Pameran menampilkan sejumlah karya maestro seni "Kiai" Nasirun yang berkolaborasi dengan seniman muda Hanafi Kurniawan Sidharta, bertajuk "Mulih Mula Mulanira" yang diketahui memajang lima belas lukisan dan beberapa seni instalasi.
Saat itu (26/05), saya tetarik melihatnya setelah berselancar di laman Instagram @jnmbloc, venue JNM, yang membagikan unggahan kabar ada tiga pameran seni yang sedang berlangsung di JNM. Berlanjutlah saya mengklik Instagram @mulihmulamulanira untuk reservasi online dengan mengisi data diri dan jumlah orang yang berkunjung. Kemudian, pembayaran sebesar Rp. 30.000/orang dilakukan secara langsung ketika di venue.
Saya berkunjung di malam hari. Setelah mengantre dan melakukan registrasi ulang di venue, saya sempat menunggu sejenak karena sudah penuh oleh pengunjung. Seusai diizinkan masuk, panitia memberikan arahan agar tidak menyentuh karya dan memotretnya menggunakan flash. Pertama kali masuk saya melihat deskripsi tema yang terpampang di dinding bahwa masa lalu menjadi pijakan masa kini dan masa depan.Â
Istilahnya "embracing the future by understanding the past"--@mulihmulamulanira. Artinya, merangkul masa depan dengan memahami masa lalu. Memberi tahu serangkaian perpaduan karya konvensional dan digital yang ditampilkan, menjadi "reminder" akan pentingnya nilai-nilai tradisi dan sejarah merupakan penguat pondasi menghadapi dinamika zaman.Â
Dulu, kini, dan nanti, spektrum waktu, refleksi jati diri. Begitulah kiranya saya menangkap intro yang cukup memukau.
Menuju ruang pertama, terdapat barcode yang ketika saya scan berisi katalog digital pameran. Modern dan jelas berguna sebagai e-guide book sekaligus--anggap saja "buah tangan" untuk disimpan dan dibaca lagi nanti-nanti. Di seberang barcode terdapat tanda aturan berkunjung dan prokes.Â
Lalu, di dalam ruangan disambut dengan suasana gelap terpancar display dan proyektor audio-visual karya garapan Mas Hanafi yang memvisualisasikan koleksi seni lukis, wayang, dan patung Kiai Nasirun dan iringan musik gending-gending jawa. Ditambah harum dupa dan taburan bunga mewangikan seisi ruangan dalam kemagisan.
Di sebelahnya, lukisan pertama sebesar kanvas 200x200 mengawali kilas balik perjalanan waktu "Diponegoro dan Istri Melihat Merapi Meletus", Â gambaran harapan agar bumi Nusantara senantiasa terjaga. Masih di ruang pertama sekat kedua, terdapat lukisan "Prasasti dan Pesugihan Jala Menoreh" pengingat bahwa kesuksesan tidak dapat diraih secara instan, melainkan sebuah proses pengorbanan dan kerendahhatian.Â
Di depan lukisan terdapat tujuh kelapa pada "Instalasi Kelapa" dengan ukiran wayang dan lukisan "Imaji Ari-Ari", simbol menggantungkan rapalan do'a pada tradisi mitoni dan penanaman ari-ari.