Memanasnya keadaan antara Rusia serta Ukraina akhir akhir ini membuat banyak sektor terdampak, tak terkecuali di bidang olahraga khususnya sepakbola, imbasnya federasi sepakbola Rusia di bekukan langsung oleh federasi sepakbola dunia yaitu FIFA tak cukup sampai disitu saja semula venue laga final kompetisi akbar tertinggi klub klub eropa yaitu Uefa Champions League (UCL) yang awalnya digelar di Stadion Krestovsky, Saint Petersburg, Rusia juga dipindahkan ke Stade De France, Paris , Prancis akibat konflik ini.
Namun yang perlu diingat, di tengah memanasnya keadaan antar kedua negara tersebut, Indonesia juga pernah dilatih di bidang sepakbola dari pelatih asal salah satu negara yang sedang berkonflik kali ini yaitu Rusia, dibawah pelatih yang kerap disebut tangan besi karena polesan latihan yang tidak biasa, Indonesia pernah juara di kancah Sea Games edisi 1991 di Filipina, menariknya hingga kini medali emas sea games cabang sepakbola tersebut belum pernah pulang kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
Siapa sosok pelatih tersebut? Mari kita ulik sejarahnya di rangkuman saya kali ini.
Si tangan Besi Asal Rusia
Anatoli Fyodorovich Polosin namanya, lahir pada sepuluh tahun sebelum Indonesia merdeka yaitu 30 Agustus 1935, lahir di Taishkent, Uzbekiztan, pada saat sebelum menjadi pelatih, Polosin ini juga bermain sebagai pemain sepakbola dan berposisi menjadi bek. Resmi melatih Indonesia pada tahun 1987 hingga 1991, di tangan pelatih asal Rusia ini, Indonesia disegani di kawasan Asia Tenggara. Tercatat pada tahun 1991 Indonesia berhasil menjuarai even yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali yaitu Sea Games yang pada saat itu diselenggarakan di Filipina.
Pada saat gelaran itu Indonesia tampil perkasa dengan catatan tanpa terkalahkan sekalipun, tergabung dalam grup B bersama Malaysia, Vietnam dan tuan rumah Filipina, dan negara pertama yang menjadi korban keperkasaan Indonesia adalah Malaysia, harimau malaya dilibas dengan skokr 2-0, lalu selanjutnya adalah Vietnam dengan 1-0, dan terakhir tim tuan rumah Filipina dipermalukan di hadapan pendukungnya dengan skor 2-1. Di fase semifinal Indonesia sukses menyingkirkan Singapura di drama adu penalti karena selama 120 menit laga tanpa gol, skor 4-2 melalui drama adu penalti menutup laga itu sekaligus membawa Indonesia ke final . Setali tiga uang dengan babak semifinal, di babak final Indonesia juga harus bermain hingga babak adu penalti karena skor kacamata hingga akhir laga, dan hasilnya Indonesia sukses juara dengan mengandaskan Thailand melalui drama adu penalti dengan skor 4-3. Punggawa tim nasional pada saat itu sukses menjawab keraguan publik Indonesia, karena sebelum Sea Games dimulai, Polosin membawa anak asuhnya untuk mengikuti turnamen di Seoul, Korea Selatan yang pesertanya terdiri dari Indonesia, China, Mesir, Korea Selatan, Malta, dan salah satu klub Austria, namun hasilnya nihil, Indonesia dilibas habis dengan negara negara tersebut sekaligus menjadi lumbung gol dengan kemasukan 17 gol dan hanya bisa memasukkan 1 gol.
Kunci di balik kesuksesan Timnas
Namun seperti kata pepatah berakit rakit kehulu berenang renang kita ketepian, bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian, pepatah ini sangat cocok untuk menggambarkan para punggawa tim nasional yang membawa Indonesia juara saat itu, karena di era Polosin ini timnas di model latihan pria asal Rusia itu dengan semi militer. Jika sekarang kita kenal dengan pelatih Shin Tae Yong yang cenderung menggembleng fisik para pemain tim nasional, Polosin lebih dari itu, ia menerapkan sehari latian tiga kali yaitu pagi, siang, malam. Dan metodenya pun tidak biasa, naik turun gunung juga menjadi menu Polosin untuk para pemain nya. Alasan Polosin menggembleng fisik pemain kita dengan serius adalah bahwasannya ia beranggapan fisik para pemain Indonesia pada saat itu hanyalah prima di babak pertama saja.
"Polosin sempat melihat pertandingan Galatama sebelum memanggil pemain untuk pemusatan latihan. Ia pun bilang bahwa kami hanya kuat main di babak pertama saja kemudia menurun di babak kedua" ucap Sudirman mantan pemain timnas yang dilatih oleh Polosin yang saya lansir dari laman Bola.com.
tak jarang karena latian keras Polosin ini banyak dari pemain timnas yang mangkir dari pemusatan latian sebut saja ada Ansyari Lubis, Jaya Hartono, Eryowo Kasiba, dan terakhir mantan pelatih tim nasional kelompok umur 16 yaitu Fachri Husaini. Pemain pemain tersebut kabur dari pemusatan latihan karena tidak kuat dengan metode yang di terapkan Polosin, namun Polosin tidak ambil pusing dengan kaburnya para pemain itu, beliau langsung mengganti dengan para pemain muda seperti Rochi Putiray serta Widodo Cahyono Putro, malahan dua pemain ini pada masa itu muncul menjadi bibit emas untuk timnas Indonesia. Rochi sendiri menjadi mesin gol timnas yang dikenal dengan penampilan nyentrik rambutnya, karena Rochi sering berganti ganti warna rambut, dan Widodo sendiri menjadi penopang Rochi di lini tengah dengan umpan umpan manjanya.
Usaha keras selalu membuahkan hasil, tercatat dengan bekal latian keras dan disiplin ala Polosin menjadikan fisik para pemain timnas seperti orang Eropa, terbukti V02 max mereka meningkat pesat bahkan bisa berlari sepanjang empat kilometer hanya dengan waktu 15 menit.
Selain menggembleng fisik para pemain timnas, strategi Polosin yang terkenal pada saat itu adalah dengan menerapkan "Shadow Football" yaitu strategi dimana para pemain berlari tanpa bola untuk mencari ruang, tentu strategi memerlukan fisik yang kuat karena para pemain dipaksa untuk terus berlari.
Itu dia adalah beberapa fakta menarik dari suksesnya Indonesia merebut medali emas Sea Games 1991, tentu kita publik tanah air pecinta sepakbola merindukan medali emas yang sudah dua dekade lebih tidak pulang kembali ke pangkuan ibu pertiwi, kita doakan saja anak asuh Shin Tae Yong bisa mengulang memori indah tersebut, karena di bulan mei tanggal 12 hingga 23 Sea Games akan diselenggarakan kembali di Vietnam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H