Mohon tunggu...
Dea Alfiant
Dea Alfiant Mohon Tunggu... -

Law Student

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik Ahok dan M. Taufik yang Kian Meruncing

7 November 2014   06:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:25 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="318" caption="Ahok dan M. Taufik"][/caption] Polemik antara Ahok dan M. Taufik terkait kengototan dirinya untuk maju menduduki kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta hingga kini masih layak untuk diperbincangkan. Penolakan  terang-terangan dikemukakan Ahok atas pengajuan M. Taufik  oleh Partai Gerindra makin menguatkan perseteruan antar kedua belah pihak. Perselisihan antar keduanya mulai mencuat saat permasalahan RUU Pilkada mengemuka, dimana Ahok secara terbuka mendukung Pilkada dilakukan secara langsung, berseberangan dengan fraksi Partai Gerindra yang menginginkan Pilkada dilaksanakan melalui DPRD. Oleh karena sifat Ahok saat itu, M. Taufik meminta Prabowo Subianto untuk memecat Ahok. Namun sebelum terjadi pemecatan tersebut Ahok sudah terlebih dahulu mengundurkan diri dari Partai yang mengusungnya menjadi Wakil Gubernur pendamping Jokowi tersebut. Bila kita menilik kembali rekam jejak M. Taufik sebelum dia menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta sekarang ini, dia merupakan mantan Ketua KPU DKI Jakarta periode 2003-2008. Namun pada masa baktinya tersebut, tepatnya pada tahun 2004  M. Taufik terjerat kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilihan Umum, dan terbukti bersalah merugikan Negara sebesar 448 Juta rupiah, serta dijatuhkan hukuman pidana selama 18 bulan. Kengototan M. Taufik untuk maju mengisi kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta bercermin dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur mengenai mekanisme pengangkatan Wakil Gubernur saat Wakil Gubernur pertama naik jabatan menjadi Gubernur. Jadi, supaya Ahok dapat naik menjadi Gubernur, dia harus terlebih dahulu mendapatkan orang untuk mengisi kursi Wakil Gubernur yang ditinggalkannya. Menurut sumber Kompas.com pada Senin 13 Oktober 2014.

“Taufik mengatakan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur mengenai mekanisme pengangkatan wakil gubernur saat wakil gubernur petahana naik jabatan menjadi gubernur.

“Jadi, suruh Ahok (Basuki) baca undang-undang. Ahok itu ngawur,” ujar politisi Partai Gerindra itu, Senin (13/10/2014).

Sebelumnya, Ahok menyatakan tidak mau meneken usulan calon wagub yang bakal mendampinginya jika pilihannya hanya Taufik dari Gerindra dan Boy Sadikin dari PDI-P. “Gue enggak mau tanda tangan, boleh dong. Sebelum dipilih anggota DPRD, usulannya kan mesti dari saya dulu, ya sudah mending tidak usah tanda tangan,” ujar mantan anggota komisi II DPR RI tersebut.

Dalam tulisan ini, saya tidak ingin membahas masalah Undang Undang ataupun segala macam aturan partai, tapi saya hanya ingin melihat dari sisi efektivitas kerja dan kelayakan seorang calon pemimpin saja.

Dalam beberapa kesempatan, Ahok yang nantinya akan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sudah dengan tegas menolak M.Taufik, sebagai calon Wakil Gubernur, yang akan diajukan oleh Partai Gerindra.

Yang menjadi dasar penolakan Ahok terhadap pengajuan M. Taufik sebagai calon Wakil Gubernur DKI Jakarta adalah Perppu No. 1 Tahun 2014. Perppu tersebut dengan jelas mematahkan RUU Pilkada terbaru yang telah disahkan oleh Komisi II DPR. Melalui Perppu tersebut, kewenangan memilih Wakil Gubernur kembali diserahkan sepenuhnya ke Ahok selaku pejabat terkait tanpa campur tangan DPRD didalamnya. Kini pilihan Ahok akan menentukan siapa yang akan mendampinginya dalam rangka membenahi carut-marutnya kota Jakarta di sisa periode jabatannya. Pilihan tepat harus dibuat oleh Ahok agar nantinya tidak menimbulkan polemik baru kedepannya. Jangan sampai usaha membenahi kota Jakarta yang sudah telah dicanangkannya bersama Jokowi sebelumnya menjadi terbengkalai dan melenceng dari perkiraan akibat keputusan yang salah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun