Permasalahan migrasi menjadi salah satu permasalahan keamanan kontemporer yang sedang dihadapi oleh Indonesia karena ini juga menyangkut hak asasi manusia.Â
Migrasi sendiri didefinisikan sebagai perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain dan melintasi batas politik dengan tujuan untuk menetap. Terdapat beberapa alasan yang membuat orang bermigrasi, beberapa diantaranya terpaksa dikarenakan terjadi kekacauan konflik atau bencana alam di negara mereka.Â
Beberapa juga menjadikan migrasi menjadi sarana untuk menaikan taraf kehidupan menjadi lebih baik (Brock, 2010). Letak Indonesia yang strategis menjadikan Indonesia sebagai jalur pelayaran yang digunakan oleh pengungsi untuk ke negara tujuan (Karina & Purwanti, 2021).Â
Indonesia juga seringkali menjadi negara tujuan dari para migran, terutama bagi pengungsi yang berasal dari negara-negara Asia Tenggara. Namun ternyata sampai saat ini Indonesia belum memiliki hukum yang mengatur mengenai pengungsi serta belum meratifikasi Konvensi Wina tahun 1951.Â
Hal ini kemudian menimbulkan banyak permasalahan terhadap pengungsi yang ada di Indonesia. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas lebih lanjut terkait apa yang menjadi akar dari permasalahan pengungsi di Indonesia, antara dilemma mengatasi permasalahan nasional atau meratifikasi Konvensi 1951.
Indonesia sebenarnya bukan negara yang memiliki kebijakan terbuka terhadap pengungsi. Hal ini terlihat dari bagaimana Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi 1951 terkait pengungsi. Yang kemudian menjadi pertanyaan terbesar adalah "Mengapa Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi 1951 ini?". Beberapa alasan pemerintah Indonesia belum meratifikasi dikarenakan konvensi ini adalah produk yang dibuat untuk mengatasi masalah migrasi ketika Perang Dunia II dan pemerintah juga merasa beberapa aturan yang ada dalam Konvensi 1951 sudah tidak memadai lagi.Â
Selain itu, PBB sudah membentuk United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) yang mengatur terkait migrasi (Yulika, 2021). Indonesia juga melihat bahwa masih terdapat banyak permasalahan dalam negeri yang masih harus dibenahi terlebih dahulu, dan jika mengikatkan diri kepada konvensi tersebut maka akan menambah kewajiban bagi Indonesia.Â
Namun, disisi lain Indonesia masih melaksanakan beberapa prinsip utama yang ada dalam Konvensi 1951 seperti tidak memulangkan (non refoulement) atau tidak mengusir (non expulsion). Indonesia tetap menerima pengungsi untuk sementara dikarenakan alasan kemanusiaan (CNN, 2019). Berdasarkan data dari UNHCR tahun 2023 terdapat sebanyak 12.616 pengungsi (UNHCR, 2023). Selain itu, Indonesia juga tetap menerima pengungsi dari Rohingya yang berada di lautan dekat Aceh.
Data diatas menunjukkan bahwa terdapat ribuan imigran pencari suaka dari berbagai negara yang saat ini tanggal sementara di Indonesia. Hal ini kemudian menimbulkan banyak permasalahan baik dari sisi masyarakat lokal atau dari imigran tersebut. Kehadiran para migran di tengah masyarakat menimbulkan kekhawatiran bahwa migran akan mengambil lapangan pekerjaan di Indonesia, lalu ada juga yang melihat para migran ini sebagai pelaku kriminal.Â
Sedangkan dari sisi imigran mereka harus hidup menggelandang, tidak memiliki pekerjaan dan tidak boleh pekerja, bahkan mendapatkan perlakuan yang diskriminasi dari masyarakat lokal.Â
Saat ini terdapat banyak pengungsi yang mengaku sudah lama tanggal di Indonesia dan belum dipindahkan atau dipulangkan oleh International Organization for Migrants (IOM) atau UNHCR. Pada tahun 2019 kemarin, terdapat demonstrasi yang dilakukan oleh ratusan imigran yang mendatangi kantor UNHCR di Medan (CNN, 2019).Â
Para migran ini meminta agar UNHCR memberangkatkan mereka ke negara-negara tujuan suaka seperti Australia, New Zealand, atau Kanada. Hal ini dikarenakan mereka tanggal di Indonesia namun mereka tidak bisa melakukan apa-apa seperti mencari pekerjaan. Selain itu, anak-anak mereka juga tidak bisa mendapatkan pendidikan formal.
Dengan demikian yang menjadi permasalahan dasar adalah masih tidak ada regulasi yang pasti yang mengatur terkait pengungsi di Indonesia dan juga IOM atau UNHCR juga masih terlihat kebingungan mengatasi masalah ini.Â
Penulis juga tidak setuju dengan tindakan Indonesia setelah migran sampai di Indonesia. Pemerintah memang menerima pengungsi dengan alasan kemanusiaan, namun setelah itu para migran ditelantarkan yang ini kemudian memunculkan banyak permasalahan hingga konflik antara masyarakat lokal dan para migran.Â
Seharusnya rasa kemanusiaan pemerintah tidak berhenti ketika menerima pengungsi saja. Namun juga tetap bekerjasama dengan UNHCR atau IOM untuk mengurus nasib para migran ini seperti memberikan bantuan dana, pelatihan skill, atau memberikan pendidikan formal bagi anak-anak pengungsi.Â
Penulis melihat bahwa Indonesia saat ini sedang dilema untuk mengatasi keamanan nasional terlebih dahulu disatu sisi, namun Indonesia juga tidak bisa menahan pengungsi untuk masuk ke Indonesia.Yang kemudian terjadi bukan keteraturan justru menimbulkan ketidakaturan dan banyak permasalahan lainnya.Â
Oleh karena itu, Indonesia seharusnya tidak boleh berlindung dibalik tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Bagaimanapun permasalahan pengungsi ini permasalahan internasional yang menyangkut HAM. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama negara beserta dengan UNHCR, IOM, serta berbagai pihak lainnya dalam mengatasi permasalahan pengungsi ini.
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menyimpulkan bahwa permasalahan pengungsi yang terjadi di Indonesia ini menjadi salah satu masalah keamanan yang seharusnya lebih dilihat oleh pemerintah.Â
Memang, Indonesia adalah salah satu negara yang kebijakannya belum terbuka pada pengungsi sepenuhnya dikarenakan masih banyak permasalahan nasional yang masih belum diatasi. Indonesia juga belum meratifikasi Konvensi 1951 yang mengatur terkait para imigran atau pengungsi. Namun, dengan alasan kemanusiaan, Indonesia masih menerima pengungsi dari berbagai negara. Permasalahan ini lantas menimbulkan permasalahan baru dari sisi masyarakat maupun dari sisi pengungsi.Â
Pada akhirnya, masyarakat merasa tidak nyaman akan kehadiran pengungsi dan juga pengungsi tidak dapat melakukan apapun di Indonesia, termasuk untuk mencari pekerjaan.Â
Penulis melihat hal ini akan menjadi suatu permasalahan yang terus menerus terjadi apabila Indonesia masih dilema terkait permasalahan pengungsi ini. Oleh karena itu, masalah migrasi ini menjadi masalah keamanan internasional yang seharusnya semua pihak terlibat harus bekerjasama untuk mengatasi masalah ini.
Referensi:
Brock, Gillian. 2010. "Immigration and Global Justice: What Kinds of Policies Should a Cosmopolitan Support?", Ethics & Politics, 12(1), 362-376.
CNN. 2019. "Beda Jurus RI, Malaysia, dan Thailand Urus Para Pencari Suaka", CNN Indonesia (online). Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20190715210230-106-412408/beda-jurus-ri-malaysia-dan-thailand-urus-para-pencari-suaka/1 [diakses pada 26 Maret 2023].
CNN. 2019. "Imigran di Medan Demo UNHCR Desak Kirim ke Negara Tujuan", CNN Indonesia (online). Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190822230451-20-423945/imigran-di-medan-demo-unhcr-desak-dikirim-ke-negara-tujuan [diakses pada 26 Maret 2023].
Karina & Purwanti, Maidah. 2021. "Kebijakan Nasional Indonesia terhadap Migrasi Internasional", Journal of Law and Border Protection, 3(1), 115-123.
UNHCR. 2023. "Pengungsi di Indonesia", UNHCR Indonesia (online). Tersedia di: https://www.unhcr.org/id/ [diakses pada 26 Maret 2023]
Yulika, Nila Chrisna. 2021. "Tak Ikut Ratifikasi Konvensi 1951, Mengapa Indonesia Tetap Tampung pengungsi Rohingya?", Liputan 6 (online). Tersedia di: https://www.liputan6.com/news/read/4844739/tak-ikut-ratifikasi-konvensi-1951-mengapa-indonesia-tetap-tampung-pengungsi-rohingya [diakses pada 26 Maret 2023].
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI