Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Polemik Penanaman Nilai Pancasila

29 November 2018   21:59 Diperbarui: 29 November 2018   22:31 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya yakin semua orang yang membaca ini sudah mengetahui bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa kita, dan dasar dari kita bertindak di negara ini. Namun, apakah kita sudah benar-benar mengamalkan Pancasila tersebut dalam kehidupan kita?

Pada zaman Orba (Orde Baru), Presiden Soeharto mencanangkan suatu stabilisasi penyeragaman dengan menyusun suatu gagasan yaitu P4. P4 ini tak lain singkatan dari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. P4 ini sendiri bertujuan mewujudkan lima cita-cita, yaitu (1) takwa kepada Tuhan YME, (2) mencintai sesama dengan selalu ingat kepada orang lain,tidak sewenang-wenang, (3) mencintai tanah air, menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, (4) demokratis dan patuh pada putusan rakyat yang sah, (5) suka menolong orang lain. P4 ini menurut sejarah, disahkan menjadi Tap MPR No II/MPR/1978. 

Jika kita melihat dari isinya, sederhana, namun sarat akan makna tentang pengamalan dari ideologi kita, namun, P4 sekarang kini telah pudar, bahkan hanya segelintir orang yang tahu, karena P4 ini sendiri dipandang kurang fleksibel dalam menghadapi zaman yang semakin berkembang pesat.

Pemerintah sendiri saat itu lebih menekankan pada SARA daripada hal yang lain, saya kira jika P4 dipakai untuk saat ini, mungkin relevan, melihat betapa kita sangat sensitif jika menyinggung tentang agama, toleransi sering disuarakan lantang, namun dalam tindakan, sedikit aksinya. Orang Indonesia, memang benar-benar harus mengalami perubahan mental. Di saat negara lain sudah mengembangkan kebudayaan negaranya, kita masih saja mengembangkan egoisme religiusitas.

Di era yang semakin berkembang pesat ini, Pancasila semakin lama hanya bertindak sebagai bahan mata pelajaran PKN yang harus dihapalkan, bukan untuk dilaksanakan, hal ini yang menurut saya masih kurang, terutama di kaum-kaum pelajar, seperti saya sendiri. 

Teknologi dirancang untuk membantu manusia dalam mengerjakan sesuatu, namun pada kenyataannya, teknologi ini justru membuat kita menjelek-jelekan orang lain, cyberbullying, turut menyebarkan hoax, dan sebagainya. Sila kedua berbunyi,"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", jika kita melakukan cyberbullying, dimana letak keadilan kita bagi manusia lain? Saya kira Pancasila memang benar2 menjadi dasar hidup kita yang akan semakin berkembang dan berkembang sesuai era manusia.

Hal kedua yang masih saya sering temukan, bahkan dalam sekolah saya sendiri, yaitu adalah sikap mencontek. Sikap inilah yang membuat banyak orang Indonesia yang pada akhirnya melakukan tindak korupsi. 

Hal-hal mencontek, tidak jujur saat ulangan atau ujian seharusnya patut kita hindari, tidak usah karena merasa diawasi dan karena peraturan, tapi karena kita sadar bahwa tindakan mencontek itu jauh dari pengamalan sila-sila Pancasila. Jika kita belum bisa berbuat sesuatu untuk negara kita, setidaknya kita benar-benar mengamalkan Pancasila.

Jika kita melihat isi dari sila keempat, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan". Indonesia adalah negara demokrasi perwakilan, dan kita mempunyai lembaga perwakilan di tiap-tiap daerah maupun pusat, DPR misalnya. 

Sering kali saya mendengar kabar bahwa lembaga perwakilan kita hanya bisa "nyinyir", dan tidak bekerja apa-apa, dan sudah banyak masyarakat yang kecewa atas etos kerja lembaga perwakilan kita. Saya melihat ini berdasarkan fakta, yaitu pada salah satu akun instagram petinggi DPR, yang kolom komentarnya hanya diisi cacian dan makian, sedikit sekali saya menemukan motivasi dan pujian untuk petinggi tersebut. 

Saya kira hal ini patut digaris bawahi, yang pertama kita sebagai generasi muda saat ini, kita mencontoh teladan yang baik, kita tinggalkan kesan buruk yang selama ini "menempel" pada lembaga perwakilan kita. 

Yang kedua, kembali masalah cyberbullying, jika kita merasa kurang atau tidak puas dengan etos kerja lembaga perwakilan kita, sebaiknya lebih baik untuk memberikan kritik dan saran, daripada mencaci maki, kita adalah manusia, kita semua sederajad, tidak ada yang pantas untuk mencaci manusia, selain yang di atas, bukankah lebih baik kita memberikan kritik yang membangun daripada mencaci? 

Hal-hal sederhana semacam ini, patut diperhatikan, agar sila keempat ini benar-benar kita amalkan, karena yang saya rasakan, sila keempat inilah yang paling jarang untuk dibahas secara detail.

Saya kira itu adalah beberapa hal yang mengganjal di hati saya tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, untuk hal-hal lainnya, itu adalah kesadaran dari manusia itu sendiri, sampai kapan kita mau untuk terus hidup dalam sikap mental bangsa yang masih bobrok, sedangkan  bangsa lain sudah memajukan bangsanya menjadi lebih maju, Jepang, dengan budaya disiplinnya, Singapura dengan budaya kebersihannya, dan saya yakin Indonesia pasti akan dikenal di mata dunia sebagai bangsa yang besar, dan bangsa yang memiliki mental yang bagus, karena apa? Karena Pancasila adalah  ideologi yang sangat relevan untuk masa apapun, dan Pancasila adalah jiwa kita. AMDG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun