Pembelajaran jarak jauh ini merupakan salah satu alternatif terbaik yang diberikan oleh pemerintah guna tetap melaksanakan pendidikan di era pandemi COVID-19. Namun, berdasarkan pengalaman penulis, masih banyak sekali kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaannya. Bukan hanya masalah sarana dan prasarana, akan tetapi pada masalah cara mengajar dari tenaga pendidik itu sendiri.
Masalah sarana dan prasarana memang sangat penting sekali untuk diperbaiki. Karena, ini merupakan jantung terlaksananya kegiatan pembelajaran jarak jauh. Mengapa demikian? Karena pembelajaran jarak jauh ini memerlukan sarana dan prasarana yang memadai. Mulai dari internet, kuota, dan gadget. Internet di negeri ini belum secara merata dapat diakses. Hasilnya, pembelajaran jarak jauh terganggu. Apalagi untuk di wilayah pedesaan dan wilayah terpencil. Kemudian, kuota internet pun menjadi persoalan lainnya.
Bagi masyarakat kelas menengah Ke bawah membeli kuota internet itu cukup membebani, karena itu membutuhkan uang yang tidak sedikit. Hasilnya, banyak anak yang tidak mengikuti pembelajaran jarak jauh karena tidak memiliki kuota internet. Namun, yang paling penting adalah ketersediaan gadget. Tidak semua masyarakat memiliki gadget untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh. Terutama untuk masyarakat menengah ke bawah. Sulit sekali membeli gadget, karena untuk makan sehari-hari pun kerepotan. Oleh karena itu, masalah sarana dan prasarana ini harus segera diatasi, agar pembelajaran jarak jauh semakin mengalami perubahan yang baik. Pandemi sudah dua tahun hidup membersamai, itu tandanya sudah dua tahun pula kita melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Namun, masih tetap saja, masalah-masalah demikian belum teratasi.
Itu menjadi persoalan mendasar yang sangat berpengaruh. Kebijakan harus terus diupayakan dengan baik. Bantuan kuota internet harus diadakan kembali, bantuan gadget untuk masyarakat ekonomi menengah kebawah, perbaikan jaringan internet agar bisa diakses secara merata. Pemerintah bertanggung jawab akan hal demikian. Pemerintah harus terus berupaya, gandeng pihak lain untuk membantu, seperti menggandeng pihak swasta. Karena, berdasarkan nalar penulis, pemerintah tidak akan mampu menyelesaikannya sendiri, diperlukan kolaborasi bersama untuk mengatasinya. Namun, yang menjadi konsen bagi penulis di artikel kali ini adalah bukan hanya tentang masalah sarana dan prasarana, melainkan masalah cara mengajar dari tenaga pendidik itu sendiri.
Mengapa? Karena selama pembelajaran jarak jauh ini tidak sedikit tenaga pendidik yang hanya memberikan tugas saja kepada peserta didik. Ini menjadi beban moral tersendiri, ditengah tekanan mental akibat pandemi, diterpa ombak tugas yang tiada henti, tentu semakin memperkeruh suasana diri dari peserta didik. Selain itu, tenaga pendidik pun sering kali tidak mengikuti kelas dengan baik, tidak berada ditempat yang kondusif, berada dalam keramaian, atau mengikuti agenda lain yang menyebabkan kegiatan belajar mengajar terganggu. Apakah itu dibenarkan? Tentu tidak.
Kegiatan belajar mengajar seharusnya di ikuti oleh peserta didik dan tenaga pendidik. Bukan hanya diikuti, tapi juga dilaksanakan dengan kondusif. Jika tidak, percuma saja mengadakan kegiatan belajar mengajar, hasilnya nihil. Karena interaksi terbatas, tenaga pendidik yang tidak jelas, dan bahkan kadang peserta didik pun tidak fokus dalam mengikuti perkuliahan.
Selanjutnya, tidak sedikit tenaga pendidik yang hanya melakukan perkuliahan dengan membentuk kelompok kecil peserta didik, yang ujung-ujungnya peserta didik setiap pertemuan diperkenankan untuk presentasi. Sebetulnya itu tidak masalah, jika tenaga pendidik melakukan validasi dengan baik. Namun, tidak jarang tenaga pendidik hanya mendengarkan presentasi, tanpa validasi, bahkan tenaga pendidik tidak hadir saat presentasi. Hasilnya, Â itu sama saja menjadi peserta didik yang menjadi tenaga pendidik, dan tenaga pendidik menjadi peserta didik. Lantas, bagaimana akan membentuk pembelajaran yang efektif? Sulit sekali nampaknya mendapatkan pembelajaran yang efektif di masa pandemi ini. Tenaga pendidik seenaknya mengubah jadwal, seenaknya dalam mengajar, dan tentu menyebabkan peserta didik malas, dan hanya bergeming emosi dalam pikir.
Ini menjadi persoalan yang perlu diatasi, cara mengajar harus dibenahi, jika tidak hanya akan menimbulkan pembelajaran yang percuma, kita kelas, tapi tetap bingung. Melakukan literasi tanpa bimbingan tentu akan menghasilkan hipotesis yang salah kaprah. Sudah dua tahun lamanya pembelajaran jarak jauh ini dilakukan, dan selama itu peserta didik menjadi tenaga pendidik, dan tenaga pendidik menjadi peserta didik.
Tulisan ini berdasarkan pengalaman penulis. Penulis pun sangat mengapresiasi kepada pemerintah yang terus bersikeras memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran jarak jauh, dan penulis pun sangat mengapresiasi kepada seluruh tenaga pendidik yang terus melakukan kegiatan pembelajaran jarak jauh dengan baik, memberikan materi dengan baik, dengan penjelasan dan bimbingan kepada peserta didiknya. Semoga, kedepannya tenaga pendidik mampu memperbaiki cara mengajarnya, bukan hanya tentang presentasi peserta didik, bahkan hingga meninggalkan kelas. Tetapi harus melakukan validasi materi, menjelaskan materi, melakukan bimbingan kepada peserta didik dan melaksanakan perkuliahan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H