"Buku yang menarik. Kisah perjalanannya sangat detil. Penulis juga menghubungkan pengalaman perjalanannya dengan berbagai konteks baik politik, budaya, maupun agama. Selain itu, kita akan kunjungi lokasi-lokasi yang tidak biasa seperti Papua Nugini, Pakistan, Mongolia, Uzbekistan, Tajikistan, dan lainnya. Ada kekayaan pengalaman, juga relevansi dengan isu terkini. Kisah yang tidak hitam-putih tetapi penuh dengan warna dan kompleksitas di daerah yang dikunjunginya" Ungkap Anggi Afriansyah, menceritakan kesan membaca buku karya Agustinus Wibowo berjudul "Jalan Panjang Untuk Pulang: Sekumpulan Tulisan Persinggahan."
Anggi Afriansyah, adalah seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Selain sibuk meneliti, dia juga kerap menulis esai. Esai-esainya mudah kita temukan tiap minggu di beragam media. Begitu produktifnya, tulisan mengalir tanpa henti. Apa sebabnya?
"Nampaknya sejak SD. Karena pengaruh orang tua" sambungnya, menceritakan ihwal kesukaan pada membaca, yang nantinya begitu memudahkannya merangkai narasi. Kedua orang tuanya guru dan mereka tinggal di perumahan guru."Di rumah, karena di perumahan sekolah, ada banyak buku terbitan Balai Pustaka. Jadi saya sering membaca buku-buku tersebut. Kemudian, saya lupa kelas berapa, orang tua rutin membelikan majalah Bobo. Jadi setiap hari kamis saya dapat membaca majalah tersebut. Karena itu semakin lama semakin suka membaca. Ketika SMP-Aliyah kemudian ketertarikan terhadap ragam bacaan semakin meluas. Dulu sempat beli buku Lupus karya almarhum Mas Hilman. Terus mulai baca majalah." Lanjut Anggi.
Impian Menjadi Guru.
Menjadi guru adalah impiannya saat kecil. Dibesarkan dari kedua orang tua guru, tinggal di perumahan guru, menghadirkan kecintaan menjadi seorang guru. "Kami cukup lama tinggal di perumahan guru. Sehari-hari saya bermain di sekolah, melihat anak-anak bersekolah dan bermain. Juga melihat Mama saya mengajar, dan Bapak merapikan berbagai administrasi yang terkait dengan pembelajaran. Oleh sebab itu, cita-cita saya ingin menjadi guru." Alumni dari Universitas Negeri Jakarta, jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) serta Sosiologi Universitas Indonesia, saat kuliah dirinya menjadi asisten dosen dan melakukan beberapa riset. Tidak lama dirinya pun memutuskan untuk mengajar di SMA, dan selanjutnya sempat mengajar di beberapa kampus swasta.
"Tapi ternyata jalan hidup saya bukan menjadi pengajar/dosen/guru. Ketika ada kesempatan untuk menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), saya melamar dan diterima. Sejak itu saya menjadi peneliti dan mulai melakukan beragam aktivitas riset. Saya belajar meneliti dari para senior di LIPI ketika melakukan riset lapangan. Juga belajar menulis baik artikel ilmiah maupun artikel populer. Dari situ saya juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan beragam presentasi." Jelasnya.
Pengalaman membaca saat kecil, membawa dirinya membaca beragam macam bacaan. Termasuk majalah, mulai Sabili, Annida, sampai majalah Misteri. Belakangan kemudian baca Majalah Tempo. Sampai akhirnya dirinya punya kesempatan membeli buku dan membaca lebih banyak. Bacaannya pun semakin meluas, karena bertemu dan belajar dari banyak orang.
Beragam Minat
Sekarang ini, membaca telah menjadi sebuah kebiasaan bagi dirinya. Walau dia mengaku tak melulu buku serius yang dibacanya. Jurnal atau buku ilmiah biasa dibaca ketika akan menulis tema tertentu. Tetapi di sela-sela waktu membaca "serius" dia juga membaca buku lain seperti novel atau komik. Juga buku-buku terkait dengan pengembangan diri. Karena merasa membaca penting untuk dilakukan, dia mengupayakan untuk membaca setiap hari. Cara yang dilakukannya adalah dengan menempatkan buku-buku di tempat-tempat yang mudah diakses. Agar ketika ada waktu luang, mudah meraih buku dan membacanya.
"Kalau menggunakan cara James Clear (Atomic Habits) kita bisa menggunakan cara "two minutes rules," gunakan waktu dua menit untuk melakukan apa saja yang dianggap bermanfaat. Misal sedang malas, maka baca saja dua menit. Kemudian istirahat, atau kalau yang hobi lihat medsos, scroll medsos lagi, kemudian baca lagi selama dua menit. Terus saja lakukan itu. Pasti ada kemajuan dalam membaca. Jadi setiap hari bisa membaca. Dalam waktu dua menit, pasti minimal bisa membaca dua-tiga halaman. Seperti latihan otot membaca juga perlu dibiasakan agar otot membaca semakin kuat. Jadi akan senang membaca terus menerus. Juga tandai apa yang dibaca, tulis kata-kata yang menarik. Bisa di bukunya, di mana saja. Jadi kita bisa tahu bahwa buku ini sudah selesai dibaca. Dan bisa diulang untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh." Sambungnya lagi.
 Manfaat Membaca Buku
"Beberapa buku membantu saya berubah. Saya banyak membaca buku self-motivation, self-help. Dulu saya pemalu, dan tidak mudah berinteraksi dengan orang lain. Karena itu saya mencari cara untuk bisa memulai obrolan yang menarik, berinteraksi tapi tidak menyebalkan, berani bicara di depan publik. Buku-buku ini juga membantu saya berkembang dan memiliki orientasi masa depan. Dulu saya membaca buku Emotional Spiritual Quotient karya Ari Ginanjar, Quantum Learning karya Bobbi Porter, Mike Hernacki. Sekarang saya masih suka membaca karya-karya Simon Sinek, Charles Duhigg, James Clear, Daniel Goleman, Mark Manson, Angela Duckworth. Saya pikir, untuk sebagian orang, buku-buku ini dibutuhkan untuk memperbaiki kebiasaan, memperbaiki diri. Kalau di bidang pendidikan saya sangat terpengaruh pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara dan Freire. Perspektif pendidikan saya, salah satunya, dibentuk melalui tulisan mereka."
Minatnya yang luas, membawanya mengunyah beragam jenis buku. Dan itu diakuinya, "Saya cenderung random memang, akhirnya baca banyak ragam buku. Mengapa saya membaca buku-buku tersebut? Karena selain menghibur, buku-buku tersebut memberikan pelajaran hidup yang menarik. Beberapa novel kaya dengan latar belakang sejarah. Beberapa buku begitu imajinatif dan memberikan perspektif yang kaya tentang kehidupan. Beberapa buku berbasis hasil riset sehingga memberikan gambaran utuh tentang kehidupan. Buku-buku ini membawa saya berkelana ke banyak tempat dan peristiwa meskipun saya hanya duduk di rumah. Juga belajar profil tokoh serta belajar melalui kisah hidupnya."
Membaca kisah Anggi Afriansyah, kita seperti diajak untuk segera bergegas mencari buku bacaan sekarang juga. Seperti pesan Anggi dalam membiasakan membaca, "pilih buku yang digemari, tema yang sesuai minat. Dan mulai membaca. Membaca itu dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Syaratnya duduk manis dan mulai membaca. Coba mulai dengan two minutes rules, baca dua menit, istirahat, baca lagi, dan seterusnya. Mulai dari sekarang, mulai dari hal yang paling disukai. Baca, baca, baca, tulis, tulis, tulis."
**
Tentang Anggi Afriansyah
- Peneliti pada Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional. Pernah menjadi Guru di SMAI Al Izhar Pondok Labu (2012-2014) dan Dosen Prodi IPS UNJ (2010-2011) dan Dosen MKU UNJ 2014). Â Menyelesaikan strata satu (S1) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraaan di Universitas Negeri Jakarta (2005) dan kemudian melanjutkan strata dua (S2) di Departemen Sosiologi Universitas Indonesia (2014).
- Menggeluti isu-isu penelitian terkait pendidikan dan ketenagakerjaan. Menulis di Jurnal Kependudukan Indonesia (JKI), Jurnal Masyarakat Indonesia (MI), Jurnal Penelitian Politik, Jurnal Aspirasi DPR, Jurnal Society UBB, Jurnal Studia Islamika, dan International Journal of Language Education.
- Aktif menulis di beberapa Media Cetak dan Media Online seperti di Koran Kompas, Koran Berita Cianjur, Jawa Pos, Koran Jakarta, Media Indonesia, Harian Republika, Bisnis Indonesia, Koran Sindo, Koran Tempo, detiknews, alif.id, NU Online, Kompas.com, dan Beritagar.id.
- Aktif sebagai Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) dan Pengurus Pusat Perkumpulan Profesi Pendidik dan Peneliti Sosiologi Indonesia (AP3SI).
- Publikasi Buku Terbaru: Pendidikan sebagai Jalan Terang, Yayasan Pustaka Obor, 2020; Imajinasi, Problematika, Kompleksitas: Wajah Pendidikan Indonesia (Penerbit Tanda Baca, 2021).
- Dapat dihubungi di afriansyah.anggi@gmail.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H