Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Els Tieneke Rieke Katmo : Pengalaman Membaca yang Menyenangkan

6 Desember 2021   14:47 Diperbarui: 7 Januari 2022   21:28 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman Membaca yang Menyenangkan.

Orang tua berhasil membuat saya menyukai aktivitas membaca dengan cara-cara menyenangkan sejak kecil.

Banyak pengalaman masa kecil yang membentuk pribadi saya menjadi seseorang yang menyukai membaca. Selain pengalaman membaca dengan mama, kebiasaan membaca bapak sangat memotivasi saya untuk membaca. 

Di rumah, Bapak punya ruang baca kecil yang hanya disekat dengan lemari berisi berbagai buku. Tempat ini selalu jadi tempat rebutan kami kakak beradik untuk membaca. Kalau sedang tidak bermain, saya betah menghabiskan siang duduk di ruang kecil berisi berbagai buku ini, tentu saja sambil membaca berbagai bacaan di sana.

Rasanya beruntung, mempunyai orang tua yang memfasilitasi kami, anak-anaknya, dengan berbagai bacaan mulai dari berlangganan majalah Bobo, juga berlanggan tabloid & Koran lainnya seperti Kompas, Tempo, Mingguan Hidup, Sarinah, Femina, yang juga sering saya baca. Kedua orang tua juga membuat aktivitas membaca dengan cara-cara menyenangkan sejak kecil. 

Mama saya sering membacakan dongeng (dari luar Papua, seperti Malin Kundang, Dewi Sri) dari buku-buku yang dipinjam dari kantornya. 

Beliau juga bertutur tentang dongeng-dongeng asli Papua, terutama dari daerahnya seperti KuriPasai. Jadi biasanya beliau membaca buku ceritanya terlebih dahulu disiang hari, kemudian akan menceritakan kembali kepada kami di malam hari saat kami akan tidur.

Bapak dulu pernah punya toko buku kecil di Taman Laut di Nabire sebelum dibangun pertokoan seperti sekarang ini. Tugas saya setiap pulang sekolah (SD) adalah, membantu seorang asisten bapak untuk menjaga toko buku tersebut. Biasanya sambil menunggu pengunjung, saya membaca buku-buku kesukaan saya. 

Membaca, bertutur atau bercerita adalah tradisi dalam keluarga kami, dan buku menjadi prioritas penting yang utama dari pengeluaran bulanan keluarga, bagaimana tidak, saya ingat betul kami itu berdelapan bersaudara kakak beradik, dan kalau kami minta dibelikan buku (pelajaran), langsung dipenuhi, tetapi kalau baju, bapak selalu bilang, "pake yang ada dulu, tidak harus selalu baru tetapi, harus tetap bersih".

"Buku, membaca bertutur menjadi tradisi keluarga kami, dan saya mencontoh kebiasaan membaca dari orang tua"

Pengalaman membaca yang berkesan pertama kali adalah ketika saya membaca untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan. Buku yang saya lupakan judulnya tetapi begitu terkesan akan isinya adalah sebuah buku yang dipinjami oleh mama dari perpustakaan kantornya (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nabire). 

Kebetulan mama bekerja dibagian perpustakaan, jadi setiap hari selalu membawa pulang 3 atau 4 buku untuk kami baca dirumah. 

Buku itu berisi tentang kesehatan reproduksi, bagaimana perempuan mengalami menstruasi. Saya masih kelas 4 SD saat itu, saya ingat betul karena itu saat mama mulai mempersiapkan saya memasuki masa remaja dengan menyediakan berbagai buku bacaan tentang pubertas perempuan termasuk menstruasi. 

Jadi di saat teman remaja lainnya bergosip sembunyi-sembunyi soal menstruasi, sebaliknya saya sudah mengerti terlebih dahulu dan paham saat seorang guru mendiskusikannya dengan kami (murid perempuan) di kelas 5 suatu hari setelah semua murid laki-laki dipulangkan terlebih dahulu. 

Dengan pengetahuan yang lebih dulu, dan ajaran dari guru membuat saat mengalami periode itu, saya tidak panik tetapi santai dan tenang menikmatinya serta menjalaninya.

Beranjak remaja, jenis buku yang saya sukai adalah cerita serial seperti Kho Ping Hoo. Rasanya ceritanya selalu bikin penasaran membuat ketagihan untuk terus membaca. 

Selain itu novel -- novel karya Sydney Sheldon. Waktu kuliah dulu saya sering pinjam dari taman bacaan kecil kemudian digilir membacanya dengan teman -- teman satu asrama baru kemudian dikembalikan. 

Chiken Soup for The Soul (isinya berisi pengalaman yang menginspirasi orang untuk hidup lebih baik) adalah salah satu bacaan favorit walaupun sekarang sudah jarang saya baca.

Selepas SMA, saya mengambil kuliah di jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Cenderawasih, Manokwari yang sekarang menjadi UNIPA. Penelitian S1 saya adalah tentang Pilihan Kontrasepsi Perempuan di Samabusa Nabire tahun 2000. 

Ada temuan menarik dalam penelitian saat itu, yaitu sebagian besar perempuan tidak menggunakan hak-hak mereka sebagai konsumen kontrasepsi secara baik bahkan ketika mereka mengalami efek samping, mereka tidak bisa mengadu ke penyedia layanan. 

Hal ini disebabkan karena provider atau penyedia layanan kontrasepsi itu tidak memberikan informasi mengenai hak-hak atas keyamanan dan keselamatan konsumen. 

Lulus dari S1 saya pun bekerja sebagai fasilitator lapangan di salah proyeknya ACDI-VOCA di Manokwari. Sebagian besar waktu saya bekerja dengan Petani Perempuan Arfak di Pantai Utara, Oransbari dan Ransiki di Manokwari.

Setelah dua tahun bekerja, saya mendapat beasiswa dari Ford Foundation USA, untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Indonesia, dengan program Women's Studies. 

Saya mendalami Women's studies karena terinspirasi oleh pengalaman pribadi orang tua. Penelitian S2 saya tentang Bagaimana Perempuan Kamoro Melakukan Adaptasi terhadap perubahan lingkungan akibat tailing dari PT.Freeport. Pendekatan Ekofeminism membantu saya menemukan bahwa, dengan pengetahuan lokal (indigenous knowledge) perempuan Kamoro telah melakukan berbagai strategi untuk bertahan hidup dengan cara mengenali bahan pangan lokal yang relatif aman untuk dikonsumsi bagi keluarga.

Sekarang ini saya sedang melanjutkan S3 di Flinders University, saya kembali meneliti masyarakat Kamoro, yang bagi saya adalah laboratorium Sosial untuk belajar Gender dan budaya perempuan. 

Selain itu, saya juga beruntung sebab Flinders membekali dengan pemahaman soal Indigenous Research Methodology yang saya gunakan dalam penelitian ini. Juga membantu menemukan diri saya sebagai indigenous Papua yang kebetulan adalah researcher. Semua itu karena saya punya ketertarikan untuk menghabiskan banyak waktu membaca. 

Waktu kuliah di S2, saya hanya disodorkan sejumlah buku tentang ecofeminism oleh ketua program di UI dan diminta untuk membacanya dan merumuskannya dalam desain penelitian saya. Karena waktu itu tidak ada mahasiswa lain seangkatan yang tertarik memilih mata kuliah perempuan dan lingkungan. 

Ketua Program saat itu bilang, "Els, kalau kamu memang serius mau meneliti tentang perempuan dan lingkungan, kamu baca sendiri deh literaturenya, kemudian saya (program) akan sediakan mentor untuk diskusi, karena tidak ada kelas untuk mata kuliah ini, peminatnya tidak ada, hanya kamu saja". Saat itu Perempuan dan Lingkungan adalah mata kuliah pilihan jadi kalau peminatnya sedikit, tidak dibuka kelasnya.

Moment itu adalah moment di mana saya mendapati bahwa membaca memiliki kekuatan yang luar biasa (powerful) membentuk pengetahuan saya.

Sebagian besar desain penelitian thesis terutama Pendekatannya adalah hasil dari saya membaca berbagai literature (dalam bahasa Inggris). 

Dan ketika mememulai semester pertama sebagai Mahasiswi Ph.D lagi-lagi membaca adalah wajib hukumnya dan saya telah menjadi biasa karena kebiasaan membaca ini sudah sejak kecil. 

Walaupun penyesuaian tetap diperlukan seperti di bulan-bulan pertama, saya juga butuh waktu untuk mencerna satu jurnal dan sampe rasanya mual - mual karena membaca. Tapi ternyata saya bisa, dan membaca tetaplah menyenangkan.

Membaca itu aktivitas menyenangkan. Sambil duduk manis, atau nongkrong diatas batu atau berbaring dan satu kaki diangkat ke tembok dan membaca kita bisa sampe kemana pun. 

Dari kota indah seperti Venice sampe ke permukaan bulan yang berlubang mengerikan sambil kunyah cemilan kesukaan kita. 

Kita akan tahu apa yang terjadi disuatu tempat pada suatu masa tertentu tanpa harus kesana. Kita juga bisa mengenal orang dan pikirannya tanpa harus bertemu dan berinteraksi dengannya. 

Kita bisa memaki Hitler karena kejahatannya tanpa takut dihukum atau menangis dan merasakan denyut jantung orang Yahudi menjelang kematian mereka saat akan dimasukkan kedalam oven. 

Imajinasi kita boleh jalan-jalan kemana-mana dalam lorong-lorong kata dan kalimat yang dibangun oleh penulis melalui membaca. (Dayu Rifanto)

**

Tentang Els Tieneke Rieke Katmo

Kandidat Ph.D dari Flinders University, Australia. Mendapat beasiswa dari Pemerintah Australia (Australia Award Scholarship/AAS) di Flinders Univeristy, School of Social Science and Behaviour, Program Women's Studies and Gender di Adelaide, South Australia, dengan disertasi -yang sedang dikerjakan-tentang Sexual Culture, Gender Relation and HIV/AIDS among Indigeous Married Couple di Tanah Papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun