Dijuluki dengan "The Taste of Java", Kudus dikenal sebagai bagian dari wilayah Jawa yang sangat kental akan nuansa religi dan budaya Jawanya. Citra tersebut terbukti bahwa Kudus memiliki potensi yang menjanjikan, mulai dari sektor pariwisata, industri, bahkan pendidikan. Jenang menjadi salah satu industri makanan khas Kudus yang paling legendaris. Jenang juga merupakan jajanan ikon makanan Kudus yang autentik sehingga tak heran jika Jenang Kudus menjadi buah tangan favorit incaran para wisatawan. Mirip dengan dodol, Jenang Kudus terbuat dari tepung beras ketan, santan, gula kelapa, dan lemak nabati.
Banyak industri Jenang Kudus yang berkembang pesat, akan tetapi yang paling terkenal adalah Jenang Mubarok. Pusat Jenang Mubarok beralamat di Jl. Sunan Muria No. 33, Desa Glantengan, Kecamatan Kota, Kudus. Bangunannya terdiri dari dua lantai. Di lantai satu terdapat showroom penjualan aneka produk jenang dan jajanan yang terata rapi di setiap rak. Harga semua produk pun cukup terjangkau, yaitu per kemasan dibandrol hanya puluhan ribu saja. Tak hanya pusat belanja, di lantai dua pengunjung dapat menikmati wisata edukasi Museum Jenang. Didirikan tahun 2017, museum ini hadir dalam rangka menampilkan berbagai budaya lokal. Lalu, apa aja sih isinya?
Obyek pertama saat Anda memasuki Museum Jenang, yaitu area sejarah Jenang yang menceritakan dua kisah, yaitu Jenang di Kudus dan Jenang Mubarok.
Dihimpun dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus dan sumber lainnya asal usul jenang di Kudus diyakini bertalian erat dengan cerita rakyat yang terjadi di Desa Kaliputu, Kudus. Tak terlepas dari legenda sebagian perjalanan Sunan Kudus dan Syekh Jangkung (Saridin) serta Mbah Depok Soponyono dan cucunya. Konon ketika Mbah Depok Soponyono bermain burung dara bersama cucunya di tepi sungai, cucunya terjebur dan hanyut di sungai itu. Anak tersebut akhirnya ditolong oleh sejumlah warga. Sunan Kudus dan Syekh Jangkung yang sedang lewat pada saat peristiwa itu terjadi, menghampiri kerumunan warga yang sedang panik tersebut. Sunan Kudus berkesimpulan si anak sudah tiada, namun Syekh Jangkung menyatakan cucu Mbah Depok masih hidup, hanya mati suri. Untuk membangunkannya Syekh Jangkung meminta ibu-ibu membuat Jenang Bubur Gamping untuk menyuapi si anak dan akhirnya sadar. Disebut Jenang Bubur Gamping karena terbuat dari tepung beras, garam, dan santan kelapa.
Dari legenda tersebut, jenang berkembang. Bahan baku jenang beralih, dari sebutan Bubur Gamping menjadi Jenang Kudus. "Dari bahan tiga tadi, ada santan, beras ketan, dan garam, nah garam ini diganti dengan gula merah, akhirnya warnanya (jenang) cokelat kehitaman. Yang awalnya Bubur Gamping menjadi Jenang Kudus." Beber Muhammad Saidun Arwani atau Mas Idun, Karyawan sekaligus Tour Guide di Museum Jenang.
Beralih pada kisah Jenang Mubarok, jenang ini dirintis oleh H. Mabruri dan Hj. Alawiyah sebagai Generasi I dalam kurun tahun 1910 sampai 1940, kemudian dilanjutkan oleh anaknya, H. A. Shochib dan Hj. Istifaiyah sebagai Generasi II dalam kurun tahun 1940 sampai 1992. Mas Idun menjelaskan, "Dalam dua generasi tersebut, pengolahan dan peralatan jenang masih sangat manual, sederhana, masih menggunakan tenaga manusia. Memasaknya memakai kawah (wajan besar), masih diaduk-aduk dengan kayu yang dulu disebut alat susuk (alu penumbuk)."
Selanjutnya, di Generasi III, mulai tahun 1992 sampai sekarang, oleh H. Muhammad Hilmy, SE dan Hj. Nujumullaily, SE semua peralatan dan pengolahan jenang berkembang, sudah menggunakan mesin. Selain itu, beliau berdua juga sekaligus pendiri Museum Jenang yang akan menginjak usia lima tahun.
Demikian, Jenang Mubarok maju pesat dengan CV. Mubarokfood Cipta Delicia. Berdiri lebih dari 100 tahun tentu Jenang Mubarok memiliki ciri khasnya. Mas Idun pun mengungkapkan bahwa yang membedakan Jenang Mubarok dari jenang produsen lainnya adalah cita rasa, tekstur, dan varian rasanya. Jenang Mubarok melakukan inovasi agar jenang tidak monoton, semua rasa ada. Jenang Mubarok juga berusaha menjalin kemitraan, seperti kerja sama dalam akulturasi bakpia dan jenang.
Bergeser dari area sejarah jenang, di bagian Miniatur Menara Kudus serta kompleknya. Di area ini, suasana dibangun mirip ketika Anda berkunjung ke Menara Kudus karena menara diletakkan di bagian tengah serta di sekitarnya ada gapura komplek Menara. Di bagian dalam setelah gapura terdapat Diorama Pasar Bubar. Diorama tersebut menggambarkan aktivitas jual beli pasar. Pasar tradisional ini dahulu terletak di sekitar komplek Menara Kudus. Di situ lah pada tahun 1930 jenang diperjualbelikan. Di sebelah diorama, terdapat Maket Komplek Menara yang terbuat dari stik es krim, maket ini menggambarkan area mulai dari Menara, Masjid Menara (Masjid Al-Aqsa), Pendopo Tajug, hingga makam Sunan Kudus.
Di area selanjutnya, bagian tentang Kota Kudus dengan konsep "Koedoes Tempo Doeloe". Di sana terdapat Rumah Joglo, Rumah Adat Jawa Tengah. Di Kudus sendiri, Rumah Joglo bernama Joglo Pencu karena mempunyai atap genteng yang disebut Atap Pencu. Di sekitar luar Rumah Adat Kudus tersebut dihiasi oleh beberapa potret, di antaranya potret Bupati Kudus dari masa ke masa dan potret hasil dokumentasi Kudus zaman dulu.
Memasuki ruang Gusjigang X-Building, ruang ini merupakan visualisasi falsafah hidup masyarakat Kudus melalui ajaran warisan Sunan Kudus. Gusjigang adalah akronim dari "baGUS akhlaknya, pintar mengaJI, dan terampil berdaGANG". Filosofi ini mencerminkan aspek spiritual, intelektual, dan entrepreneurship. Gusjigang X-Building mengusung konsep "Dari Kudus Menyapa Peradaban Dunia". Bagian awal ruang Gusjigang berisikan 1) biografi tokoh-tokoh berpengaruh di Kudus: Sunan Kudus, Sunan Muria, KH. Telingsing, KHR Asnawi, KHM Arwani Amin, KH. Turaichan Adjhuri, RMP Sosrokartono, HM Subchan ZE, H. Djamhari, dan Nitisemito, 2) Karya Puisi dan Lagu Gusjigang, serta 3) Ruang Literasi dan Kajian Peradaban Islam Nusantara. Di tengah ruangan diletakkan pajangan pohon kaligrafi melingkar yang bertuliskan QS. Al-Ikhlas.
Di bagian dalam setelah ruang kajian Gusjigang terdapat Ruang Trilogi Ukhuwah. Ruang ini memuat visualisasi nilai-nilai Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah, dan Ukhuwah Basyariyah yang berarti persudaraan sesama muslim, ikatan kebangsaan, dan ikatan kemanusiaan. Nilai-nilai tersebut merupakan satu kesatuan utuh. Konsep Ruang Trilogi Ukhuwah dicetuskan dengan maksud menyongsong "Fondasi Pembangunan Negeri -- Menguatkan NKRI". Ruang ini berisi 1) Jejak langkah dua ulama' besar KH. Hasyim Asy'ari (pendiri NU) dan KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), 2) Pesan-pesan para ulama nusantara, dan 3) Keindonesiaan: Tujuh Pahlawan Revolusi G30SPKI, Presiden-Presiden RI, Bhineka Tunggal Ika, dan Indonesia Emas 2045. Bagi saya, ruang ini seperti mengisyaratkan hidup berdampingan di Indonesia berarti harus menjunjung tinggi toleransi bahwa perbedaan adalah fitrah dan keberagaman adalah ruh.
Di selingan area Gusjigang, terdapat stand kearifan lokal budaya Kudus, di antaranya meliputi: photoboot Pakaian Adat Kudus. Di stand ini photoboot Anda bisa berfoto seolah-olah menggunakan Pakaian Adat Kudus, di bagian dinding dihiasi dengan Lukisan Timbul Manusia Gusjigang dan Tari Gusjigang, dilanjutkan dengan stand kerajinan dan budaya asli Kudus, seperti Jenang, Batik, Rokok Kretek, Ukiran, dan Terbang Papat.
Usai ruang stand, berpindah ke dalam ruang galeri, Anda akan menemui Replika Ka'bah. Lalu, Galeri Al-Qur'an yang memajang Al-Qur'an dari jenis ukuran jumbo, kuno daun lontar, bahan kulit sapi, mini stambul Turki, sampul emas pintu ka'bah, bahan kertas kuno, kuno dari surau, kuno dari pesantren. Di Galeri Al-Qur'an ini juga sekaligus Galeri Asmaul Husna dan penjelasannya serta pajangan kaligrafi Ayat Kursy.
Terakhir, di bagian belakang Museum Jenang terdapat patung dan koleksi barang kuno Nitisemito, Miniatur Omah Kapal, Diorama Omah Kembar dan Miniatur Pesawat Fokker, Diorama Stasiun Kudus, dan Perpustakaan Darussalam RMP Sosrokartono.
Puas menengok Museum Jenang, jangan sampai lupa membawa oleh-oleh! Selain jenang, sentra bisnis dan budaya Jenang Mubarok juga menjual souvernir aneka batik dan bordir khas Kudus, tepatnya di showroom balkon lantai dua. Tertarik mengunjungi? Tiket masuk hanya sepuluh ribu rupiah. Save Museum Jenang di list destinasi! Info lebih lanjut @museum_jenang_mubarok
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI