Mohon tunggu...
Dea Andrea
Dea Andrea Mohon Tunggu... Penulis - Freelance Writer

Halo! Nama saya Dea. Saya adalah seorang penulis lepas (freelance writer). Sebagai seorang penulis, saya memiliki ketertarikan untuk terus mengembangkan kemampuan saya di bidang kepenulisan kreatif, konten web, riset, translasi bahasa dan SEO. Selama sebulan terakhir saya fokus dalam pengembangan penulisan blog pribadi saya, di mana alamatnya dapat Anda akses pada link website di bawah. Bagi saya, menjadi seorang penulis membutuhkan kreativitas, kedisiplinan dan ketertarikan untuk memberikan dampak positif kepada para pembaca melalui kata-kata sebagai medium. Apabila Anda memiliki ketertarikan untuk bekerja sama dengan saya, jangan ragu dan jangan bimbang! Segera hubungi saya untuk menyelesaikan proyek Anda. Terima kasih telah mempertimbangkan saya sebagai pilihan Anda, semoga kita dapat segera bekerja sama. Blog saya dapat Anda akses pada alamat berikut https://dayhere.online

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

6 Tanda Kamu Terjebak dalam Helicopter Parenting

4 Juli 2023   13:00 Diperbarui: 4 Juli 2023   13:08 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Monstera at pexels.com - Mengenal metode helicopter parenting yang terlalu mengendalikan anak.

KOMPASIANA - Pernahkah kamu mendengar tentang helicopter parenting ? Mungkin kita lebih mengenalnya dengan istilah strict parenting. Helicopter parenting adalah cara mendidik yang diterapkan oleh orang tua di mana mereka cenderung mengendalikan dan mengawasi perilaku anak secara berlebihan.

Ketika kita mulai menginjak usia anak-anak hingga remaja, tentu peran orang tua dalam membentuk pribadi anak adalah hal yang penting. Orang tua mana yang tidak menginginkan anaknya berperilaku baik di lingkungan rumah, sekolah dan publik? 

Namun, tidak jarang kita menemukan sikap orang tua yang terlalu keras terhadap anak dalam menerapkan kedisiplinan. Bisa jadi hal itu pernah terjadi pada kita, bahkan hal ini tidak kita sadari telah membentuk karakter kita. 

Berikut adalah 6 perilaku yang menjadi tanda kamu pernah terjebak dalam helicopter parenting.

1. Berlebihan dalam mengkritik diri sendiri

Ketika kamu kecil, apakah kamu sering mendengar kritikan kecil dari orang tuamu, seperti “kamarmu belum bersih”, “nilaimu masih belum maksimal”, “bajumu tidak rapi” atau komentar lainnya?

Jika kamu mendengar ini setiap hari, lama kelamaan kamu akan merasa bahwa apapun yang kamu lakukan tidak akan pernah cukup untuk membuat orang lain merasa senang dengan hasilnya.

Kamu pun menjadi keras pada dirimu dan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mendapat penghargaan dari orang lain. Ketika kamu gagal mencapai sesuatu, kamu mudah merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri akan kegagalanmu.

2. Menilai dirimu sebagai orang yang jahat

Seorang anak tentu akan melakukan apa saja untuk membuat orang tuanya senang. Namun ketika ia melakukan hal yang disukai tapi orang tua selalu menentang, hal ini dapat membentuk mentalnya menjadi anak yang rendah diri.

Jika kita sering menghadapi tanggapan orang tua yang menilai apapun yang kita sukai sebagai hal yang buruk, kita akan menganggap diri kita sebagaii orang yang jahat karena melakukan hal yang dibenci orang tua.

Padahal, belum tentu yang kita lakukan itu buruk. Misalnya seperti melakukan hobi kreatif yang membuat kita senang, tapi orang tua tidak menyukai hal tersebut karena mengganggu nilai sekolah.

Ketika dewasa, hal ini dapat berdampak terhadap reaksi diri terhadap orang lain yang mengkritik kita dan menilai diri sebagai orang yang jahat karena melakukan hal tersebut, padahal orang lain belum tentu bermaksud menjatuhkan kita.

3. Jago berbohong

Orang tua yang strict sering membatasi anaknya dalam berkegiatan di luar rumah. Ada yang tidak boleh pulang malam, bergaul dengan teman-teman tertentu, nonton konser dan sebagainya. 

Membatasi kegiatan anak secara berlebihan justru mengajarkan anak untuk berbohong.

Hal ini sebenarnya dilakukan anak agar tidak membuat orang tua cemas. Namun ketika mereka mulai mendapat kebebasan dari berbohong, justru mendorong anak untuk terus melakukannya. 

Kebiasaan ini dapat terus bertumbuh ketika menginjak usia dewasa dan terus dilakukan hingga ke lingkungan kerja. Saat kita mendapat tekanan dari atasan, kemungkinan kita untuk berbohong untuk membela diri dapat saja terjadi. 

Apabila hal ini menjadi kebiasaan, suatu saat tidak ada lagi orang yang percaya pada kita dan menjadikan diri kita pribadi yang manipulatif.

4. Kebutuhan akan hidup yang terstruktur 

Ingatkah sewaktu kamu masih kecil, berapa banyak aturan yang dibuat oleh orang tua untuk kamu patuhi? Tidak boleh terlambat, makan dan tidur tepat waktu, tidak boleh pulang malam dan sebagainya. 

Banyaknya aturan ini menyebabkan kita merasa terjebak dan mendapatkan kebebasan dari aturan ketika tiba saatnya kita keluar dari rumah. Tapi ketika dewasa, mengapa hidup di lingkungan tanpa aturan begitu membebani? 

Ketika berada di tempat yang membebaskan kita melakukan apapun, justru membuat kita merasa tidak nyaman dan bingung. Kita merasa stress ketika tidak ada aturan yang jelas dan membuat kita takut untuk melangkah dan membuat keputusan.

5. Si pemberontak 

Tidak jarang anak yang sering dilarang oleh orang tuanya untuk melakukan hal yang mereka inginkan, akan tumbuh menjadi pribadi yang pemberontak. Semata-mata seseorang melakukan tersebut untuk mendapat kendali atas kebebasan dirinya. 

Namun, ada kalanya kebebasan itu menjadi kelewat batas dan kita tidak tahu lagi mana yang benar dan salah. Dalam benak kita, asalkan bisa menentang orang tua atau lingkungan sekitar, kita akan terus melawan aturan di sekitar kita. 

Anak yang pemberontak akan memiliki kecenderungan untuk terjun ke hal-hal terlarang seperti narkoba, rokok hingga kabur dari rumah.

6. Lebih mudah merasa sedih 

Ketika keinginan kita tidak terpenuhi oleh orang tua, ada kecenderungan kita memendam rasa marah dan kecewa di dalam diri. Emosi yang tidak tersalurkan dengan baik akan menjatuhkannya ke gangguan penyakit mental. 

Ketika anak tumbuh dewasa, mereka akan lebih mudah mengidap depresi dan kecemasan karena tidak tahu bagaimana menyampaikan perasaan mereka kepada orang lain, apalagi ketika berada di lingkungan yang serupa dengan rumah mereka dulu.

Setelah membaca daftar di atas, apakah kamu merasa tanda-tanda tersebut cocok dengan kepribadianmu? Adakah orang-orang di sekitarmu yang menunjukkan perilaku di atas? 

Ingatlah bahwa orang tua hanyalah manusia biasa yang sejatinya menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Tentu tidak semua yang diajarkan orang tua buruk, namun ada kalanya mereka bersikap tegas demi kebaikan kita. 

Namun, yang perlu kita sadari adalah bagaimana perilaku kita saat dewasa bisa jadi terbentuk karena pengaruh orang tua di masa kanak-kanak. Bila ada hal yang tidak membuatmu bahagia, segera konsultasikan permasalahanmu kepada pakar profesional ya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun