Mohon tunggu...
Day Firman
Day Firman Mohon Tunggu... -

Abi's of shareefa & shameera, social entrepreneur, environmentalist. Follow Twitter @dayfirman or Facebook "Hidayat Firmansyah"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Sang Motivator

1 Oktober 2012   17:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:24 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Namun, sayang sekali motivasi-motivasi itu tidak saya dapatkan ketika saya menginjak SMU. Saya mendapati seorang Guru Fisika yang intimidatif. Beliau tidak pernah menanyakan apakah muridnya mengerti atau tidak pelajaran yang telah disampaikannya. Yang beliau tawarkan hanyalah sebuah les tambahan di luar jam pelajaran sekolah. Pada saat pelajaran Fisika tersebut, murid-murid yang mengikuti les tambahan dengan mudah menjawab soal-soal yang diberikan, karena mereka diberikan rumus khusus untuk mengerjakan soal tersebut. Sementara kami yang tidak mengikuti les tambahan dan mengikuti rumus panjang yang tertuang di buku teks akan kalah langkah dan kebingungan. Alhasil, pada Catur Wulan pertama tersebut, nilai yang saya dapat adalah merah membara. Saya benci betul Fisika pada saat itu. Dengan agak frustrasi, Cawu berikutnya saya sengaja ikut les tambahan yang diadakan. Saya tetap tidak mengerti dan tidak paham Fisikan yang diajarkan Guru saya, dan saya merasa tidak ada kemajuan bagi saya dalam pelajaran tersebut. Tapi ajaibnya, nilai Fisika saya langsung hitam pada Cawu tersebut. Sungguh saya merasa tidak layak mendapatkan nilai tersebut.

Tidak ada maksud untuk memuji Guru tertentu dan menghina Guru yang lain, ini semata untuk memberikan sedikit contoh bahwa motivasi yang diberikan seorang Guru bisa begitu dahsyat dampaknya bagi anak didik dalam soal bakat dan kecerdasan sekaligus kita bisa melihat bagaimana pendekatan yang dilakukan oleh Guru dalam menghadapi anak didiknya.

Seorang anak didik juga dapat bermasalah pada suatu pelajaran akibat persoalan personal (keluarga) dan interaksi social di lingkungannya. Tingkat kepercayaan diri setiap anak berbeda-beda. Secara umum, saya melihat anak-anak yang dibesarkan di dalam lingkungan yang berkecukupan secara materi, memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Namun, mereka yang datang dari keluarga tidak berada akan cenderung minder dan tidak menunjukan rasa percaya diri. Disinilah peran seorang Guru kembali diuji. Apakah Guru mampu berlaku adil dan menganggap sejajar anak didiknya tanpa memandang latar belakang ekonomi keluarga atau siapa orang tua muridnya? Apakah Guru juga mampu memberikan motivasi yang mampu meningkatkan rasa percaya diri anak didik yang minder karena kondisi keluarganya (keluarga miskin, orang tua bercerai, dll)? Seorang Guru juga harus mampu menjadikan standar nilai universal yang jelas bagi anak didiknya. Misalnya, Guru menghargai anak didiknya bukan berdasarkan latar belakang keluarganya, akan tetapi kecerdasan anak didik dan sikapnya yang menghargai orang lain di sekelilingnya.

Belum soal personal dan keluarga tuntas dibahas, seorang Guru juga harus memperhatikan permasalahan yang dihadapi anak didiknya terkait dengan interaksinya dengan teman sepergaulan (peer group) dan lingkungan masyarakat yang lebih luas, bahkan dunia maya (internet) juga harus menjadi perhatian seorang Guru. Penggunaan berbagai jejaring social semacam Facebook atau Twitter saat ini tidak dapat dibendung. Seiring dengan itu juga muncul berbagai persoalan. Belakangan kita banyak mendengar di media massa mengenai anak remaja yang diculik oleh "teman" facebook-nya. Hal ini perlu menjadi perhatian tersendiri. Seorang Guru sebaiknya memberikan pemahaman kepada anak didiknya mengenai penggunaan situs jejaring social dengan tujuan yang lebih bermanfaat, seperti memberikan nasihat atau motivasi di status pribadi sang Guru atau menulis di wall anak didiknya. Namun, harus diperhatikan, jangan ada kesan bahwa sang Guru sedang memata-matai muridnya. Karena jika begitu, akan muncul rasa ketidakpercayaan dari anak didiknya .

Dalam sebuah majelis ilmu, saya mencatat beberapa poin penting yang dijelaskan oleh Guru saya tentang tugas seorang Guru, diantaranya adalah; pertama, seorang Guru bertugas membacakan ayat-ayat Allah swt yang menjelaskan sifat-sifat Allah, menjelaskan berita masa lalu dan masa depan, serta menjelaskan perintah dan larangan Allah swt. Kedua, seorang Guru harus membersihkan dirinya sendiri dan murid-muridnya dari dosa-dosa akidah dan muamalah serta melakukan taubat. Ketiga, seorang Guru bertugas mengajarkan Al Quran serta mengajarkan hikmah yang terkandung di dalam Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Selain itu mengajarkan pengetahuan umum yang diperlukan bagi kehidupan anak muridnya.

Selain tugas di atas, seorang Guru juga memiliki sejumlah peran yang harus dimainkannya di hadapan anak didiknya, yakni; menjadi seorang ayah atau ibu dalam konteks hubungan emosional terutama ketika berinteraksi secara intens di sekolah, seorang Guru juga harus mampu menjadi Guru spiritual atau ustadz/ustadzah bagi anak didiknya, oleh karena itu pengetahuan agamanya harus lebih tinggi dari anak didiknya, dan yang terakhir seorang Guru juga harus berperan sebagai seorang pemimpin dalam konteks muamalah.

Akhirnya, kata orang menjadi seorang Guru adalah panggilan jiwa, seperti profesi mulia lainnya, namun perlu dicamkan bahwa tidak cukup hanya menjadi Guru saja, tetapi Guru juga harus menjadi Motivator ulung, yang mampu membangkitkan semangat anak didik melampaui apa yang pernah diharapkan oleh Gurunya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun