Selain itu, sejalan dengan pendapat Susiwijono Mugiarso, Sekretaris Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, bahwa ada tiga rambu ekonomi digital yang harus diperhatikan: 1) mendukung kegiatan produktif, 2) mendorong inklusivitas, dan 3) menyelesaikan isu-isu pembangunan.
Namun, dunia digital ibarat pisau bermata dua yang akan memberikan dampak negatif jika tidak dikontrol dengan baik. Era digital yang serba canggih dan praktis mengubah gaya hidup untuk meraih sesuatu secara cepat dan instan. Termasuk belanja online yang dapat menimbulkan rasa candu dalam konsumsi yang impulsif, terutama dengan adanya penawaran, seperti flashsale, diskon, promo, voucher, dan lain sebagainya.Â
Tidak berhenti di situ, pola konsumsi impulsif, disadari atau tidak, banyak meninggalkan jejak ekologi. Sampah hasil belanja online/delivery order menjadi tantangan lingkungan karena adanya bungkus kemasan jenis plastik. Mengingat sifat plastik butuh waktu ratusan tahun untuk terurai secara alami, penanganan sampah plastik menjadi isu serius.
Menilik data jumlah plastik belanja online/delivery order dari Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI yang merilis hasil studi "Dampak PSBB dan WFH Terhadap Sampah Plastik di kawasan JABODETABEK" yang dilakukan melalui survei online pada tanggal 20 April-5 Mei 2020 menunjukkan bahwa: 1) 96% paket dibungkus dengan plastik yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap, 2) Selotip, bungkus plastik, dan bubble wrap merupakan pembungkus berbahan plastik yang paling sering ditemukan, 3) Jumlah sampah plastik dari bungkus paket mengungguli jumlah sampah plastik dari kemasan yang dibeli. Penelitian LIPI tersebut juga mengungkap walaupun terdapat tingkat kesadaran yang tinggi terhadap isu sampah plastik, tetapi warga belum membarenginya dengan aksi nyata.
Intan Suci Nurhati, peneliti Pusat Penelitian Oseonografi LIPI mengatakan, "Hanya separuh dari warga yang memilah sampah untuk didaur ulang. Hal ini berpotensi meningkatkan sampah plastik dan menambah beban tempat pembuangan akhir selama PSBB/WFH."
Selanjutnya, melaui artikel laporan CNN Indonesia "Sampah Plastik 2021 Naik ke 11,6 Juta Ton, KLHK Sindir Belanja Online, Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PLSB3), Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam diskusi daring (25/2) menyebutkan bahwa total sampah nasional pada 2021 diperkirakan mencapai 68,5 juta ton dan dari jumlah itu, sebanyak 17 persen atau sekitar 11,6 juta ton, disumbang oleh sampah plastik.Â
Menurut Rosa, sumbangsih sampah plastik diakibatkan oleh gaya hidup praktis sehingga pemakaian plastik sekali pakai meningkat. Rosa menilai diperlukan kebijakan dan upaya luar biasa untuk menekan pemakaian plastik, baik oleh individu maupun pelaku usaha.
Keberadan plastik yang dinilai tahan lama sejatinya memberi pengertian kepada kita untuk tidak sekali pakai agar dapat dimanfaatkan kembali. Mungkin sampah plastik terlihat amat sepele, tetapi jika dampaknya dibiarkan terus-menerus akan membahayakan diri, lingkungan, serta makhluk hidup sekitar kita. Skenario terburuk jika kita tidak mengelola sampah plastik, ketika tempat pembuangan sampah (TPS) tidak mampu untuk menampungnya dan berakhir terbuang ke lautan, pada akhirnya ekosistem daratan maupun lautan ikut terancam.Â
Langkah kecil yang bisa diterapkan, yaitu dengan memulai aksi "Zero Waste Lifestyle" dan "Say No to Single Use Plastic". Melalui zerowastehome.com, Bea Johnson mengenalkan 5R "Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot" yang bermakna "Menolak, Mengurangi, Menggunakan Kembali, Mendaur Ulang, Membusukkan".