Sebagian besar dari kita sudah tahu bahwa untuk mendengar perlu adanya benda yang bergetar sebagai sumber suara, media penghantar yang biasanya adalah air, dan kita atau penerima suara lainnya. Benda yang bergetar akan menyebabkan getaran pada molekul udara sebagai media penghantar. Getaran ini lah yang kemudian biasa dikenal sebagai gelombang suara.
Getaran fluida ini akan membentuk gelombang berdiri sepanjang membran basilar dan merangsang sel organ Korti. Sel ini lah yang berfungsi untuk mengubah gelombang menjadi impuls yang akan dikirimkan ke otak melalui saraf pendengaran.
Dengan semua tahap pendengaran tersebut, terus gimana caranya kita bisa membedakan suara yang tinggi dan rendah? Gimana caranya kita bisa membedakan suara yang keras dan pelan?
Rendah, tinggi, pelan, dan kerasnya suara tergantung pada karakteristik gelombang suara yang diterima. Tinggi rendahnya suara, atau yang biasa kita sebut nada, dapat dibedakan melalui frekuensi gelombang (berapa banyak gelombang yang terbentuk dalam satu satuan waktu).Â
Sedangkan keras pelannya suara dapat dibedakan melalui intensitas atau amplitudo gelombang. Semakin tinggi frekuensi gelombang, semakin tinggi suara yang kita dengar. Begitu juga dengan amplitudo. Semakin besar amplitudo gelombang, semakin keras suara yang kita dengar.
Pada telinga, besarnya amplitudo akan memengaruhi seberapa 'jauh' gendang telinga akan bergetar. Semakin besar amplitudo, semakin jauh gendang telinga akan bergetar. Sedangkan frekuensi hanya akan memengaruhi kecepatan getaran gendang telinga. Semakin tinggi frekuensi suara, semakin cepat gendang telinga akan bergetar.
Terus Gimana Kalau Telinga Kita Rusak?
Semakin banyak suara yang kita dengar, semakin 'rusak' lah telinga kita. Rusak yang saya maksud di sini adalah telinga kita mulai semakin tidak sensitif terhadap suara. Kerusakan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga: conductive hearing loss, sensorineural hearing loss (SNHL), dan mixed hearing loss.
Sensorineural hearing loss (SNHL)dapat dibagi menjadi dua kasus. Kasus pertama disebabkan oleh 'trauma akustik'. Trauma ini disebabkan oleh terlalu seringnya mendengar suara yang keras. Suara-suara yang keras ini akan menyebabkan kerusakan pada sel organ Korti. Untuk menyembuhkannya, perlu dilakukan terapi agar sel organ Korti kembali seperti semula. Kasus yang kedua disebabkan oleh adanya kebocoran fluida koklea yang dapat menjadi 'racun' bagi telinga bagian dalam. Kasus ini umumnya disembuhkan dengan operasi.