Permasalahannya, Google sudah lahir satu langkah di depan dengan pengembangan kecerdasan buatan. Sebagian produk Google seperti Google Search, Google Translate, Google Photos, Google Maps, Google Assistant, dan sebagainya menggunakan AI.
Artinya apa? Informasi yang dikeluarkan Chat GPT secara tidak langsung sudah lebih dahulu sudah terekam di Google.
Menyinggung algoritma Google sedikit, web crawler Google bernama Googlebot merayap secara otomatis pada seluruh situs setiap saat, termasuk Kompasiana ini.
Bahkan, Google lebih mengerikan karena diprogram untuk merekam. Salah satu contohnya dapat diperhatikan dari Iklan yang muncul di ponsel kita. Ketika kita menyukai otomotif, Google akan merekomendasikan iklan tersebut agar sesuai sasaran.
Dari Google Search, Google juga merekam setiap keyword atau kata kunci yang dituliskan oleh penggunanya. Jika pada tahun 2021 Google digunakan oleh 3,2 miliar pengguna di seluruh dunia, bayangkan berapa banyak kata kunci yang dihasilkan?
Sedangkan Chat GPT tidak diprogram untuk melakukan itu. Chat GPT tidak diprogram untuk merekam hasil tulisan yang diberikan oleh pengguna. Informasi yang tersedia juga terbatas hingga Tahun 2021.
Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut perlu juga diketahui bahwa persaingan page one dalam Google Search sangat ketat. Ada beberapa faktor untuk bisa menembus masuk ke dalamnya.
Sedangkan, responsif Googlebot lebih menyukai "hal baru". Meski selintas artikel yang dihasilkan Chat GPT tergolong layak, namun tetap saja tidak bersaing.
Sementara dapat ditarik kesimpulan tulisan yang dihasilkan Chat GPT memang bermanfaat dalam memproduksi kebutuhan konvensional, seperti narasi iklan, deskripsi produk dan kebutuhan sebagainya.
Lalu apakah Chat GPT bisa dimanfaatkan untuk menulis? Rasanya spek robot AI satu ini masih kentang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H