Mohon tunggu...
Dea Aulia Rahmi
Dea Aulia Rahmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Saya adalah mahasiswa UIN Walisongo Semarang, jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang memiliki ketertarikan kuat dalam bidang konseling. Saya percaya bahwa setiap orang memiliki potensi untuk berkembang dan mengatasi masalah yang dihadapinya. Selain itu, saya memiliki kepribadian yang ramah dan mudah bergaul.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengukur Efektivitas Layanan Cyber Counseling pada Generasi Milenial dan Generasi Z

29 Mei 2024   02:48 Diperbarui: 29 Mei 2024   02:57 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cyber counseling, atau bimbingan konseling online, telah menjadi alternatif yang semakin populer dalam memberikan layanan konseling dan dukungan kepada individu. Namun, pertanyaan tentang efektivitas layanan ini masih menjadi topik yang hangat diperdebatkan. Artikel ini akan membahas bagaimana cara mengukur efektivitas layanan cyber counseling dan tantangan apa saja yang akan dihadapi.

Menurut McLuhan “Inovasi dalam bidang teknologi informasi atau teknologi komunikasi memberi perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat” (Nakhma’ussolikhah, 2017). Kehidupan masyarakat saat ini memanfaatkan kecanggihan teknologi media online dalam pencarian informasi, sehingga informasi dapat diperoleh dengan cepat dan mudah.

Kecanggihan teknologi melalui media online menyebabkan setiap aktivitas manusia di seluruh dunia mampu dijangkau melalui media sosial, seperti instagram, facebook, twitter, dan lain sebagainya. Penggunaan media sosial tersebut tanpa adanya batas-batas ruang, biaya, waktu, usia, suku, budaya, dan agama (Sutijono & Farid, 2018).

Penggunaan media sosial yang tinggi sangat sebanding dengan generasi milenial dan generasi z yang berkembang pada era revolusi industri 4.0 pada masa sekarang ini. Generasi ini merupakan generasi yang melibatkan teknologi dalam segala aspek kehidupan. Bukti nyata yang dapat diamati adalah hampir seluruh individu dalam generasi tersebut memilih menggunakan ponsel pintar atau smartphone.

Generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Generasi milenial juga disebut sebagai generasi Y (Badan Pusat Statistik, 2018). Sedangkan generasi Z atau yang dikenal juga dengan Gen Z merupakan mereka yang lahir antara tahun 1996 – 2012. Mereka yang lahir pada tahun tersebut, rata-rata saat ini sudah menginjak usia remaja atau sedang duduk di bangku kuliah. Gen Z sendiri berasal dari kata Zoomer karena mereka lahir dan tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk bisa mengikuti perkembangan teknologi dan internet secara dekat (Bina Nusantara, 2023).

Melihat begitu pesatnya perkembangan teknologi informasi pada saat ini dan begitu lekatnya generasi milenial dan generasi z dengan teknologi, konselor sebagai salah satu profesi professional harus mengembangkan keilmuan sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi tersebut.

Pelaksanaan konseling yang sudah lazim dilakukan adalah dengan tatap muka langsung antara konselor dengan konseli. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, proses konseling kini hadir dalam format yang berbeda. Konseling tidak lagi hanya dimaknai sebagai pertemuan tatap muka antara konselor dan konseli di ruangan tertentu. Kini, konseling dapat dilakukan dengan format jarak jauh dengan bantuan teknologi seperti jaringan internet. Bentuk konseling jarak jauh ini dikenal dengan istilah e-konseling, cyber counseling, atau virtual konseling (Ifdil, 2009).

Menurut Prayitno, proses konseling bertujuan membantu konseli untuk dapat memahami diri dan lingkungannya, sehingga dapat membawa seseorang menuju kondisi yng membahagiakan, sejahtera, nyaman, dan berada pada kondisi kehidupan yang lebih efektif (Prayitno, 2004).

Cybercounseling secara umum dapat didefinisikan sebagai praktek konseling profesional yang terjadi ketika konseli dan konselor berada secara terpisah dan memanfaatkan media elektronik untuk berkomunikasi melalui internet (Jerizal, 2017)

Cyber counseling adalah layanan terapi yang relatif baru. Konseling dikembangkan dengan menggunakan teknologi komunikasi dari yang paling sederhana menggunakan email, sesi dengan chat, sesi dengan telp pc - to - pc sampai penggunaan dengan penggunaan webcam (video live sessions), yang secara jelas menggunakan computer dan internet (Amani, Nasanin., 2007).

Cyber counseling menawarkan berbagai manfaat, termasuk aksesibilitas, fleksibilitas, dan anonimitas. Layanan ini dapat diakses oleh individu yang tinggal di daerah terpencil, memiliki keterbatasan fisik, atau merasa malu untuk mencari bantuan secara langsung. Cyber counseling juga dapat memberikan kesempatan bagi individu untuk mengekspresikan diri dengan lebih bebas dan terbuka, dibandingkan dengan konseling tatap muka.

Meskipun memiliki banyak manfaat, efektivitas cyber counseling masih menjadi topik yang diperdebatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyber counseling dapat seefektif konseling tatap muka, sementara penelitian lain menunjukkan hasil yang kurang konklusif.

E-counseling atau cyber counseling adalah pendekatan yang efektif dalam menyediakan layanan dukungan psikologis dan konseling jarak jauh. Berikut adalah cara mengukur ke efektifan cyber counseling, (Sukmaningtyas, 2023):

a.  Pelaksanaan Pelayanan dan Pengukuran Efektivitas

      Pelaksanaan pelayanan e-counseling yang efektif harus memperhatikan beberapa aspek penting, termasuk:

  • Membangun Hubungan yang Baik

Konselor perlu membangun hubungan yang baik dengan klien untuk menciptakan rasa aman dan kepercayaan. Hubungan yang baik dapat membantu klien merasa lebih lega, tenang, dan terbuka untuk berbagi masalahnya.

  • Mengukur Perubahan

Efektivitas layanan e-counseling dapat diukur dengan menggunakan berbagai metode, seperti kuesioner, skala, wawancara, dan analisis data log. Kuesioner dan skala dapat digunakan untuk mengukur perubahan dalam gejala, suasana hati, dan kualitas hidup klien setelah mengikuti layanan e-counselling. Wawancara dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi kualitatif tentang pengalaman klien dengan layanan e-counselling, termasuk persepsi mereka tentang efektivitas layanan tersebut. Analisis data log dapat digunakan untuk melacak aktivitas klien dalam platform e-counseling, seperti jumlah sesi yang diikuti, durasi sesi, dan topik yang dibahas.

  • Menjaga Keamanan dan Privasi

E-counseling harus memperhatikan keamanan dan privasi klien. Platform e-counseling harus menggunakan teknologi yang aman untuk melindungi data klien, dan konselor harus mengikuti kode etik yang ketat untuk menjaga kerahasiaan informasi klien.

  • Kerja Sama yang Baik

Klien dan konselor harus membangun kerja sama yang baik untuk memastikan efektivitas layanan e-counseling. Klien perlu terbuka dan jujur dengan konselor, sementara konselor perlu memberikan dukungan dan bimbingan yang tepat.

b.  Sistematika Pelayanan dan Pengukuran Efektivitas

Sistematika pelayanan e-counseling yang efektif harus memperhatikan beberapa aspek penting, termasuk:

  • Aksesibilitas

Platform e-counseling harus mudah diakses oleh klien, dengan antarmuka yang ramah pengguna dan kompatibilitas dengan berbagai perangkat.

  • Fleksibilitas Waktu

Layanan e-counseling harus tersedia secara fleksibel, sehingga klien dapat mengaksesnya kapanpun dan dimanapun mereka membutuhkannya.

  • Evaluasi Kualitas Layanan

Sistematika pelayanan e-counseling harus menyertakan mekanisme untuk mengevaluasi kualitas layanan yang diberikan. Evaluasi dapat dilakukan melalui survei kepuasan klien, review dari konselor, dan analisis data log.

c.  Kepuasan Pelayanan dan Pengukuran Efektivitas

Kepuasan klien merupakan indikator penting efektivitas layanan e-counseling. Kepuasan klien dapat diukur dengan menggunakan kuesioner, skala, dan wawancara. Kuesioner dan skala dapat digunakan untuk mengukur kepuasan klien terhadap berbagai aspek layanan, seperti kualitas konselor, ketersediaan layanan, dan komunikasi yang efektif. Wawancara dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi kualitatif tentang pengalaman klien dengan layanan e-counseling, termasuk persepsi mereka tentang kepuasan mereka terhadap layanan tersebut.

Dengan mengukur efektivitas layanan e-counseling melalui berbagai metode, kita dapat memastikan bahwa layanan ini memberikan manfaat yang optimal bagi klien. Pengukuran efektivitas juga dapat membantu kita untuk meningkatkan kualitas layanan e-counseling dan mengembangkan praktik terbaik untuk konselor e-counseling.

E-counseling, atau yang sering disebut cyber counseling, memang memiliki potensi besar untuk membantu banyak orang. Namun, dalam mengukur efektivitasnya terdapat beberapa hambatan atau tantangan. Berikut beberapa tantangan yang dihadapi (Devi et al., 2022):

a.  Keterbatasan Pengukuran

  • Perubahan Perilaku dan Emosi

Mengukur perubahan perilaku dan emosi melalui interaksi online lebih sulit dibandingkan tatap muka. Ekspresi non-verbal dan bahasa tubuh tidak dapat ditangkap secara optimal.

  • Data Subjektif

Data yang dikumpulkan dari konseli seringkali bersifat subjektif, seperti laporan diri tentang perasaan atau perubahan perilaku. Hal ini dapat dipengaruhi bias dan ingatan yang tidak akurat.

b.  Keterbatasan Waktu

  • Durasi Sesi

Sesi cyber counseling biasanya lebih pendek dibandingkan sesi tatap muka. Hal ini dapat membatasi waktu yang tersedia untuk membangun hubungan dengan konseli dan mengeksplorasi masalah secara mendalam.

  • Jadwal Konselor dan Konseli

Mencocokkan jadwal konselor dan konseli untuk sesi cyber counseling dapat menjadi sulit, terutama jika konseli tinggal di zona waktu yang berbeda.

c.  Faktor Eksternal

  • Kualitas Koneksi Internet

Kualitas koneksi internet dapat memengaruhi kelancaran sesi cyber counseling dan mengganggu proses konseling.

  • Lingkungan Konseli

Lingkungan konseli dapat memengaruhi fokus dan konsentrasi selama sesi cyber counseling. Faktor-faktor seperti kebisingan atau gangguan dari orang lain dapat menghambat proses konseling.

Mengukur efektivitas cyber counseling masih menjadi tantangan. Keterbatasan pengukuran, keterbatasan waktu, dan faktor eksternal dapat menyulitkan untuk menilai efektivitasnya secara akurat. Namun, dengan mengatasi tantangan ini, kita dapat memastikan bahwa layanan cyber counseling benar-benar efektif dan bermanfaat bagi konseli.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Cyber Counseling atau konseling online telah menjadi alternatif yang populer dalam memberikan layanan konseling dan dukungan kepada individu. Meskipun layanan ini memiliki banyak manfaat, efektivitasnya masih menjadi topik yang diperdebatkan. Generasi milenial dan generasi Z, yang tumbuh di era revolusi industri 4.0, sangat terhubung dengan teknologi dan media sosial. Konselor perlu mengembangkan keilmuan sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi tersebut. Cyber counseling dapat dilakukan melalui berbagai format, seperti e-konseling, cyber counseling, atau virtual counseling, menggunakan teknologi komunikasi seperti email, chat, atau video live sessions. Evaluasi dan pengukuran efektivitas layanan ini melibatkan aspek-aspek seperti membangun hubungan yang baik, mengukur perubahan, menjaga keamanan dan privasi, serta menjaga kerja sama yang baik antara konselor dan klien. Dengan mengatasi tantangan yang ada dan terus mengembangkan praktik terbaik, layanan cyber counseling memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat yang optimal dalam memberikan dukungan psikologis dan konseling jarak jauh.

Referensi:

Amani, Nasanin. (2007). Investigating The Nature, The Prevalence, And Effectiveness Of Online Counseling, A Thesis, Department of Educational Psychology, Administration and Counseling. California: State university Long Beach.

Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Millenial. Jakarta: KemenPPA.

Bina Nusantara. (2023). “Mengenal Gen Z”. https://parent.binus.ac.id/2023/09/mengenal-gen-z/. Diakses pada 25 Mei 2024.

Devi, Linda Meilisa., Nadiva Afni Azizah, Suryadi MA. (2022). “Cyber Counseling: Sebuah Solusi Layanan Konseling di Tengah Pandemi Covid-19”. Proceeding of International Conference on Islamic Guidance and Counseling, 2.

Ifdil, Pelayanan e-Konseling Pengolahan Hasil Pengadministrasian Alat Ungkap Masalah (AUM) dengan Menggunakan Program Aplikasi. Paper Persented at the Seminar Internasional Bimbingan dan Konseling Dalam rangka Kongres XI dan Konvensi Nasional XVI ABKIN. 2009.

Jerizal P & Hanung S. (2017). “Kajian Konseptual Layanan Cybercounseling”. Jurnal Konselor, 6 (1).

Nakhma’ussolikhah, (2017). “Studi Tentang Penggunaan Cybercounseling Untuk Layanan Konseling Individual Bersama Mahasiswa Program Studi Bimbingan Dan Konseling Unu Cirebon”. Oasis : Jurnal Ilmiah Kajian Islam, 2(1).

Prayitno dan Erman Amti. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Renika Cipta.

Sukmaningtyas, Akmalina Ziadati & Dwi Handayani. (2023). “Efektivitas Layanan E-Counselling Here Yugo Pada Program Ruang Bercerita”. Detector: Jurnal Inovasi Riset Ilmu Kesehatan, 1(3).

Sutijono & Farid. (2018). “Cyber Counseling Di Era Generasi Milenial”. Jurnal Pendidikan Sains Sosial Dan Kemanusiaan, 11(1).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun