Bapakku, sopir angkot yang tak bisa mengingat tanggal lahirnya. Dia hanya mengecap pendidikan sampai kelas 2 SMP. Sementara ibuku, tidak bisa menyelesaikan sekolahnya di SD. Dia cermin kesederhanaan yang sempurna. Empat saudara perempuanku adalah empat pilar yang kokoh. Di tengah kesulitan, kami hanya bisa bermain dengan buku pelajaran dan mencari tambahan uang dengan berjualan pada saat bulan puasa, mengecat boneka kayu di wirausaha kecil dekat rumah, atau membantu tetangga berdagang di pasar sayur. Pendidikanlah yang kemudian membentangkan jalan keluar dari penderitaan. Cinta dan keluargalah yang akhirnya menyelamatkan semuanya
——–
Di atas adalah petikan kalimat, pada sampul belakang sebuah buku, 9 Summers and 10 Autumns, karangan seorang pemuda malang yang berhasil mengalahkan tingginya gedung – gedung bertingkat di Kota New York, dengan menjadi salah seorang Direktur disebuah Perusahaan ternama di bidang Riset Marketing, tapi entahlah apakah dia berhasil mengalahkan masa lalunya ?
Aku memulai hari ini dengan bangun kesiangan, hmm baru jam setengah 7 bisa bangun, pagi ? mungkin tidak, itu sudah siang kategorinya, jika ingin memulai aktivitas.
Begitu bangun, melongok sebentar ke sebelah kanan, terlihat beberapa tumpukan buku yang belum selesai dibaca, beberapa helai kertas hvs fotokopian tugas kuliah berceceran tanpa sempat dirapikan, baju – baju kotor yang sudah dimasukkan ke kantong kresek siap untuk dibawa ke tukang laundry. I grab one of the book beside me, ternyata bukunya mas iwan ini, aku ingat sudah membaca setengah lebih isi buku ini. Walau alurnya berjalan lambat, dengan penceritaan yang maju mundur, dan menurutku ada beberapa hal yang dijelaskan terlalu panjang, tidak mengurangi menikmati isi cerita buku ini, “menginpirasi”.
Kenapa ?, yah karena dia berasal dari keluarga kebanyakan Indonesia, potret buram ketidakadilan pemerataan pembangunan di Indonesia. Bisa sekolah karena orang tuanya akhirnya harus menjual angkot mereka, dan selebihnya ada bantuan dari sanak famili, agar si Iwan ini bisa melanjutkan sekolahnya sampai lulus. Beberapa kali aku berhenti membacanya, merenung sejenak, lalu bertanya “apa yang terjadi jika dari himpitan kesulitan yang dia alami membuatnya berhenti ?”, lalu pertanyaan – pertanyaan lainnya muncul, mendesak, saling sikut menyikut agar aku memikirkan mereka, “berapa banyakkah yang seperti itu di sekitar kampung sini”, di kabupaten ini, mungkin di provinsi ini? dst.
Lingkaran pertanyaannya makin memusingkanku, akhirnya aku coba berdamai dengan tidak perlu memikirkan hal itu lagi. kembali ke soal Iwan, sekali lagi membuktikan kalau ternyata pendidikan bisa membuat lompatan vertikal kesejahteraan seseorang, pendidikan membawa perubahan. Sambil berhayal bahwa ongkos pendidikan di negri ini menjadi lebih murah, harga buku tidak mahal karena, semangat belajar ditumbuhkan, perpustakaan dimana – mana, ah indahnya. Tapi tentu saja bukan karena sekarang aku sedang sekolah dan harus membayar biaya yang lumayan mahal, tapi belajar dari kasus Iwan, semakin baik pendidikan seseorang, semakin baik kualitas orang tersebut, artinya terlepas dari faktor makro ekonomi soal adanya lapangan kerja atau tidak, orang tersebut diasumsikan bisa berkompetisi dengan baik.
Jika semakin banyak orang berkompetisi dengan baik, maka mau tidak mau kualitas mereka akan semakin baik, jika kualitas semakin baik maka apapun yang dikerjakan orang tersebut nilai/mutunya akan baik, dan oleh sebab itu, orang lain akan membeli jasa/produknya. Apakah Iwan berhasil mengalahkan masa lalunya ?
“Your story may not have such a happy beginning but that doesn’t make you who you are, it is the rest of your story, who you choose to be”
Petikan quotes dari film kungfu panda 2 yang sangat kocak dan menghibur, ah balik lagi ke soal masa lalu, dalam buku diceritakan kalau Iwan selalu rindu kampung halamannya, sepertinya ada yang selalu memanggil – manggil dirinya untuk kembali, sepertinya rasa rindu menjelma menjadi udara yang setiap hari dihirup iwan, setiap hari memanggilnya pulang.
Sekarang Iwan tinggal di Batu Malang, dari buku itu disebutkan kalau akhirnya dia resign dari Kantornya, walaupun sudah menjadi direktur. Berikut petikan surat resignnya yang aku ambil dari bukunya :
“In this journey, I have fallen in love with the streets of New York City, Dostoevsky, Opera, World Culture and beautufil Jivamukti Yoga. Nothing is set in stone for now, but just like me taking a chance with yoga, I will take another chance and hopefully dicsover other passions in other activities. It will be exciting”
Farewell everyone, farewell
farewell but not for ever
IS
Keren khan ?, surat resignnya keren menurutku, tidak standar, tidak cengeng, tidak sekedar praise sana – sini yang akhirnya menjadi basi, karena hampir semua orang menulis hal seperti itu.
Jadi sekali lagi, pendidikan nomer satu, bagaimana cerita – cerita seperti ini akan menginspirasi cerita – cerita hidup anak – anak lain, yang mungkin juga mengalami kesulitan yang sama, lalu akan lebih seru lagi jika dari sini semua orang tahu bahwa menggerakkan orang mencapai yang terbaik adalah kewajiban.
Ah, dipagi yang masih kucel ini, mana aku juga belum mandi, sambil nongkrong selonjoran mengetik-ngetik di laptop ini, sembari menutup cerita super singkat ini dengan quotes dari kungfu panda 2,
Remember dragon warrior, when you follow the noble path, anything is possible.
Selamat membaca, semoga menginspirasi
@dayurifanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H