Mentari merangkak pelan diujung langit
Perlahan mulai redup
Meninggalkanku ditelan gelap stasiun
Sejujurnya aku mulai muak dengan senja kota ini
Aku mulai muak dengan hiruk asap rokok
Yang setia hilir mudik di rongga hidungku
Akupun mulai muak dengan pekat secangkir kopi
Yang biasa kulihat digenggam tubuh berbalut jas tua hitam..
Pikirku melayang bersama dengan sepasang burung yang terbang membelah lembayung
Kuingat bagaimana aku bisa ada di kota ini
Kota kecil, dengan seongok cerita kelam
Cerita kelam tentang “aku”
Senja kian berhembus..
Menggugurkan daun-daun mentari
Menyemai benih-benih gelap
Yang siap bertumbuh menjadi malam
Kubenahi topi rajut tuaku..
Kurasa ini saatnya aku beranjak dari stasiun
Menuju garis keras jalanan kota
Demi sesuap nasi, kuserahkan seluruh tubuhku
Harga diri dan perasaanku
Karena aku adalah “kunang-kunang”
Penghias malam..
Dan lara pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H