Mohon tunggu...
De Baron Martha
De Baron Martha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I am an architect of my own life.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

A Tribute To Gibran Rakabuming Raka

18 April 2015   14:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:57 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jadi, saya akan memulai untuk menulis ini...

Tentang salah satu anggota keluarga Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Namanya Gibran Rakabuming Raka. Anak tertua dan satu-satunya anggota keluarga Presiden yang paling jarang muncul di media. Seingat saya, hanya dua kali sosoknya tersorot kamera para jurnalis. Pertama, ketika Jokowi menjelang naik tahta menggantikan Yudhoyono. Dan kedua adalah akhir-akhir ini, saat berita pernikahannya menyebar di masyarakat.

Untuk kedua kalinya, Gibran menjadi sorotan media. Namanya muncul baik di portal online, koran ataupun televisi. Dan untuk kedua kalinya pula, kehadirannya menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan netizen.

Anak Presiden yang satu ini memang menarik. Berbeda dengan dua anak Jokowi yang lain, Gibran selama ini tampak lebih suka mengasingkan diri. Menjauh dari Istana dan dari segala efek yang timbul dari popularitas yang digapai ayahnya. Dia lebih memilih tetap tinggal di Solo, kota kelahirannya, dan merintis bisnisnya sendiri (bisnis yang bahkan awalnya sempat tak disetujui oleh Jokowi).

Terlihat misterius? Bisa saja. Tapi sekalinya dia muncul di hadapan awak media (dan itu untuk pertama kalinya), Gibran langsung membuat orang-orang menganga beberapa saat, sebelum gelombang reaksi bermunculan.

"Nggak, kalau saya pengangguran saya ngikut bapak saya terus. Saya kan kerja..." Begitu jawab Gibran ketika ditanya wartawan soal kenapa dia jarang muncul bersama sang ayah, saat Jokowi akan berangkat ke gedung DPR/MPR.

Tak berhenti sampai di situ, Gibran lalu melanjutkan kalimatnya. "Kan..kemarin di apa itu...di salah satu media itu saya dikatain apa? Anak haram to? Karena gak pernah ikut kampanye?"

Gila!! Pikir saya kala itu. Tak heran namanya lalu menjadi bahan perbincangan sampai beberapa bulan sebelum dia kembali hilang dari sorotan. Netizen dibuat menganga. Kaget. Gibran, dengan gayanya yang ceplas-ceplos, telah meruntuhkan ekspektasi mereka tentang 'seorang anak Presiden'.

Reaksi netizen yang bermunculan beragam. Tapi kebanyakan menyebut Gibran songong, sombong, tidak sopan dan tanggapan bernada negatif lainnya. Tidak mengherankan memang. Selama 10 tahun terakhir, masyarakat mengenal dan terbiasa dengan keluarga besar Yudhoyono yang mriyayeni dan sangat mampu menjaga sikap di depan media dan masyarakat. Dan otomatis, wajah keluarga Yudhoyonolah yang lalu menjadi standar di masyarakat, bagaimana idealnya sebuah keluarga Presiden.

Lalu muncullah Gibran. The oldest son of New President. Dia tampil dengan gaya sengaknya, dengan kalimat tajam dan zonder basa-basinya. Menjawab pertanyaan dengan kepala diangkat sedikit ke atas dan seakan tak peduli walaupun ayahnya adalah seorang Presiden.

Apakah itu buruk?

Tidak sama sekali. Saya malah menyukainya. I love what Gibran did.

Memang ada faktor yang mempengaruhi mengapa Gibran bertindak demikian. Dengar-dengar, dialah anak Jokowi yang paling tidak setuju Jokowi terjun lebih dalam di dunia politik, bahkan sejak Jokowi mencalonkan diri untuk kedua kalinya sebagai Walikota Solo. Jika benar begitu, tidak heran dia memilih menjauh dari gemerlap dunia politik yang digeluti ayahnya.

Tapi diluar itu semua, Gibran menunjukkan kepada kita (dan sayangnya kebanyakan dari kita belum menyadarinya) apa arti sebuah kejujuran. Apa arti menjadi diri sendiri. He knows he's a son of The President, but he doesn't give a sh*t. Dia terlihat seperti orang yang tidak suka berpura-pura, enggan berbasa-basi dan memilih jalannya sendiri.

Dia telah memperkenalkan dirinya sejak saat pertama, dan dia menyerahkan semua penilaian kepada masyarakat. Kalau suka, syukur. Kalau tidak, terserahlah tapi berhentilah berharap saya akan menjadi seperti yang kalian semua idam-idamkan. Begitu kira-kira yang saya tangkap dari seorang Gibran.

Gibran mungkin tidak sepandai bersikap seperti Ibas Yudhoyono, tapi dia telah menjadi dirinya sendiri. Dia mengenalkan dirinya secara jujur kepada masyarakat. If he said F you, it clearly means F you! Tidak ada ucapan normatif, tidak ada basa-basi, tidak ada topeng dan tidak ada ambisi untuk dicintai oleh semua orang.

Itulah yang saya sukai dari Gibran.

Dan setelah sekian waktu, dia kembali muncul dengan berita pernikahannya dengan seorang putri Solo. Sikapnya masih sama, pembawaannya masih sama. Dia seakan masih menolak dipandang dan diperlakukan sebagai anak presiden, tapi seorang pebisnis katering biasa. Di situlah kerennya Gibran. Menghancurkan ekspektasi dan standar basi kalian tentang 'seorang anak Presiden'.

Hingga pada akhirnya saya menyadari, memandang orang dari tampilan luarnya saja adalah sebuah kesalahan. Lebih salah lagi jika saya memancangkan ekspektasi terhadap bagaimana seseorang harus bersikap, walaupun dia anak Presiden sekalipun.

"That's my family, Kay. Not me." - Michael Corleone, The Godfather.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun