Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Sosiologi FIS UNJ

Mahasiswa yang mencoba untuk menebarkan kebermanfaatan. Ditengah era degradasi moral yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

HAM: Masih Berfungsi?

18 Maret 2022   16:50 Diperbarui: 18 Maret 2022   16:59 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hak asasi manusia merupakan hak yang bersifat fundamental, yaitu hak-hak dasar yang dimiliki manusia yang dibawanya sejak ia lahir yang berkaitan dengan harkat dan martabatnya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga keberadaannya merupakan keharusan, tidak dapat diganggu gugat, bahkan harus diimbangi, dihormati dan dipertahankan dari segala macam ancaman, hambatan dan gangguan dari manusia lainnya. Karena hak asasi manusia merupakan hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang sangat bersifat kodrat, yakni ia tidak bisa lepas dari dan dalam kehidupan manusia. Sebagai hak dasar, maka kedudukan hak asasi manusia sangat penting, bahkan dianggap merupakan ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum dan merupakan jaminan konstitusional terhadap pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak, legalitas dalam arti hukum dan segala bentuknya.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) adalah penghormatan kepada manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Masa Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Hak asasi manusia sendiri memiliki ciri-ciri, yaitu peratama hakiki, artinya hak asasi manusia adalah adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir. Kedua universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa. memandang status, suku bangsa, gender atau perbedaan lainnya. Ketiga tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau diserahkan kepada pihak lain. Keempat tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik, atau hak ekonomi, sosial dan budaya.

Indonesia merupakan negara hukum dan demokrasi, tentunya memiliki kiblat yang jelas dalam penegakan, penerapan dan perlindungan hak asasi manusia. Apalagi di era dewasa ini, di era reformasi, dalam cita-citanya Indonesia mengindahkan perlindungan dan penerapan hak asasi manusia. Hal tersebut terbukti dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang merupakan Undang-Undang mengenai hak asasi manusia yang ada di Indonesia, Undang-undang ini dibentuk atas dasar pentingnya penerapan, penegakan, dan perlindungan hak asasi manusia yang merupakan hak yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa, dengan di bentuknya Undang-Undang ini sudah sepantasnya negara Indonesia melindungi dan menerapkan hak asasi manusia dalam berbangsa dan bernegara, tanpa terkecuali. Karena Indonesia merupakan negara hukum dan demokrasi, penerapan dan penegakan HAM merupakan sebuah keharusan, tidak bisa ditawar apalagi dihilangkan. Karena jika tidak ditegakan dan diterapkan, tentunya melanggar tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.

Kemudian konsep negara hukum menempatkan ide perlindungan hak asasi manusia sebagai salah satu elemen penting. Dengan mempertimbangkan urgensinya perlindungan hak asasi manusia tersebut, maka konstitusi harus memuat pengaturan hak asasi manusia agar ada jaminan negara terhadap hakhak warga negara. Salah satu perubahan penting dalam Amandemen UUD 1945 adalah pengaturan hak warga negara lebih komprehensif dibanding UUD 1945 (pra-amandemen) yang mengatur secara umum dan singkat. Catatan pelanggaran hak asasi manusia yang buruk di era Pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Suharto memberi pelajaran bahwa setidaknya pengaturan hak-hak warga negara harus lebih rinci di dalam konstitusi. Amandemen UUD 1945 juga membuat pranata peradilan melalui Mahkamah Konstitusi untuk menggugat produk perundang-undangan yang melanggar hak-hak warga negara sebagaimana diatur dalam konstitusi. Oleh karena itu gerakan reformasi politik yang bergulir pada tahun 1998 memunculkan ide pentingnya pengaturan hak warga negara dalam UUD, karena kuatnya desakan keinginan rakyat untuk menikmati kehidupan ketatanegaraan yang demokratis berdasarkan hukum. Keinginan rakyat tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengalaman ketatanegaraan di bawah Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Pasca gerakan reformasi 1998, muncul gerakan dilakukannya amandemen UUD 1945. Amandemen UUD 1945 tidak boleh memberikan peluang bagi munculnya praktik penyelenggaraan negara dengan kekuasaan eksekutif sebagai pendulum utama (executive heavy) seperti terjadi di masa lalu.

Demikian pula harus dicegah praktik ketatanegaraan dengan pendulum mengarah pada legislatif (legislative heavy). Amanden UUD 1945 telah memasukkan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak warga negara dalam konstitusi. Beberapa Pasal di dalam UUD NKRI Tahun 1945 mengatur secara komprehensif tentang hak-hak asasi warga negara dan sekaligus kewajiban negara. Pengaturan dan implementasi hak-hak asasi warga negara dan kewajiban negara selayaknya dua sisi mata uang. Beberapa Pasal yang dapat disebutkan adalah Pasal 26 (penduduk dan warga negara), Pasal 27 (jaminan persamaan di muka hukum dan pemerintahan), Pasal 29 (kebebasan beragama), Pasal 30 (pertahanan negara), Pasal 31 (pendidikan), dan Pasal 32 (kebudayaan daerah). Perubahan mendasar dalam amandemen UUD 1945 adalah pengaturan yang cukup komprehensif tentang jaminan hak warga negara yang diatur pada Pasal 28, Pasal 28A--Pasal 28J (pengaturan rinci jaminan hak-hak warga negara).

Akan tetapi, dalam perjalanannya penerapan dan penegakan HAM di Indonesia tidak seindah yang dicita-citakan, semanis yang dibayangkan, dan sebaik yang dicanangkan. Penerapan HAM di Indonesia malah berjalan mengkhawatirkan, kasus-kasus HAM berat dimasa lalu pun tidak terselesaikan dengan baik, masih terbengkalai. Penegakan HAM di Indonesia masih buram, masih banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi. Hal ini harus terus diperjuangan agar negara bertindak dengan baik dan cepat. Penerapan HAM di Indonesia masih terlihat sangat miris, berkaca pada kenangan pahit kasus HAM negeri ini yang belum terselesaikan hingga saat ini, dari peristiwa 65-66, penembakan Misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari Lampung 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, peristiwa, penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, peristiwa Jambu Keupok Aceh 2003, peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, peristiwa Rumah geudong Aceh 1998, peristiwa Paniai 2014, peristiwa Wasior dan Wamena 2001, dari munir hingga Widji Thukul, masih belum mampu diselesaikan dengan baik, pemerintah seakan diam, tanpa pergerakan, membiarkan kasus itu mati dan hilang ditelan zaman. Ironi memang penerapan HAM di negeri yang katanya demokrasi dan berkiblat hukum ini. Bisa dikatakan bahwa penerapan HAM di Indonesia bukan hanya stagnan, akan tetapi mengalami kemunduran, cukup disayangkan padahal Republik ini memiliki cita-cita yang tinggi dalam menegakan dan menerapkan HAM, serta memiliki angan yang kuat dalam berupaya menyelesaikan masalah-masalah HAM berat masa lalu, akan tetapi segala hal tersebut hanya angan dan cita yang tidak terealisasi hingga saat ini.

Penerapan HAM di Indonesia era modern ini sangat memperihatinkan. Hak berbicara, kebebasan pers yang telah diatur dalam Undang-undang seakan tidak bisa diterapkan. Lihat saja, ada berapa banyak tahanan demokrasi di negeri ini? Hanya karena menyuarakan aspirasi berujung di jeruji besi, hanya karena mencoba menyeimbangi perjalanan negeri ini dengan mengkritisi malah habis di bungkam. Pelemahan penerapan HAM negeri ini terus bergerak dengan masif, bahkan tertruktur dan sistematis. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya Undang-undang yang dasarnya tidak memiliki kejelasan dan kontradiktif dengan penerapan dan penegakan HAM di Indonesia. Undang-undang ITE merupakan salah satu UU yang beberapa pasalnya sangat kontradiktif, akibat dari pasal-pasal karet yang ada di UU tersebut menyebabkan banyaknya masa aksi yang berakhir dijeruji besi, banyak akademisi yang dibungkam suaranya, banyak aktivis yang tidak lagi bergerak dengan kritis karena takut berakhir tragis. Sangat disayangkan, seharusnya di era yang telah memasuki fase modern ini HAM dapat ditegakan dan diterapkan dengan baik, malah berjalan sebaliknya, berada dalam kemunduran yang nyata, dan masih kelam.

Lihat kasus Pancoran hingga Wadas, kaum adat hingga rakyat miskin kota. Tertindas, hak haknya dirampas. Sunggu ironi, tak bisa kita tutup mata, perjalanan HAM negeri ini masih belum baik. Rakyat ditindas seakan-akan penguasa tidak melanggar HAM, rakyat menjerit sakit, banyak terciptanya tindakan kasar dan represif yang dilakukan oleh pemerintah yang diwakili oleh aparat negara. Kemudian banyaknya peraturan yang tidak diimbangi dengan penguatan kebijakan perlindungan HAM dan sosial, eksisnya regulasi yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, lemahnya kemampuan institusi negara dalam hal penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, rendahnya kepatuhan hukum dan budaya aparat dalam penghormatan dan perlindungan HAM. serta minimnya pemahaman aparat negara pada pendekatan dan prinsip hak asasi manusia

Snagat ironi sepanjang tahun 2019, Komnas HAM menerima 2.757 (dua ribu tujuh ratus lima puluh tujuh) aduan yang datang dari seluruh Indonesia. Aduan tersebut berkisar pada hak atas kesejahteraan terkait sengketa lahan, sengketa ketenagakerjaan, serta kepegawaian. Adapun lembaga yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM adalah kepolisian. Di negeri ini pun konflik agraria, intoleransi, intimidasi, dan kekerasan masih sangat marak terjadi, hal tersebut semakin mewarnai carut marutnya penerapan HAM di negeri ini, semakin terasa ironi, menyedihkan dan kelam. Dalam kebebasan politik yang dinikmati oleh masyarakat Indonesia ternyata juga tak diimbangi dengan perlindungan hukum yang semestinya bagi hak-hak sipil, seperti, hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan dari penyiksaan, atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, hak atas pemeriksaan yang adil dan proses hukum yang semestinya, hak atas perlakuan yang sama di depan hukum. Dari berbagai daerah, seperti, Poso, Papua, Jakarta, dan tempat-tempat lain di Indonesia, dilaporkan masih terjadi kekerasan horisontal yang melibatkan unsur-unsur polisi dan militer. Hal yang memprihatinkan, seringkali dalam peristiwa kekerasan horisontal, aparat keamanan seolah-olah tidak berdaya melindungi kelompok-kelompok yang menjadi sasaran kekerasan tersebut. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti, kasus pembunuhan, penculikan, dan beberapa kasus lainnya, sampai hari ini belum memperoleh penanganan yang adil.

Dengan kata lain, penerapan dan penegakan HAM di negeri ini sangat mengalami kemunduran, hal demikian terlihat ketika bukannya menyelesaikan kasus-kasus HAM yang terjadi di masa lalu, malah semakin menambah kasus-kasus HAM yang baru, yang melibatkan instansi pemerintahan, dan terlihat penguasa seakan tutup mata dalam penyelesaian masalah HAM yang terjadi. Regulasi yang dibuatkan seakan semakin membelenggu kebebasan, HAM semakin dikebiri mati penegakan dan penerapannya. Ironi penegakan HAM di neheri ini kian caurt marut, dengan banyaknya tingkah diluar nalar penguasa dalam bertindak. Banyak hak yang dinilai bertolak belakang dengan kemanusiaan. Banyaknya tindak kekerasan yang terjadi pada masyarakat yang memperjuangkan sektor agraria, banyaknya aktivis dan akademisi yang di tangkap karena memperjuangkan hak-hak rakyat, banyak penguasa yang tutup mata akan hal demikian. Semakin ironi ketika hukum pun tidak independen dalam penerapannya, Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi hukum di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan, begitu banyak tangis dan ratapan rakyat-rakyat kecil yang tertindas dan terluka oleh hukum, bahkan tidak jarang emosi rakyat semakin berkobar tatkala ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan hukum didalam mencapai suatu hasrat tertentu yang tanpa menggunakan sedikitpun hati nurani.

''Secara konsepsional inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk meniptakan, memelihara dan mempertahakan kedamian pergaulan hidup''. (Soekanto, 1979).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun