Mohon tunggu...
Dea Damara
Dea Damara Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ujaran Kebencian di Media

15 Maret 2018   13:35 Diperbarui: 15 Maret 2018   13:40 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring berjalannya waktu, teknologi dan media berkembang dengan pesat. Sehingga, informasi serta pendapat masyarakat yang diunggah di berbagai media dapat tersebar dengan cepat. Informasi dan pendapat di berbagai platform media pun dapat berupa yang negatif dan positif. Informasi dan pendapat yang negatif dapat berupa ujaran kebencian.

Pada tahun 2017 silam, kita dapat menemukan berbagai contoh ujaran kebencian yang lebih condong mengarang kepada hoax. Sebagai contoh adalah Ropi Yatsman yang mengunggah konten penghinaan terhadap pemerintahan dan Presiden Jokowi di akun Facebook. Selain Jokowi, beberapa pejabat lainnya dan mengedit foto mereka. Terdapat juga kasus lain seperti video sepanjang 54 detik yang memuat kebencian yang bersifat rasial yang dibuat oleh Paranormal Ki Gendeng Pamungkas. Selain video, Ki Gendeng juga membuat atribut berkonten SARA danmenyebarkan ke lingkungannya.

Kasus lain dilakukan oleh pejabat dan musisi terkenal bernama Ahmad Dhani yang menjadi tersangka kasus ujaran kebencian kepada pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 29/11/2017. Ujaran kebencian tersebut disebar melalui media sosial Twitter. Ahmad Dhani menuliskan,"Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya." Akibat komentar tersebut, pendukung Basuki Tjahaja Purnamaatau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat melaporkan tindakan Ahmad Dhani kepada Polres Jakarta Selatan. Ahmad Dhani dikenai Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2, Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diancam hukuman 6 tahun penjara.

Belakangan ini terdapat kasus penangkapan kelompok MCA (Muslim Cyber Army) yang terdiri dari beberapa grup yang dinamakan MCA United. Grup tersebut terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Isinya mencapai ratusan ribu member. Di grup besar menampung konten berupa berita, video, dan foto yang akan disebarluaskan ke media sosial MCA. Fadil mengatakan, lima pelaku yang ditangkap merupakan admin dari kelompok yang dinamakan Sniper MCA.

Kelompok tersebut terdiri dari 177 anggota. Tugas mereka, yakni mereport dan menyebarkan virus ke akun-akun yang dianggap sebagai lawan mereka. Di samping kelompok sniper, ada kelompok inti yang sifatnya terbatas dan sangat tertutup.

Kita harus berhati-hati dalam mengungkapkan komentar dan pendapat dalam media. Berbagai perkataan mungkin dapat menyinggung seseorang dan kelompok orang. Dari kasus diatas, pelaku mendapatkan penegakan hukum berdasarkan undang-undang yang berkaitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun