Mohon tunggu...
Dea Aninditya
Dea Aninditya Mohon Tunggu... -

Planologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

A Critical Review: Akselerasi Proyek Infrastruktur

30 Desember 2015   04:37 Diperbarui: 30 Desember 2015   04:37 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

A CRITICAL REVIEW :

AKSELERASI PROYEK INFRASTRUKTUR

Suara Pembaruan, Selasa 14 Juli 2015

Pertumbuhan ekonomi nasional yang optimal akan terjadi apabila ditunjang oleh ketersediaan infrastruktur yang dapat mengakomodasi aktivitas masyarakat. Utamanya kebutuhan akan infrastruktur transportasi yang menyokong pergerakan orang dan barang dalam perputaran roda perekonomian nasional. Sarana perhubungan dan transportasi massal yang minim dapat menimbulkan berbagai pesoalan yang dapat berpengaruh pada kerugian ekonomi seperti dengan adanya ketimpangan pembangunanan akibat harga komoditas strategis yang lebih mahal pada wilayah yang minim akses dibandingkan dengan wilayah dengan akses luas seperti di Jawa dan Sumatera. dampak lanjutan yang dapat terjadi di wilayah terpencil adalah rendahnya daya saing ekonomi sehingga tidak muncul wilayah pertumbuhan baru dan berakibat pada kemiskinan wilayah terpencil. Hal ini berkebalikan dengan kondisi pada kota-kota di Jawa padat dan rawan kemacetan.

Perbandingan penyediaan infrastruktur nasional antara Pulau Jawa dengan Pulau lainnya mengalami disparitas yang cukup besar. Dengan adanya pembnagunan yang hanya berpusat di Jawa dapat menyebabkan semakin tertinggalnya daerah daerah lain di luar Pulau Jawa. Adanya infrastruktur pendukung merupakan aspek yang esensial dalam percepatan pembangunan suatu daerah. Dengan adanya aksesibilitas yang baik, maka suatu daearah mampu berkembang ecara mandiri melalui komositas lokal unggulan masing-masing. Namun, realitanya saat ini masih bnayak daerah daerah di luar Jawa yang komoditas lokal unggulannya tidak mampu bersaing dengan komoditas di pulau Jawa akibat biaya transportasi yang mahal karena sulitnya menjangkau daerah lain diluar Pulau Jawa. Maka dari itu, penyelarasan dan peresebaran dalam penyediaan infrastruktur harus berjalan secara harmonis dan mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat utamanya dalam membangun konektivitas antar pulau di Indonesia.

Berdasarkan studi Fakultas Teknik UI, kemacetan di Kota Jakarta mengakibatkan pemborosan BBM sebesar 10,7 triliun rupiah pertahun, kerugian waktu produktif 9.7 triliun rupiah pertahun, dampak kesehatan 5,8 triliun pertahun dan kerugian ekonomis angkutan umum sebessar 1.9 triliun rupiah pertahun. Maka dari itu, diperlukan akselerasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah secara merata. Namun, pembangunan infrastruktur ini seringkali terkendala dalam bidang pembiayaan. Pada semester I tahun 2015, realisasi anggaran infrastruktur pada Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) masih belum mencapai target, yakni hanya 20,9 triliun rupiah. Sedangkan hingga sampai semester II baru terdapat 76% dari keseluruhan proyek infrastruktur yang telah dirampungkan tender dan dianggarkan dalam APBN-P 2015 yakni sebesar 90 triliun rupiah.

Berdasarkan permasalahan pembiayaan pembangunan infrastruktur tersebut, Solusi yang dikeluarkan oleh pemerintah yakni dengan melakukan penggelontoran anggaran proyek infrastruktur sebesar 118,5 triliun rupiah, selain itu solusi lain yang ditawarkan adalah penerbitan aturan hukum yang menjamin proyek-proyek infrastrukturtetap berjalan dengan optimal. Dengan adanya regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah yang bertanggung awab atas pembangunan infrastruktur, seperti Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dapat menarik peluang investor dalam penanaman modal infrastruktur sehingga terjadi kerjasama antara Pemerintah dan swasta (Public Private Partnership).

Dalam hal ini, dengan adanya perencanaan pembangunan akan didapatkan hasil berupa pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur yang harus sesuai dengan estimasi umur kelayakan infrastruktur (life cycle cost) yakni biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaan infrastruktur yang akan dibandingkan dengan pendapatan yang akan dihasilkan. Perbandingan ini harus dijadikan dasar optimalisasi pendanaan pembangunan. Pembiayaan infrastrukturpun sebaiknya tidak hanya terpaku pada APBN saja, tetapi juga memanfaatkan potensi keuangan domestic yang estimasinya lebih dari 3.000 triliun yang berupa pasar modal, obligasi, sukuk, reksa dana, asuransi dll. Selin itu, adanya kebijakan yang kondusif untuk masuknya investasi infrastruktur dan juga dengan insentif untuk perepatan pembangunan infrastruktur sebagaimana telah sukses berjalan di Amerika serikat, China dan India. Investasi dapat dilakukan untuk pembangunan infrastruktur publik melalui skema kerjasama pemerintah dan swasta yang sistematis.

Pola kerjasama aliansi strategis  pemerintah dan swasta sebaiknya tidak hanya menjadikan pemerintah sebagai penanam modal (sunk cost) tapi juga melibatkan BUMN dan BUMD dengan sistem pembagian tanggung jawab atas pembangunan, operasi dan pemelihraan dan pendapatan yang akan diterima, contohnya seperti sistem BOT (built operate transfer). Keuntungan yang didapat pemerintah tidak sebesar swasta, namun dana bagi hasil yang diperoleh dapat dipergunakan sebagai modal investasi pembangunan infrastruktur selanjutnya.

 

 

DEA NUSA ANINDITYA (3613100002)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun