Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Sosiologi FIS UNJ

Mahasiswa yang mencoba untuk menebarkan kebermanfaatan. Ditengah era degradasi moral yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tuhan

7 November 2022   23:05 Diperbarui: 7 November 2022   23:14 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan, boleh mengeluh? Kian hari kian berat saja jalan kehidupan. Entah apa yang harus dilakukan, sepertinya sudah tidak berguna. Tindakan yang dilakukan, selalu tidak tepat. Upaya yang dilakukan selalu tidak berdampak baik. "Benar, hidup harus terus berjalan, tertatih sekalipun haus tetap dijalani"

Tapi, kini bukan hanya tertatih, melainkan sudah tidak bisa melangkah. Ibarat sebuah tubuh yang tidak bernyawa. Hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit, detik demi detik telah dilalui. Namun, rasanya kian berat dan raga ini tidak kuat.  

Tuhan, apakah harus berhenti untuk kuliah? Apakah harus sampai disini? Jika itu yang terbaik, maka akan dilakukan. Sepertinya, hanya menjadi beban, lebih baik berhenti dan mencoba untuk berdampak. Tuhan, berjanjilah setelah berhenti, keadaan akan membaik. Tuhan, boleh aku sebut faktor apa saja?

Pertama. Keluarga sudah hancur. Keduanya sudah tidak memberikan ruang nyaman. Memilih untuk memikirkan dirinya masing-masing. Sehingga, saya harus memikirkan adik-adik. Jika saya gagal sebagai anak, maka saya tidak mau gagal menjadi kakak. Jika saya gagal sebagai manusia, setidaknya saya menjadi kakak yang baik untuk adik-adik saya. Kedua. Saya sudah tidak bisa menahan beban yang luar biasa ini. Menuntaskan kuliah yang masih lama, membutuhkan uang, dan waktu. Lebih baik digunakan untuk mencari uang dan membahagiakan adik-adik. Sudah, bagian itu dahulu tuhan. Sisanya, menjadi urusan kita berdua.

Tuhan, jika memang ini menjadi jalan dan garis takdir. Tolong kuatkan, dan tetap tegarkan diri ini. Semoga kuat dalam menjalaninya. Tuhan, akhir-akhir ini saya lebih banyak berdiam diri, meratapi semuanya dengan pikir yang kosong. Seperti raga tak bernyawa. Entah kenapa, saya sudah tidak bisa untuk lebih kuat.

Tuhan, maaf hamba banyak mengeluh, apalagi dalam range satu bulan ini. Tuhan, maaf hamba telah gagal menjadi hamba, maafkan, dan berikan kembali jalan yang baik. Tuhan, kuatkan dan berikan hati yang lapang.

Kemudian, untuk mamah dan papah. Mohon maaf saya telah menjadi beban, anak yang gagal, tidak bisa membantu dan hanya memberatkan. Percayalah, saya akan berusaha untuk menjadi kakak yang berhasil, memberikan segenap kemampuan dan seluruhnya untuk adik-adik saya. 

"Biarlah saya gagal, tapi tidak dengan adik-adik"

Akhirnya, tuhan terima kasih telah mendengar semuanya.

Terimakasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun