Mohon tunggu...
Dina Budi
Dina Budi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Kotor

23 Februari 2019   19:35 Diperbarui: 24 Februari 2019   12:28 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Jangan pilih gua..!!gua pasti korupsi. Masalah Banjir&Macet, loe pikir gua pawang ujan&tukang parkir? Bodo amat lah!"

Ada yang pernah melihat tulisan pada baliho kampanye paslon seperti ini? Kutipan yang bagai jujur itu datang dari paslon gubernur dan wagub DKI Jakarta nomor urut 7 tahun 2012 lampau, Dali Mahdali dan Kunto Saktiaji. 

Mereka paslon satire yang meramaikan pemilihan gubernur Ibukota Indonesia kala itu. Gebrakan mereka tidak terlalu terdengar gaungnya dibandingkan paslon satire pada masa Pemilihan Presiden dan Wapres periode 2019-2024 saat ini, paslon dengan nomor urut 10 Rahadi-Aldo. Nama mereka berdua diakronimkan menjadi DiLdo.

Mungkin kita semua selama ini mengalami hal yang sama, bosan dengan gaya promosi monoton yang sarat statement normatif para calon anggota dewan ataupun calon pemimpin daerah maupun pemimpin negara setiap masa kampanye tiba. Bukan tidak mungkin gaya kampanye mereka bisa membuat kita semua tinggi kolesterol, karena mereka benar-benar bagai minyak goreng; jenuh ganda.

Lalu, bagaimana sebenarnya taktik berkampanye yang segar dan tidak melulu tentang saya, saya, saya atau kita, kita, kita, kita, kita? Mungkin walau jauh nyeleneh dan ekstrim, kita semua boleh belajar dari kegilaan Jon Gnarr ketika berkampanye. Saat kampanye, yang ia janjikan kepada rakyat adalah pembagian handuk gratis, menghadirkan beruang kutub dan Disneyland ke Iceland. Kisah tentang Jon terangkum dalam video Nas Daily berjudul The Joke That Went Wrong. https://youtu.be/FjSJ38R0Q2k

Kreatif, lucu, sekaligus absurd. Tindakan pencalonan dirinya yang pada awalnya merupakan lelucon semata ternyata malah dianggap serius dan akhirnya terpilihlah ia untuk menjabat sebagai Walikota Reykjavk, sebuah kota di Iceland periode 2010-2014. Mungkin bisa kita bayangkan sebentar, ya satu menit saja cukup lah karena kalau satu jam saja nanti kita nyanyi bareng Audy, bila DiLdo bisa benar-benar mendapatkan vote terbanyak pada saat pilpres nanti. Ga mungkin? Ya emang ga mungkin sih.

Sebenarnya yang ingin diangkat dalam penulisan tentang politik kotor bukan itu. Bukan! Ide segar berkampanye dengan cara fantastik, ciamik, menggelitik akan percuma dan tetaplah tidak cerdas bilamana sang calon berbuat kotor. 

Mungkin banyak dari kita yang menyadarinya sejak masih makan gulali dan minum orson sambil bawa tazos di kantong depan, bahwa setiap masa kampanye berakhir, kekotoranlah yang disisakan para calon tersebut. Yes! Kekotoran. Benar sekali! Spanduk pilih saya-menjalankan-amanah rakyat beradu gantung dengan spanduk promosi sekolah unggulan ataupun jadwal sholat Ied. 

Herannya masa itu, yang memasangkan spanduk tidak merasa risih melihatnya tumpang tindih. Mungkin ia berpikir, ah yang masang siapa masak iya gue yang lepasin! Bisa jadi. Lalu ada stiker-stiker wajah mereka para calon anggota dewan beradu saing dengan stiker sedot WC tertinggal begitu saja di tiang-tiang listrik atau tiang kabel telepon tanpa ada usaha pembersihan kembali oleh sang calon bersangkutan. 

Pernah di masa lampau, tapi tidak selampau ketika gunung Tambora meletus yang menyebabkan Napoleon kalah di Waterloo, saya berpikir bila kelak dewasa nanti saya tidak akan mau mencalonkan diri menjadi anggota dewan. Sebabnya adalah, saya tidak mau foto saya bertebaran sembarangan di mana-mana, termasuk di tiang listrik bersanding dengan promo sedot WC ataupun Jasa Service AC. Oh bukan! 

Bukan saya tidak menghormati dua profesi esensial itu. Namun lebih kepada, saya tidak yakin mampu bersaing dengan dua profesi yang lebih berguna bermanfaat bagi rakyat banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun