I. PROLOG
    Jika bagi kebanyakan anak perempuan, Ayah adalah cinta pertama dan lelaki idaman yang kelak ingin mereka temui di masa depan, maka Valerie tidak seperti itu bahkan dia berharap tidak bertemu dengan lelaki seperti Ayah nya di masa depan. Selama 17 tahun hidup nya dia sudah melihat betapa jahat nya perlakuan Ayah nya terhadap Ibu nya. Namun, entah apa yang di fikirkan Ibu nya, Ibu nya sama sekali tidak ingin berpisah dengan Ayah nya itu.
   Semua ini berawal saat Valerie tidak sengaja mendengar pertengkaran kedua orang tuanya saat dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Valerie Shanaya perempuan cantik dan murah senyum yang lahir dari seorang rahim wanita yang berkepribadian lembut dan sangat penyabar. Valerie tidak memiliki kakak ataupun adik, dia anak tunggal dia hanya memiliki teman yang tinggal di dekat rumahnya mereka adalah Baron, Natha, dan Raya. Valerie adalah anak perempuan kuat dan ceria di luar rumah, tetapi jika sudah kembali ke rumah dia hanyalah anak perempuan yang menyimpan banyak kesedihan karena perilaku Ayah nya terhadap dia dan Ibunya.
   Dulu Valerie pun sama seperti kebanyakan anak perempuan di luar sana, mengagumi sosok Ayahnya. Ayah Valerie dulu sangat lah baik, lembut, dan sangat menyayangi dia dan Ibu nya. Tetapi, itu tidak bertahan lama, singkat nya Ayah Valerie bertemu kembali dengan seseorang di masa lalu nya yang membuat dirinya buta dan melupakan kehadiran Valerie dan Ibunya.
II. The Begin
   Kala itu pada dini hari pukul 02.00 WIB Valerie tidak sengaja terbangun dari tidur nya karena merasa tenggorokan nya sangat kering, alhasil dengan langkah kaki yang pelan dan mata yang masih sedikit tertutul Valerie berjalan ke arah dapur untuk mengambil air minum. Namun tiba-tiba telinganya mendengar sesuatu yang ribut di arah kamar orang tuanya. Karena rasa penasaran nya Valerie pun menempelkan telinga nya kepada pintu kamar orang tua nya.
   "Sudah saya bilang tidak usah banyak bertanya, apa kamu tidak mengerti hah? saya lelah," kata-kata itu berasal dari mulut seorang lelaki yang selama ini selalu Valerie banggakan karena kehebatan nya. Namun, suara yang saat ini di dengar oleh nya membuat Valerie terkejut karena bentakan yang di layangkan kepada Ibunya.
   "Kamu ini sudah memiliki anak, tolong sadar. Sudah bukan lagi masanya untuk kamu bermain wanita seperti ini," suara ini jelas suara lembut Ibunya. Seketika suara lembut Ibunya berubah menjadi suara yang penuh kekecawaan dan bergetar. Valerie rasanya sudah tidak sanggup lagi mendengar semuanya, dengan mata yang sudah mengeluarkan cairan bening dia berlari kembali ke kamarnya.
   Cahaya yang berasal dari jendela kamarnya menyilaukan pandangan Valerie sehingga membuat Valerie terbangun, "rasanya aku baru tertidur selama satu menit." Semalaman Valerie menghabiskan waktunya untuk menangisi pertengkaran kedua orang tuanya, alhasil dia kekurangan tidur dan membuat kedua matanya terlihat membengkak akibat tangisan nya semalam.
   "Riri sayang, ayo kita sarapan nak," panggilan lembut dari sang Ibu sambil mengetuk pelan pintu kamarnya.
   "Iya baik bu, Riri mandi dulu," dengan langkah kaki yang malas Riri pun menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan setelah itu bergabung sarapan dengan orang tuanya di bawah.
   Setelah selesai dengan kegiatan mandi paginya Riri pun segera menghampiri Ibunya di ruang makan yang sedang mempersiapkan sarapan, dan juga ada Ayahnya yang sudah duduk menunggu makanan siap dan juga menunggu kedatangan Riri.
   "Selamat pagi, anak Ayah yang paling cantik," sapanya sambil melemparkan senyum hangatnya dan Riri pun melihat Ibunya tersenyum mendengar ucapan tadi.
   "Pagi juga Ayah, tumben ikut sarapan hehe," jawab Riri sambil terkekeh menyindir Ayahnya yang biasanya selalu hilang disaat jam sarapan.
   "Kan ini hari libur sayang, jadi Ayah ada di rumah," ucapnya sambil menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. Setelah itu, keadaan pun hening semua sibuk dengan makanannya masing-masing, Ayahnya yang selesai terlebih dahulu pergi begitu saja meninggalkan meja makan.
   "Ibu, mau Riri bantu membereskan semua ini?" Ibunya langsung tersenyum dan menggeleng pelan seraya mengusap rambut Riri, "tidak usah sayang, lebih baik kamu tidur lagi saja sepertinya kamu kurang tidur ya? Matamu terlihat agak berbeda."
   Hampir saja, Riri sudah takut Ibunya menanyakan alasan mengapa matanya terlihat sembab, tetapi untung saja Ibunya tidak langsung menyangka Riri habis menangis semalaman. "Baiklah bu, aku ke kamarku dulu ya bu."
III. The Truth
   Hari-hari berlalu dan seperti biasa tidak ada kejadian apapun, entah belum. Valerie yang sibuk dengan kehidupan sekolahnya membuat dia sesaat melupakan masalah tentang kedua orang tuanya. Namun, tiba-tiba Natha, sahabatnya mengatakan sesuatu yang sangat membuat dirinya terkejut. Natha mengatakan bahwa ia melihat Ayah Valerie makan malam bersama seorang perempuan, dan perempuan itu terlihat lebih muda dari Ibunya.
   "Assalamualaikum, Riri pulang. Ibu dimana?" Ucapnya seraya mencari-cari keberadaan sang Ibu, tak lama sang Ibu datang dari arah dapur sambil tersenyum ke arah Valerie, "waalaikumsalam sayang, ada apa?"
   Saat ini Valerie sedang mengumpulkan keberanian untuk mengatakan mengenai perselingkuhan sang Ayah kepada Ibunya, "aku mau berbicara tentang sesuatu kepada Ibu, ayo duduk dulu bu."
   "Ada apa sayang?" Tanya sang Ibu sambil mengelus pelan rambut Valerie.
   "Ibu, kenapa Ibu gak jujur aja sama Riri kalo Ayah benar-benar selingkuh dari Ibu," ucapan Valerie terhenti beberapa detik karena ia harus menahan air matanya agar tidak keluar. "Ibu jangan mempertahankan sesuatu yang akan menyakitkan Ibu nantinya, aku tidak mau terus melihat Ibu di sakiti Ayah," ucapnya sambil memegang tangan sang Ibu yang sudah menangis sejak Valerie memulai pembicaraan mereka.
   "Ibu bertahan karena kamu sayang, Ibu takut tidak bisa membiayai kamu jika kita berpisah dari Ayahmu Ri," tangis Ibu semakin pecah karena mengingat betapa sakitnya dia selama ini menahan lukanya yang sengaja dia sembunyikan dari Valerie.
   "Ibu Riri yakin kita pasti bisa, Ibu punya Riri. Jadi, ayo kita berjuang bersama-sama." Ucap Riri sambil menampakkan senyum cerahnya yang bisa memberi kekuatan pada sang Ibu.
   Saat ini, Valerie dan Ibunya sedang diam menunggu kehadiran Ayahnya. Ibunya akhirnya menyetujui permintaan Valerie untuk berpisah dengan sang Ayah, meskipun Valerie harus meyakinkan Ibunya beberapa kali. "Ri, Ibu takut. Ibu takut akan menyesal nantinya," ucap sang Ibu yang memecah keheningan diantara mereka berdua.
   "Ibu, masa Ibu mau terus-terusan bertahan? Aku malah sedih harus melihat Ibu terus-menerus di sakiti oleh Ayah." Jawab Valerie dengan nada meyakinkan kepada sang Ibu. Karena jujur saja Valerie benar-benar ingin membawa sang Ibu pergi agar beliau tidak lagi harus menerima sakit hati yang di sebabkan oleh Ayahnya.
   Tidak lama, orang yang mereka tunggu-tunggu akhirnya pulang. Ayahnya pulang dengan wajah yang berseri-seri benar-benar seperti remaja yang sedang jatuh cinta.
   "Mas ada yang mau aku bicarakan," ucap Ibu sambil menatapnya dan mengisyaratkannya untuk duduk di sofa.
   "Ada apa? Cepat saya lelah," jawabnya sambil mendudukan dirinya di sofa. Sungguh, ekspresinya berubah begitu cepat saat Ibu berbicara padanya.
   "Aku ingin cerai," ucap Ibu dengan sekuat tenaga menahan air matanya tumpah, sambil meremas bajunya sendiri. Valerie yang melihat itu langsung menggenggam tangan sang Ibu untuk menguatkannya.
   "Baguslah, saya memang menunggu kamu untuk menceraikan saya," kata-kata sangat mudah sekali keluat dari mulutnya, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Bahkan setelah mengucapkan kata-kata itu, dia langsung pergi ke kamar tanpa mengucapkan apapun lagi.
   Tangis Ibu pecah, Valerie tidak sanggup melihatnya namun ia harus terlihat kuat agar Ibunya tidak semakin sedih. "Ibu sudah jangan sedih masih ada Riri disini," Valerie berharap dia benar-benar bisa membuat Ibunya semakin kuat.
   Seminggu berlalu, tak terasa hari ini adalah hari dimana sidang perceraian akan di laksanakan. Namun, Valerie tidak menemani Ibunya di persidangan padahal dia ingin hadir memberikan kekuatan bagi sang Ibu, tapi apa daya dia memiliki jadwal ujian hari ini.
   "Kamu kenapa? Sedang tidak sehat ya?" Tanya Natha yang sontak menyadarkan Valerie dari lamunannya, "eh engga kok, cuman lagi mikirin aja nanti soal ujian susah gak ya hehe." Ingin rasanya Valerie jujur kepada Natha tentang semuanya, tapi Valerie rasa waktunya belum cukup pas untuk membicarakan hal seperti ini.
   Saat ini Valerie sedang di perjalanan menuju pulang, pulang ke rumah barunya. Sebenarnya, bukan rumah mereka tetapl rumah peninggalan kakek dan neneknya, sudah 3 hari mereka pindah kesana.
   "Assalamualaikum Bu, Riri pulang." Salam Riri di balas dengan senyuman manis sang Ibu rasanya lega melihat Ibunya baik-baik saja. "Waalaikumsalam sayang, bagaimana tadi ujiannya?"
   Valerie menampilkan senyum lebarnya dan mendekat ke arah sang Ibu, "lancar bu, Ibu bagaimana tadi?"
   "Lancar, alhamdulillah. Ibu lega, rasanya semua beban Ibu hilang."
IV. THE END
   Kehidupan Valerie berjalan dengan sangat baik, baik kehidupan sekolah dan kehidupan keluarganya. Ibunya membuktikan dengan baik bahwa dia bisa melewati semuanya. Begitu juga dengan Valerie tak terasa ia akan menjadi seorang mahasiswi sebentar lagi, dia berhasil membuat bangga sang Ibu dengan lolosnya dia masuk ke sebuah universitas. Hidup mereka menjadi jauh lebih baik meskipun kadang kesusahan datang, tetapi mereka saling menguatkan satu sama lain hingga mereka bisa melewati semua ini.
   Mengenai kehidupan sang Ayah, Valerie tidak tahu menahu tentang itu. Bukan, bukan berarti dia memutus hubungan dengan sang Ayah, bahkan Ayahnya lah yang bersikap seolah dia melupakan Valerie. Oleh sebab itu, rasanya Valerie capek jika terus menghubungi Ayahnya sedangkan sang Ayah tidak menganggapnya.
   Dengan semua kejadian ini, Valerie bertekad untuk membuktikan bahwa dia bisa, dia bisa menjadi sukses bahkan tanpa sang Ayah. Valerie ingin membuat Ayahnya menyesal, Valerie ingin membuktikan bahwa dia dan Ibunya bisa.
   Seperti saat ini, Ibunya bisa membuka usaha Toko Kue hasil jerih payahnya sendiri. Selama ini, Ibu Valerie sering menerima pesanan kue sampai akhirnya ia dapat membuka sebuah toko. "Ibu selamat ya, Valerie bangga punya Ibu," ucap Valerie sambil memeluk erat sang Ibu.
   "Ini juga semua berkat kamu Riri, kamu selalu membantu Ibu dan kamu juga yang membuat Ibu bertahan sejauh ini."
   "Ibu, Riri akan berusaha sebisa mungkin agar bisa membuat Ibu bangga. Riri juga ingin membukti kepada Ayah kalo Riri bisa," sang Ibu hanya tersenyum mendengar ucapan Riri, senyum yang hangat yang mampu menenangkan Riri.
   Kehadiran sesosok Ayah bagi anaknya sangatlah penting, apalagi seorang perempuan. Pada dasarnya, anak perempuan ingin memiliki seorang Ayah yang dapat memberikan dia kasih sayang, dan juga sebuah perlindungan. Kehilangan sesosok Ayah adalah sebuah mimpi buruk bagi Valerie, begitu juga anak perempuan lainnya. Kadang, ada kalanya seorang anak sangat membutuhkan kehadiran sang Ayah, terutama sebuah perlindungan.Â
   Namun, Riri berhasil membuktikan bahwa dia bisa melewati semua ini meskipun tanpa kehadiran sang Ayah. Semua ini berkat sang Ibu yang selalu berjuang dan bertahan selama ini. Karena, pada dasarnya kehidupan tidak selalu tentang kebahagiaan, setiap orang pasti mengalami sebuah kesedihan, tapi kita harus selalu ingat bahwa life is a choice. Jangan ragu untuk meninggalkan sesuatu yang akan menyakitkan kamu nantinya. Tinggalkan sesuatu yang menyakitkan itu dan yakinlah bahwa setelah itu kita bisa menjemput kebahagiaan kita.
  Â
  Â
Â
 Â
 Â
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H