Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Penakut Menjadi Pemberani

21 Oktober 2021   11:19 Diperbarui: 2 September 2024   17:39 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

"Yanes ini memang keterlaluan penakutnya! Umurnya sudah tiga belas tahun, tapi tidur di kamarnya sendiri pun dia belum berani."

Saya lebih dulu mengenal karya C. Akwan melalui bukunya yang berjudul "Ditawan Naga" -- sebuah buku cerita rakyat yang diterbitkan penerbit BPK di tahun 1992.

Pada saat itu, tak sengaja saya menemukan ada yang menjualnya di laman media sosial. Langsung saja saya membelinya, selain karena buku tersebut berisi cerita rakyat Papua, juga dengan cover yang menarik melampaui zamannya.

Selain menulis, Bapa Cely, biasa ia dipanggil, juga dikenal sebagai pencipta lagu. Salah satu karya ciptaannya, yang ia buat di kamar indekosnya di Kayu Putih, Jakarta Timur tahun 1984, ia beri judul "Gembala Baik Bersuling Nan Merdu" -- karyanya ini pernah menjadi 20 lagu pop Kristen terbaik tahun 1980-an.

Melalui "Ditawan Naga," saya mengetahui bahwa ada karyanya yang lain yaitu cerita anak yang berjudul "Yanes, Penakut yang Menjadi Pemberani."

Buku cerita anak yang mengisahkan tentang perubahan yang terjadi pada diri seorang anak bernama Yanes, dari sebuah kampung di Irian Jaya (sebutan Papua, dulu), dari penakut menjadi pemberani.

Dalam sebuah korespondensi yang saya lakukan bersama Pak Cely, beliau menceritakan pengalaman menulisnya yang ia dapat pertama kali di Sekolah Sambungan Putra berasrama di Miei, Wondama, tahun 1958.

Sekolah tersebut merupakan sambungan Sekolah Rakyat Kampung Tiga Tahun dan menerima murid-murid berusia paling kurang dua belas tahun dari berbagai daerah yang lulus ujian masuk.

Saat itu bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar di sekolah itu. Tuan L. van de Graaf, salah seorang guru Belanda, mengajarkan menulis dengan menunjukkan suatu gambar berwarna tentang sepasang suami-istri petani bunga di Belanda yang bunga-bunganya dimakan seekor kambing. Sekelas, mereka diminta menulis sebuah cerita memakai imajinasi tentang gambar tersebut.

Sepertinya, ia pun mulai menyukai tulis -menulis. Kesukaan itu berlanjut hingga setamat SMA, ia sering menyumbang artikel ke Harian Tjendrawasih dan Mingguan Teropong tahun 1967-1970, kedua-duanya terbit di Sukarnapura, Jayapura masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun