Pagi telah pergi/ Mentari tak bersinar lagi/ Entah sampai kapan/ 'Ku mengingat tentang dirimu
Aku kepik berwarna keemasan, dengan bintik hijau biru dan kelabu. Dan aku pun singgah berdiam di salah satu ranting pohon mahoni, di sudut kebun. Embun pagi meninggalkan titik-titik air di untaian daun, kelopak bunga juga di rerumputan. Pekat kabut pagi, perlahan memudar menyibak terang dari tirai kelabu kabut. Mentari pagi ini hadir, seolah embun enggan uap-kan diri, ingin tetap menempel. Tapi sekepal demi sekepal, sang surya perlahan menaik, keengganan embun terhalau oleh tarikan sinaran mengajak embun untuk lekas beranjak dengan janji kembali di malam pekat. Â
Kebun bunga itu asri dan luas. Beberapa pohon berdiri di di sela-sela taman itu. Daun berguguran berserak di antara tanaman bunga. Bersama petugas kebun, mulai mendayung dengan sapu lidinya, menyapu dedaunan ke beberapa titik. Satu demi satu, gunungan daun menguning ditumpuk di lorong bebungaan. Setelan terkumpul dengan lebih belasan tumpukan, mulaikan pengki dipakai untuk mengumpulkan gegunungan kedalam tempat sampah. Kuamati proses kerja itu dari kejauhan. Entah kenapa, aku memandang jauh ke bapak itu, sedangkan aku masih hinggap di tangkai pohon ini.
Pagi itu, di hamparan warna-warni kembang, niat hati tuk terbang jelajahi indahnya hijau dedaunan dan beragam corak kelopak Aku asyik amati kejauhan, dari serakan dedaunan menjadi panorama yang asri. Pandangan kearah itu, seolah meneropong jauh ke belakang, sang bunga yang hendak mekar. Warna di dalam kuncupmu, tampak beda, biru muda awalnya. Tampak mata memandang, sangat beda di selasar sejuta warna merah, jingga, kuning dan putih. Entah kenapa sang bunga itu yang beda.
***
Lahan yang digarap penuh jenis bunga, mawar, sedap malam, krisan dan sedikit angrek. Kembang pilihan, konon kabarnya akan pergi jauh. Sesuai minat dan tujuan, menyeberang laut melintasi samudera katanya. Aku bersama gerombolan kepik, selalu terbang di pagi hari, sebelum terik mentari menghujam. Aku akan hinggap di dedaunan di beberapa bunga. Aku disukai para petani bunga. Aku, si kepik predator yang baik. Aku dan kelompokku, banyak memangsa hewan kecil yang mengganggu tumbuhmu sebagai berkembang. Kutu daun, tungau, kutu putih, ulat kecil, telur serangga, kepompong, lalat putih, psyllids, kan dimangsa bersama kelompokku. Tak kenal ampun.
Saat aku, hinggapimu, sang bunga biru. Aku datang padamu, untuk bantu menghalau hama pengganggu. Awalnya kamu, hanya anggapku sebelah mata. Aku bukan kumbang yang gagah, aku hanya kepik rapi dengan perisai polkadot melindung sayapku. Beberapa kali aku di dekatmu, kau acuh. Engkau hanya menanti pongah sang kumbang. Kumbang hitam gagah dengan kumis melintang. Aku tak iri dengannya. Aku tetap datang dan hinggap, tuk halau kutu dan tungau yang menempel tubuhmu.
Perlahan, engkau mulai lihat baikku. Gimana semangatku sebagai predator baik. Predator yang beri manfaat untuk tumbuhmu, untuk buatmu mekar dengan penuh pesona tanpa ada hama menggoda.
Dan akhirnya kamu bisa berbagi resah. Curahkan hati, karena engkau tau karena pesonamu yang beda dengan yang lain, kau tinggal menunggu waktu untuk hijrah ke seberang sana. Pindah jauh melintas laut, menyeberang samudera. Rindu akan tulusku merawatmu, singkirkan pengganggumu, Â enyahkan gulma tubuhmu.
'Ku hanya diam/ Menggenggam menahan/ Segala kerinduan/ Memanggil namamu/ Di setiap malam/ Ingin engkau dating/ Dan hadir di mimpiku/ Rindu
***
Dan waktu 'kan menjawab/ Pertemuanku dan dirimu/ Hingga sampai kini/ Aku masih ada di sini
Kuncupmu sudah keluar tujuh. Tentu pesonamu menarik..... Dan saatnya sudah tiba. Kamu dan beberapa kawanmu sudah masuk dalam kardus, siap bersama, eksodus. Meninggalkan lahan-lahan yang tak tandus.
Hanya tertinggal tapak jejakmu, tempat engkau dulu tumbuh. Kuncup meranum, keunguan biru satu kuncup telah mekar. Itulah saat terakhir aku melihatmu sore itu. Belum sampai embun mendekapmu. Saat mentari datang, dan aku, sang kepik hmpiri hanya bayangmu tertinggal di tapakmu. Itu bayangan kamu, sang kembang biru. Aku, dalam titik rinduÂ
Tentang rindu........
***
Dan bayangmu/ Akan selalu bersandar di hatiku/ Janjiku pasti 'kan pulang bersamamu
Jakarta, 6 Juli 2020
Tentang Rindu - Muhammad Devirzha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H