Mohon tunggu...
Adi Gunawan
Adi Gunawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Seorang jurnalis, penulis dan blogger. Aktif dalam kegiatan di alam bebas, outbound dan travel agent.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Zero City: Penguntit (Part 1)

23 Februari 2023   16:00 Diperbarui: 23 Februari 2023   16:04 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita fiksi. Ilustrasi: pinterest.com/ll_FiMM_ll

Di salah satu rumah sakit pemerintah, terdengar suara-suara batuk yang saling bersahutan, tak terhitung berapa banyak pasien yang mengeluarkan cairan merah kental dari mulut dan hidung mereka. Seperti pos kesehatan di masa perang dunia II, darah berceceran di setiap sudut lantai, tembok, dan pakaian para perawat di ruang isolasi.

"Baik pemirsa, delapan tahun dunia hidup damai dengan virus mematikan. Namun, Tim ABC menemukan sebuah fakta baru bahwa virus tawa mematikan ini telah bermutasi," lapor Rian dalam siaran langsungnya dari lokasi kejadian.

Tiba-tiba, seorang pasien yang berjalan dengan terhuyung-huyung mendekat. Dia menyeret kakinya di lantai dan tanpa mengangkat sepatu kusam yang ternodai bercak merah pula.

"Rian, kembali ke studio! Tampaknya situasi di lapangan semakin genting," terdengar suara seseorang dari belakang.

Pasien itu semakin mendekat dan nampak terlihat seperti zombie. Mutasi virus yang mematikan ini lebih menyeramkan daripada delapan tahun lalu, ketika virus pertama kali muncul dan dianggap sebagai konspirasi bisnis yang manis.

"Rian, ulangi, kembali ke studio!" seru orang yang memanggil Rian dari belakang.

Dengan hati berat, Rian meninggalkan tempat kejadian untuk kembali ke studio dan memberikan update terbaru tentang situasi di lapangan.

"Rian!"

"Rian!!!"

Teriakan itu mengagetkan reporter bernama Rian yang tengah memandangi kamera untuk siaran langsung. Seorang pasien tiba-tiba mendekatinya dengan langkah tergopoh-gopoh. Rian dan kameramen panik, mencoba menghindar, tapi terlambat. Pasien itu memuntahkan cairan merah kental dan berlendir ke wajah mereka. Keduanya basah kuyub. Tidak masuk akal, bagaimana bisa cairan itu keluar dari mulut dengan amat banyak hanya dalam satu kali pompa saja. Sementara pasien itu jatuh dan tidak sadarkan diri.

Di dalam sebuah rumah sederhana, televisi kehilangan sinyal saat itu juga. Laporan Breaking News dari Media ABC pun akhirnya terputus, tepat saat sang reporter itu menjerit-jerit histeris.

"Wah, di luar tampaknya sudah semakin genting ya, Win," kata seorang suami kepada pasangannya, yang tengah menikmati hidangan makan siang.

Belum diketahui pasti, apa dampak yang terjadi dari virus bermutasi ini. Belakangan diketahui hampir sembilan puluh persen pasien yang terpapar virus itu tewas mengenaskan. Tiga puluh persen di antaranya ditembak mati usai mengeluarkan cairan merah pekat.

Di ruang tengah dalam rumah itu, pasangan muda yang baru saja menikah pekan lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

Televisi yang sebelumnya kehilangan sinyal seketika hidup kembali. "Mohon maaf, pemirsa. Dari studio ABC TV kami menyampaikan belasungkawa atas rekan kami, sang reporter, serta kameramen yang diketahui tewas terpapar virus tawa ini di pusat kesehatan pemerintah. Saat ini kami akan melaporkan liputan eksklusif di pusat penelitian milik pemerintah. Baik, Dr. Samuel, kami persilahkan."

"Kami telah menguji sampel virus tawa ini, dan perlu diketahui masyarakat bahwa virus ini telah bermutasi menjadi dua, virus A dan virus B, yang mana dampaknya pada pasien yang terpapar virus A akan tidak sadarkan diri usai memuntahkan darah, bahkan berujung kematian."

"Sebentar pak, barusan Anda menyebutkan bahwa virus ini bermutasi menjadi dua jenis, apakah yang Anda maksud virus B merupakan virus yang sama dari sebelumnya?" tanya presenter.

"Tidak. Sejauh ini kami tidak mendapatkan bahwa virus sebelumnya masih ada. Setelah bermutasi, virus lama akan mati. Kami sedang menguji lebih dalam virus B yang merupakan hasil mutasi ini. Beberapa data yang kami terima, sampel virus model B membuat pengidapnya menjadi seperti zombie, tidak sadarkan diri, dengan halusinasi yang sangat-sangat tinggi."

Sementara laporan terus berlangsung, di tengah makan malam yang sunyi, Win memberikan pujian pada masakan sang istri. "Masakanmu enak, Win. Dagingnya empuk dan segar."

Namun sayangnya, pujian tersebut tidak dijawab oleh sang istri. Win tidak memperdulikan respons tersebut dan melanjutkan untuk menikmati makanannya sambil tertawa. Namun, tiba-tiba ia menemukan isterinya yang tak sadarkan diri dengan mulut berlumur darah.

***

Di sudut perbatasan Kota Zero, terdapat pengawasan ketat oleh ribuan personel gabungan, yang terdiri dari tentara dan kepolisian. Mereka melakukan penjagaan selama dua puluh empat jam dengan pergantian sift secara berkala. Penduduk asing dilarang memasuki kota ini sejak pengumuman situasi pandemi oleh para pemimpin dunia.

Kota Zero terlihat seperti sebuah penjara raksasa, dengan batas kota yang dipagari tembok besi yang mengeluarkan sengatan listrik. Setiap kurang dari seratus meter terdapat sebuah pos jaga yang dahulu bersifat sementara, kini telah menjadi bangunan permanen lengkap dengan fasilitas penunjangnya.

Saat seorang prajurit bertanya tentang virus yang telah bermutasi, rekan sejawatnya menyebutkan bahwa Kota Zero adalah satu-satunya wilayah yang aman dari virus tersebut. Aktivitas di dalam kota berlangsung seperti biasa dan penduduk tidak memerlukan masker atau alat pelindung lainnya.

Kota ini dihuni oleh kaum elit dari berbagai negara, termasuk para Globalis yang dikatakan menguasai dunia. Hanya Presiden, sejumlah Menteri, Jenderal, Staff Ahli Negara, Teknisi, dan para ahli lain yang diizinkan menetap di Kota Zero, sesuai dengan kebutuhan pemerintah dalam membangun peradaban baru yang mereka sebut sebagai 'Pemerintahan Dunia'.

Meski menjadi kota yang paling aman dari virus mematikan, Kota Zero sepi aktivitas dan hampir tidak memiliki kendaraan yang melintas. Ada satu titik yang dijaga ketat oleh aparat, yang merupakan akses ke bawah tanah tempat sekitar satu juta kaum elit tinggal. Setiap keluarga memiliki bungker sebagai rumah.

Kota Zero terlihat seperti sebuah peradaban kuno tanpa istana, dengan bangunan yang sebagian besar hanya satu lantai. Pusat pemerintahan adalah satu-satunya gedung tinggi, dengan tinggi yang hanya sampai empat lantai. Namun, di bawah tanah Kota Zero, terdapat peradaban baru yang tersembunyi dari pandemi dan segala macam ancaman luar.

Grace sedang menjalani isolasi di pusat transmigrasi di sudut Kota Zero. Dia telah membeli sebuah bungker kelas E senilai satu juta dolar Amerika atau sekitar tujuh puluh miliar rupiah, hasil dari seluruh profit perusahaan milik keluarganya.

"Padahal, dahulu, Ayah pernah mau beli bungker di sini, kan? Lihatlah, bungker yang hanya ratusan juta kini menjadi miliaran," bisik Grace.

"Sudahlah, Nak, sebentar lagi kita akan hidup dengan damai," tukas Ayah Grace, sembari memasuki ruang dengan tembok baja berlapis-lapis.

"Kau dengar, orang tua tak berguna itu memiliki tiket bungker kelas sedang," kata seorang pria paruh baya yang menguntit perbincangan Grace bersama Ayahnya.

"Kau serius, Tom?"

"David, dengarkan aku baik-baik. Aku memiliki rencana bagus!" timpalnya.

"Apa maksudmu, kau ingin merebut tiket darinya? Kau gila, Thomas. Kau gila!"

"Jangan terlalu keras!" kata Thomas, sembari menginjak kaki David dan segera membekap mulutnya, "kita hanya memiliki tiket kelas Z. Kau tahu, fasilitas bungker kelas E termasuk kelas elit."

"Tapi bagaimana jika petugas mengetahui rencana kita?"

"Tidak akan jika kau tak banyak bicara!"

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun