Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pematung Cilik Asmat Bernama Osakat

26 Oktober 2021   09:41 Diperbarui: 2 September 2024   18:19 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi pribadi (istimewa)

Pematung Cilik Asmat Bernama Osakat
"Osakat Anak Asmat"

"Osakat!" sebuah pekikan merobek udara pagi yang basah dan berkabut. Tak ada sahutan. Sekitar kampung masih lengang dan sunyi. Asap yang bergumpal-gumpal berwarna biru menyeruak dari setiap dapur, membentuk pola-pola tertentu di atas embun."

Pada sebuah buku bacaan anak dengan tokoh seorang anak lelaki dari Asmat, saya menemukan sebuah pesan pada halaman pembukanya. Menggunakan tulisan halus dan menyambung, disertai tanda tangan yang membuat besar dugaan saya, itu adalah pesan sang penulis kepada seseorang bernama Erik.

"Erik, dunia anak-anak Asmat menggiringku untuk mengenal kesederhanaan mereka. Sebuah mutiara yang tertimbun dalam lumpur akan kukenang selalu. Novel kedua ini justru lebih dulu terbit. Sebuah takdir ternyata tak mungkin ditawar-tawar" - Anie Bakrie Arbie

Asmat dan Anie Bakrie Arbie bisa jadi tidak terlalu familiar bagi kita. Tetapi, saya baru tahu juga bahwa nama tersebut adalah nama lain dari Ani Sekarningsih, seorang penulis sastra. Setelah menikah, ia kerap menggunakan nama Anie Bakrie Arbie.

Ani Sekarningsih mulai menulis puisi untuk majalah anak Kunang-kunang saat ia masih duduk di sekolah dasar. Ketika beranjak SMP-SMA, ia telah menulis cerita pendek, sajak, maupun artikel yang mengisi media massa di Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya.

Sebagai bentuk kecintaan pada Asmat, pada tahun 1996, bersama beberapa tokoh nasional, mereka membuat sebuah yayasan bernama Yayasan Asmat. Selain ikut menulis beberapa buku berlatar Asmat, antara lain Osakat Anak Asmat (Balai Pustaka, 1996) dan Namaku Terweraut (Yayasan Obor, 2000).

Jika kita mudah saja menemukan beragam berita, artikel maupun laporan penelitian pada bukunya dengan judul "Namaku Teweraut" sebaliknya, tidak banyak informasi yang dapat kita gali melalui penelusuran maya di internet untuk buku "Osakat Anak Asmat"

Novelet ini, merupakan seri budi pekerti dan terdiri dari 8 bab, antara lain bagian "Makan Pagi", "Rumah Adat", "Ke Puskesmas", "Rumah Guru", "Kapal Perang", "Rencana Perjalanan", "Persahabatan" dan "Kunjungan."

Cerita dalam buku ini menyajikan sudut penceritaan yang menggambarkan kebudayaan suku Asmat di Papua. Sang penulis meramu karyanya sehingga rasanya kita, para pembaca seperti sedang mengunjungi daerah yang kita baca tersebut. Ia penuh dengan pengenalan terkait aturan, tata cara, filosofi dan kebijaksanaan masyarakat Asmat sehingga dengan begitu kita jadi mempunyai gambaran awal tentang Asmat.

Secara garis besar, sebagai seorang anak dari suku Asmat, Osakat dikisahkan mempunyai bakat alam mematung. Petualangan dalam cerita ini mengetengahkan pencapaian Osakat yang akhirnya bisa menjadi juara dalam sebuah lomba mematung yang sangat bergengsi di kampungnya.

Selain itu, diceritakan bagaimana perjumpaan Osakat dengan berbagai macam orang dari berbagai suku termasuk pertemuannya dengan seorang muda berbangsa Jerman, yang tanpa canggung Osakat mampu membawa diri dan bergaul dengan lancar.

Sumber : Dokumentasi pribadi (istimewa)
Sumber : Dokumentasi pribadi (istimewa)

Hal-hal menarik yang bisa kita temukan dalam buku ini dan rasanya masih relevan antara lain bagaimana potret pendidikan yang disuguhkan di sini sepertinya masih terus hadir dan mewujud dalam kenyataan sehari-hari di Asmat, bisa jadi.

Apa saja hal tersebut, antara lain anak-anak yang terus bersekolah di tingkat sekolah dasar walau usianya melampaui usia sekolah dasar. Juga bagaimana kurikulum dan persekolahan yang meminta anak-anak harus hadir setiap hari di sini lain orang tua membutuhkan anak-anak untuk membantu mereka di hutan, serta bagaimana melihat pendidikan yang membuat anak-anak bisa bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat dengan menghadirkan kebutuhan akan pendidikan kontekstual yang menjawab tantangan di mana masyarakat ini hidup.

Pendidikan nilai-nilai selalu berawal dari lingkungan terkecil. Pada sebuah percakapan, sang ayah memarahi Osakat karena keluar rumah tanpa berpamitan pada orang seisi rumah, segera ia menghardik anaknya itu "Sejak kapan kamu mengubah aturan tidak berpamitan ada seisi rumah?" "Saya pergi dulu. ndiwi." Ayahnya segera menyahut "Begitu calon pemimpin (Asmat). Bertata krama dan disiplin".

Tetapi, saya juga menemukan hal yang cukup menggelikan. Ini terjadi ketika atap rumah guru Osakat di sekolah bocor, karenanya perlu mengganti atap gaba dari rumah pak guru, tetapi dalam dan mereka diminta membantu Pak Guru memperbaiki rumah. Dalam cerita disebutkan bahwa itu adalah rumah gaba, tetapi yang terjadi adalah ilustrasi rumah pak guru beratap genteng.

Perihal tidak akuratnya ilustrasi saat dahulu mungkin masih bisa dimaafkan, karena kekurangan referensi atau kesulitan mengakses sumber pelengkap.

Tetapi kalau jaman sekarang yang serba canggih ini masih ada buku yang menggambarkan kisah di Papua dengan kurang tepat atau akurat secara budaya, rasanya ini terjadi karena kurang riset ataupun generalisasi suatu hal yang umum terjadi.

Misalnya, dalam buku bacaan anak bergambar, kita masih bisa saja dengan mudah menemukan bacaan anak dengan latar Papua, yang menggambarkan rumah adat di Papua kebanyakan digambarkan mejadi "honai".

Walau demikian, buku ini menurut saya penting dan menarik sekali dibaca oleh remaja. Mengingat ia ditulis secara memikat, mudah dimengerti. Juga setelah Yanes, Penakut yang Menjadi Pemberani yang ditulis oleh C. Akwan, kita bisa bertemu dengan seorang tokoh anak dari Papua yang tampil menjadi tokoh utama dalam ceritanya.

Singkat kata, Osakat Anak Asmat adalah sebuah cerita dengan tema identitas budaya dan nilai-nilai kelokalannya yang kental, sekaligus mampu beradaptasi dan menjawab perubahan zaman.

***

Judul: Osakat Anak Asmat
Seri Budi Pekerti
Penerbit Angkasa -- Bandung
Terbitan 1996
94 Halaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun