Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Grace Burdam dan Kabar Baik Taman Baca

9 Oktober 2022   08:15 Diperbarui: 12 Oktober 2022   10:00 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3. Jumlah ketersediaan perpustakaan sekolah di Provinsi Papua (Sumber : Indikator Pendidikan Prov. Papua 2021)

Sebuah kiriman foto datang minggu lalu, Grace Burdam, seorang pustakawan yang ikut mengelola taman baca PinjamPustaka mengirimkan foto itu pada saya. Foto yang berisikan tulisan anak-anak yang kerap hadir dan menjadikan perpustakaan atau taman baca masyarakat yang kami kelola di Kota Sorong, sebagai tempat kunjungan yang tetap tiap minggunya.

"Saya suka perpustakaan ini, terima kasih"


Membaca pesan ini, dan melihat bahwa anak-anak di sekitar taman baca setiap akhir pekan selalu meluangkan waktu datang, bermain dan membaca membuat rasa optimis hadir. Simpulan awal bahwa ruang baca seperti ini bermanfaat hadirkan ruang aman dan nyaman bagi anak-anak. Dari perjumpaan sederhana ini, ada peluang menciptakan kesenangan pada buku dan bacaan.

Dalam tulisannya "Educational investment in conflict areas of Indonesia : The case of West Papua Province (2007)," Julius Ary Mollet menuliskan bahwa pemerintah daerah perlu menitikberatkan dan menyediakan fasilitas sekolah seperti perpustakaan sekolah. Sebab sekarang ini banyak sekolah dasar belum memiliki perpustakaan. Motivasi membaca siswa yang rendah salah satunya disebabkan oleh kurangnya perpustakaan sekolah. Apalagi, harga buku di Papua cukup tinggi. Itu menyebabkan siswa (terutama dari golongan ekonomi rendah) kesulitan membeli buku.

Gambar 2. Grace Burdam, salah seorang relawan pustakawan sedang membaca nyaring bagi pengunjung yang datang. (Sumber foto : pribadi)
Gambar 2. Grace Burdam, salah seorang relawan pustakawan sedang membaca nyaring bagi pengunjung yang datang. (Sumber foto : pribadi)


Ini mengingatkan kita kembali bahwa dalam menumbuhkan kebiasaan membaca, perpustakaan memainkan peran sungguh krusial. Pada tahun 2016, gerakan literasi sekolah dihadirkan pemerintah dengan tujuan membiasakan dan memotivasi siswa untuk mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti. Dalam penerapannya, salah satunya dengan membiasakan membaca 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar. Hal ini mensyaratkan kesiapan perpustakaan dengan buku bacaan yang beragam dan berkualitas.

Menariknya, pada tahun 2020 lembaga penelitian Smeru menurukan laporannya bahwa darurat literasi di Indonesia disebabkan oleh kurangnya perpustakan dan buku bacaan berkualitas. Menggunakan data tahun 2020, perpustakaan yang ada di Indonesia saat ini baru mencapai 154.000 atau hanya memenuhi angka 20% dari kebutuhan nasionalnya. Jika dirinci, untuk perpustakaan umum (tersedia 26% dari kebutuhan 91.000) dan perpustakaan sekolah (tersedia 42% dari kebutuhan 287.000). Dan hal ini juga terjadi pada level kecamatan. Smeru menegaskan bahwa dari total 7.904 perpustakaan kecamatan di seluruh Indonesia, baru terpenuhi sekitar 6% atau 600 perpustakaan yang letaknya masih terpusat di Pulau Jawa.


Menurut laporan Indikator Pendidikan Provinsi Papua 2021, perpustakaan sekolah menjadi salah satu hal yang penting dalam membangun budaya literasi. Tetapi di Papua, meskipun pemerintah telah mewajibkan setiap sekolah membangun perpustakaan dan telah terjadi peningkatan jumlah perpustakaan, namun masih ada sekolah yang tidak memiliki atau belum dilengkapi dengan perpustakaan. Rasio terendah berada pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), di mana hanya antara 36 dan 37 dari 100 sekolah yang memiliki fasilitas perpustakaan di sekolah.

Gambar 3. Jumlah ketersediaan perpustakaan sekolah di Provinsi Papua (Sumber : Indikator Pendidikan Prov. Papua 2021)
Gambar 3. Jumlah ketersediaan perpustakaan sekolah di Provinsi Papua (Sumber : Indikator Pendidikan Prov. Papua 2021)


Begitu melihat dan membaca data-data ini, saya segera merasa betapa pentingnya keikutsertaan masyarakat dalam hal menghadirkan beragam taman-taman baca, sebagai sebuah urun kontribusi dari masyarakat ikut menghadirkan solusi bagi masalah literasi. Saya pun teringat di Kota Sorong, tempat saya tinggal selama 4 tahun ini, ada Rumah Kata, sebuah taman baca yang dikelola oleh Suhardi Aras, dan sudah sejak tahun 2015 membuka layanannya bagi masyarakat. Belum lagi, misalnya EGAD Kairos di kilo 8 (Ansri Nauw), TBM Mansapur di Rufei (Yuli Wambrauw), Kelas Viktori (Hilda), HanoWene Kilo 10 (Yohanes Kossay), Keik Tsinagi (Rith Osok), jika bisa menyebut beberapa inisiatif dari kawan-kawan di Sorong.

Taman-taman baca, yang menghadirkan akses buku dekat pada masyarakat, dekat dengan anak-anak membuat saya teringat penelitian Nursalim dan Sudibyo, pada tahun 2018" Pengembangan EGRA untuk Mengukut Kemampuan Baca Tulis Siswa SD Kelas Awal di Daerah Pinggiran dan Terpincil 30 Sekolah Dasar Kabupaten Sorong." Dalam penelitiannya mereka menghadirkan grafik perbandingan dari kemampuan membaca siswa-siswa sekolah dasar. Dari tiap sekolah, ada 20 siswa yang menjadi sampel dan mewakili kelas 1,2 dan 3. Dengan indikator penilaian mulai dari "membaca lancar dengan pemahaman, membaca dengan pemahaman, membaca dengan pemahaman terbatas sampai ke tidak mampu membaca."

Hasil yang mereka dapatkan adalah terdapat 26 sekolah yang siswanya tidak bisa membaca, dengan rentang mulai dari 2% sampai 95%. Sebagai contoh, jika pada angka 95% dan satu sekolah mengikutsertakan 20 siswanya, maka ada 19 siswa tak bisa membaca (walau dia sudah ada di kelas 2 dan 3 sekalipun).

Su mulai bisa membayangkan kemampuan membaca anak-anak kita di Sorong, sobat?

Sekali lagi, kehadiran taman-taman bacaan di masyarakat bisa ikut membantu menghadirkan buku bacaan dan harapannya membuat anak-anak terbiasa bertemu, berjumpa dengan buku. Dan dari sini kitong bisa lihat bahwa ada peluang hadirkan kesenangan anak pada buku, yang nantinya ikut membiasakan dirinya pada membaca dan kemudian membaca jadi kecakapan penting bagi dirinya.

Sekali lagi, sudahkah mampir ke taman-taman bacaan masyarakat yang ada di kam pu tempat, dan ikut mendukung mereka?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun