitas Stikubank Semarang Program Magister Manajemen , FEB , Universitas Diponegoro Semarang. 5(2), 96--100.
Subekti, N. (2020). Journal of Sport Coaching and Physical Education Permainan Tradisional Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani untuk Meningkatkan Kebugaran dan Motivasi Belajar. 5(1), 55--62.
Suryawan, I. A. J. (2020). Permainan Tradisional sebagai Media Pembelajaran Karakter. Jurnal Pendidikan Karakter., 1--10.
Syamsurrijal, A. (2020). Bermain Sambil Belajar: Permainan Tradisional Sebagai Media Penanaman Nilai Pendidikan Karakter. ZAHRA: Research and Tought Elementary School of Islam Journal, 1(2), 1--14. https://doi.org/10.37812/zahra.v1i2.116
Untari, A., Nuryatin, A., Supriyanto, T., & Doyin, M. (2023). Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana Urgensi Cerita Anak Bermuatan Permainan Tradisional dalam Literasi Budaya. 500--504. http://pps.unnes.ac.id/pps2/prodi/prosiding-pascasarjana-unnes500
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H