Mohon tunggu...
Dewi Nur Jannah
Dewi Nur Jannah Mohon Tunggu... -

State Islamic University Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seni Mendisiplinkan Anak

13 April 2016   10:46 Diperbarui: 13 April 2016   11:02 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Disiplin adalah salah satu karakter utama, yang harus diinternalisasikan pada anak sejak dini. Sayangnya, sebagian besar orang tua di negeri ini sering salah persesi mengenai disiplin. Mereka menyamakan disiplin itu dengan hukuman, dan aank yang melanggar harus dihukum secara fisik.

Akibat persepsi keliru para orang tua dan guru tentang disiplin, banyak anak yang menerima tindak kekerasan. Anehnya, hal itu dianggap sebagai sebuah kewajaran. Buktinya, kita seringmendengar di berbagai media massa yang memberitakan masih banyak anak yang mengalami tindak kekerasan dari orang tua atau guru dengan alasan untuk mendisiplinkan anak.


 Sebagian besar orang tua menggunakan pedekatan disiplin dengan teriakan dan memukul pada anak usia 2 sampai 3 tahun. Sedangkan untuk usia 4 tahun ke atas orang tua sering menggunakan pendekatan time out (pengistirahatan) serta penghilangan hak.


 Apa yang menyebabkan orang tua terbiasa menggunakan tindakan kekerasan untuk mendisiplinkan anaknya? Menurut Allen (2005), orang tua dalam memilih pendekatan disiplin melihat pada masa kecilnya ; jika pada masa kecilnya orang tua menggunakan pendekatan memukul maka pendekatan tersebut akan diberlakukan pada anaknya. Jadi pendekatan yang dipilih itu dilakukan secara turun temurun.


 Adapun pendekatan time out (pengistirahatan) dalam mendisiplinkan anak, sejatinya sangat ditentang oleh National Association for the Education of Young Children (NAEYC). Itu karena pengistirahatan biasanya berupa tindakan menjauhkan anak untuk duduk atau berdiri sendiri dan memikirkan apa yang sudah diperbuat. Namun terlepas dari fakta, orang tua atau guru tidak bisa mengendalikan apa yang dipikirkan anak, mungkin anak memikirkan betapa marahnya ia pada orang tua atau guru yang menghukumnya; dari pada tentang apa yang ia perbuat pada situasi tersebut.


 Hukuman menurut Papalia (2003), kadang memang diperlukan untuk memperbaiki perilaku anak, meluruskan dari kesalahan, dan membentuk budi pekerti yang luhur. Namun dalam kenyataannya, orang tua atau guru dalam melakasanakan hukuman dengan metode dan cara yang kurang tepat; sehingga yang terjadi anak bukan menjadi lebih baik tetapi justru menjadi lebih buruk. Seperti anak menjadi lebih agresif, anak mengalami penderitaan fisik maupun psikologis berkepanjangan. Dengan demikian, untuk mendisiplinkan anak, orang tua atau guru sebisa mungkin menghindari menggunakan cara hukuman.


 Sebagian orang tua dan guru juga masih menggunakan metode hukuman dan hadiah dalam mendisiplinkan anak. Padahal sejatinya, prilaku itu kurang baik bagi tumbuh kembang anak. Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kedua metode itu tidak efektif dan bahkan dapat merugiikan anak terutama dalam jangka waktu lama (Allen, 2005).
 Hukuman memang bisa menghentikan tingkah laku sesaat, sementara hadiah bisa mendorong agar bertingkah laku yang baik juga dalam jangka waktu sesaat. Namun, dalam jangka panjang hukuman kadang bisa membawa dampak traumatic psikis maupun fisik pada anak., sedangkan hadiah atau pujian kkadang bisa mengecilkan hati anak, mengurangi motivasi untuk belajar dan kerja sama (Marfiah Dwi Wulandari, 2004).


 Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana sebaiknya cara mendisiplinkan anak yang baik dan manusiawi? Menurut hemat penulis, ada beberapa seni mendisiplinkan anak, di antaranya:


1. Berikan aturan pada anak, tetapi imbangi dengan curahan kasih sayang yang lebih besar lagi. Kasih sayang menjadi penting bagi imbal balik dari aturan yang sudah diterapkan oleh orang tua. Adanya kasih sayang dan perhatian yang besar, akan membuat anak merasa bahwa dirinya tidak sendiri, diperhatikan oleh orang-orang yang menyayangi, dan baginya mematuhi perintah orang yang menyayangi adalah sebuah kewajaran. Dalam mengasuh anak, orang tua hendaknya juga menyesuaikan perilaku mereka terhadap anak. Misalnya, orang tua tidak boleh memperlakukan anak berusia lima tahun dengan anak yang berusia dua tahun dengan cara yang sama. Mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan dan kemapuan yang berbeda.


2. Disiplin sebagi bagian dari pengajaran dan pembelajaran. Dalam hal ini, orang tua menggunakan kebijaksanaan untuk mengajarkan nilai-nilai yang memperlihatkan beapa seorang anak dapat menentukan pilihannya sendiri dengan baik. Dalam pembelajaran terdapat suatu proses yang berjalan seiring waktu dan memerlukan pengulangan serta pematangan kesadaran. Sedangkan disiplin sebagai pengajaran, memungkinkan orang dewasa untuk memandang sifat anak yang kurang menyenangkan sebagai kesempatan untuk mengadakan perubahan. Dengan begitu, orang dewasa bisa mengembangkan sikap positif terhadap anak, menghilangkan kata-kata hinaan terhadap perilaku yang kurang menyenangkan, serta mendorong anak untuk bekerja sama memilih perilaku yang tepat.


3. Tanamkan persepsi bahwa disiplin itu sebagai sesuatu yang penting. Orang tua / guru harus meyakinkan anak bahwa disiplinitu merupakan bagian penting pembentuk karakter. Disiplin dapat memberi anak rasa aman, dengan memberitahukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Disiplin membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah. Disiplin juga memperbesar penyesuaian pribadi dan sosial anak. Dengan demikian, disiplin sangat diperlukan anak karena anak akan mengerti konsep mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, anak memiliki penyesuaian pribadi dan sosial yang baik serta pengendalian diri yang baik. Dengan memiliki disiplin diri yang baik anak akan memperoleh kebahagiaan dan rasa aman di lingkungan kelompoknya.


4. Pengenalan secara tegas mana yang benar dan mana yang salah. Untuk mengajarkan nilai disiplin ada anak, anak perlu dikenalkan apa yang salah dan apa yang benar serta batasan terhadap perilakunya supaya dapat diterima di lingkungan kelompoknya. Dengan kata lain, anak harus diajarkan batasan pedoman yang tegas agar anak mengerti seberapa jauh ia harus berperilaku dan kapan harus berhenti. Selain itu, anak juga perlu diajarkan bagaimana bertingkah laku dan bersikap sesuai dengan tata cara yang ada. Kalau pada permulaan, pengertian benar dikaitkan dengan lingkungan yang menerima dan pengertian salah kalau lingkungan tidak menerima, maka lambat laun sesuai dengan perkembangan anak. Perlu diperhatikan bahwa proses pengenalan baik dan buruk dilakukan dengan cara yang menyenangkan serta memberikan kepuasan pada anak.


5. Pentingnya motivasi. Orang tua dan guru perlu memberikan motivasi agar anak mempertahankan tingkah laku yang baik. Sementara perilaku yang kurang baik tidak mendapat pujian, dengan demikian anak akan merasa bahwa tingkah laku yang buruk itu tidak diinginkan karena tidak memberikan kepuasan dan tidak sesuai dengan norma di sekitarnya.


6. Ajarkan disiplin sejak dini. Usia dini merupakan masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama. Menurut Gunarsa (2004) mengajarkan nilai disiplin sejak dini dimaksudkan agar lebih mengakar pada anak sehingga akan menjadi suatu kebiasaan. 

Sedangkan menurut Edwards (2006) orang tua sebaiknya mengendalikan anak yang sulit diatur selagi mereka kecil, karena perilaku yang sulit diatur akan terbawa sampai mereka dewasa. Anak usia 3-6 tahun dalam perkembangannya termasuk masa kanak-kanak awal (Helms & Turner, 1981). Masa kanak-kanak awal merupakan anak usia dini. Berns (dalam Patnai, 2005) menyatakan salah satu tugas perkembangan pada masa kanak-kanak awal adalah mengembangkan kesadaran untuk mematuhi aturan meskipun tidak ada figur otoritas.

Sumber: Agus Wibowo, M.Pd, 2012. Pendidikan Karakter Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun