Mohon tunggu...
Dea Arnanda
Dea Arnanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya merupakan mahasiswa aktif Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga

Saya orang yang aktif berorganisasi dan tertarik untuk mencoba hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Mengkritisi Kolaborasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Kemaritiman: Peluang atau Ancaman bagi Lokal?

30 Mei 2023   14:50 Diperbarui: 30 Mei 2023   14:56 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Indonesia sebagai Negara Maritim. Foto: ShutterStock

Indonesia, sebagai negara maritim terbesar di dunia, memiliki potensi sumber daya kelautan dan kemaritiman yang begitu luas dan melimpah. Namun, di tengah kemajuan zaman dan teknologi yang semakin canggih, pertanyaan penting muncul: apakah kolaborasi dalam pengelolaan sumber daya ini menjadi peluang atau ancaman bagi lokal?

Dalam konteks ini, kolaborasi bias berarti banyak hal. Dari penggabungan teknologi canggih dengan metode tradisional, hingga kerjasama antara pemerintah, industri, dan masyarakat lokal. Namun, kolaborasi juga bias berarti intervensi asing dan investasi dari korporasi besar yang tidak selalu menguntungkan masyarakat lokal.

Pertama, kita perlu memahami bahwa Indonesia memiliki 17.504 pulau, 5,8 juta km wilayah laut, dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa sector kelautan dan perikanan berkontribusi sebesar 2,87% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional di tahun 2020. Dengan potensi yang demikian besar, kolaborasi tampaknya menjadi hal yang logis dan perlu dilakukan.

Namun, kolaborasi juga memiliki sisi gelapnya. Seperti yang dikatakan oleh Rachel Carson, seorang penulis dan ilmuwan kelautan, "Kita tidak bias pernah menghentikan laut. Dengan begitu kita hanya bias belajar bagaimana hidup seiring dengan alam." Kolaborasi yang tidak dilakukan dengan hati-hati bias merusak lingkungan laut, mengancam kehidupan biota laut, dan merugikan masyarakat pesisir.

Sebuah studi oleh World Bank pada tahun 2021 menunjukkan bahwa sekitar 30% dari industri perikanan di dunia beroperasi dengan keuntungan negative karena overfishing. Overfishing bukan hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga merugikan nelayan kecil yang tergantung pada perikanan sebagai mata pencaharian utama mereka.

Oleh karena itu, penting untuk membangun kolaborasi yang berkelanjutan dan bertanggungjawab. Kolaborasi tidak seharusnya menjadi alat untuk eksploitasi, tetapi harus menjadi cara untuk mendorong pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Saya ingin mengutip kata-kata Jacques Cousteau, penjelajah dan peneliti laut terkenal, "Laut, begitu menakjubkan dalam keabadiannya, menuntut kita untuk merenung dan belajar." Belajar untuk berkolaborasi dengan cara yang benar adalah kunci untuk memajukan potensi kelautan dan kemaritiman lokal kita, tanpa mengorbankan lingkungan dan masyarakat pesisir.

Sistematisasi dan regulasi yang jelas dan adil dalam kolaborasi ini menjadi tanggungjawab bersama. Pemerintah, industri, dan masyarakat lokal harus bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama: pemanfaatan sumberdaya kelautan dan kemaritiman yang berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak.

Kerjasama antara pemerintah dan industri harus memastikan bahwa teknologi dan metode yang digunakan dalam pengelolaan sumberdaya laut tidak merusak lingkungan dan kehidupan laut. Pemerintah juga harus memastikan bahwa manfaat ekonomi dari industry kelautan dan perikanan merata dan mencapai masyarakat lokal.

Industri juga harus bertanggungjawab terhadap lingkungan dan masyarakat. Mereka harus mengadopsi praktek-praktek yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan. Selainitu, industri harus berkomitmen untuk memberikan manfaat yang adil dan merata kepada masyarakat lokal.

Namun, masyarakat lokal juga memiliki peran penting dalam kolaborasi ini. Mereka harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan mendapatkan manfaat yang adil dari sumberdaya laut dan perikanan. Masyarakat lokal juga harus mendapatkan akses ke pengetahuan dan teknologi untuk memanfaatkan sumberdaya laut dan perikanan secara berkelanjutan.

Dengan demikian, kolaborasi dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan kemaritiman bias menjadi peluang yang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Tetapi, kolaborasi ini harus dilakukan dengan hati-hati dan bertanggungjawab.

Sebagai penutup, mari kita ingat kata-kata bijak dari Nelson Mandela, "Aksi tanpa visi hanyalah sebuah mimpi, visi tanpa aksi hanyalah sebuah hari, tetapi visi dengan aksi bias merubah dunia." Mari kita merubah dunia kita dengan kolaborasi yang berkelanjutan dan bertanggungjawab dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan kemaritiman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun