Mohon tunggu...
Vitus AnLan
Vitus AnLan Mohon Tunggu... Penulis - Mencari Tak Berujung

Pencinta Kopi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Kasih dalam Keluarga

5 Desember 2023   23:43 Diperbarui: 6 Desember 2023   00:58 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Suatu masyarakat dibentuk dari beberapa keluarga. Begitu pun dalam Gereja Katolik. Keluarga merupakan Gereja "mini" atau Gereja Rumah tangga (Eklesia domestica).

Keluarga dibentuk melalui relasi perkawinan. Perkawinan itu terjadi antara laki-laki dan perempuan. Tentu hal itu atas kemauan dan kesepakatan antara keduanya.

Bagi orang beriman perkawinan itu juga merupakan kehendak Allah. Karena itu pernikahan adalah juga bermula pada inisiatif Allah. Kita dapat menemukan pendasarannya dalam kisah Allah menciptakan manusia. Allah tidak menghendaki manusia hidup sendiri, maka Ia menciptakan Hawa untuk menjadi penolong bagi Adam.

Karena pernikahan memiliki dasar pada panggilan Allah. Maka pernikahan itu suci. Persatuan pria dan wanita adalah bersifat sakramental, yaitu melambangkan persatuan Kristus dan Gereja-Nya. Persatuan itu berdasar pada cinta kasih.

Oleh karena itu keluarga yang dibentuk melalui perkawinan suci itu bertujuan untuk membangun kesejahteraan suami istri (Bonum coniugum), prokreasi dan pendidikan anak. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu keluarga harus dibangun di atas alas yang kokoh. Terutama dibangun atas dasar cinta kasih. Ada sikap saling menerima dan saling melengkapi.

Akan tetapi banyak realitas keluarga saat ini yang menyeleweng dari keluarga kristiani yang ideal itu. Salah satu fenomena yang kerap terjadi adalah Kekerasan dalam Rumah tangga (KDRT).

KDRT bukan fenomena langkah. Ada banyak kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga. Badan Pusat Statistik (BPS) mendata bahwa ada 7435 kasus KDRT pada tahun 2021. Data ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga marak terjadi dalam keluarga.

Masalah ini memunculkan ketidakharmonisan dalam hidup berkeluarga. Keluarga menjadi berantakan. Biasanya perempuan dan anak-anak yang menjadi korban yang paling banyak. Ada banyak bentuk kekerasan yang terjadi seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, dan masih banyak bentuk kekerasan lain. Namun empat bentuk itu yang marak terjadi.

KDRT ini tergolong masalah yang serius dalam masyarakat kita saat ini. Karena itu siapa saja dipanggil untuk membangun sikap peduli terhadap keluarga-keluarga yang mengalami kekerasan. Gereja sebagai sebuah institusi memberikan perhatian pada permasalahan ini. Gereja menyadari tugasnya untuk menciptakan keutuhan rumah tangga. Hal ini berdasarkan pada pandangan bahwa keluarga itu merupakan unit terkecil dari Gereja.

Perhatiana Gerja termanifestasi dalam seruan-seruan profetisnya. Terutama kehidupan keluarga saat ini. Salah satu seruan profetis Gereja yang memiliki perhatian pada situasi keluarga nampak dalam Seruan Apostolik Pasca Sinode Paus Fransiskus, Amoris Laetitia (Sukacita Kasih).

Seruan apostolik Paus Fransiskus hadir sebagai angin segar untuk menyejukkan kembali hati keluarga yang sudah terlanjur panas akibat percekcokan yang tidak berujung. Anak tetapi sebelum kita melangkah lebih jauh, kita menengok dahulu bagaimana pandangan Gereja mengenai kekerasan.

Kekerasan Menurut Gereja

Artikel 477 dalam Kompendium Katekismus Gereja Katolik menegaskan bahwa kekerasan adalah salah satu bentuk kejahatan moral. Hal ini bertentangan dengan penghormatan pada keutuhan tubuh pribadi manusia.

Katekismus Gereja katolik artikel 1931 memberi penegasan akan keluhuran manusia sebagai ciptaan Allah dan melihat sesama sebagaimana ia melihat dirinya sendiri. karena itu segala bentuk kekerasan baik fisik maupun psikis adalah melecehkan martabat manusia (KGK 2297). dengan begitu KDRT tidak dapat dibenarkan.

Memebangun Kembali Bahtera Rumah Tangga yang Retak: Inspirasi Dokumen Amoris Laetitia

Baba empat dalam Amoris Laetitia membahas khusus mengenai Cinta Kasih Dalam Perkawinan. Di sini saya hanya mengais beberapa hal penting yang telah diuraikan Paus Fransiskus dari bab ini untuk membagun keluarga Kristiani yang baik.

Paus menimbah inspirasi dari 1Kor 13;4-7. Karena Paus menyadari bahwa kehidupan keluarga yang sejati adalah diwarnai dengan kasih. Kasih menjadi fondasi yang kuat bagi tegaknya kehidupan keluarga kristiani. Sakramen perkawinan ditujukan untuk kesempurnaan kasih suami-istri (89).

Dalam perikop itu St. Paulus mengungkapkan keunggulan kasih. Kemudian Paus Fransiskus mengangkat itu menjadi inspirasi untuk menasehati keluarga-keluarga kristiani untuk membangun rumah tangga di atas kasih. Kasih itu diterapkan dan dibina dalam kehidupan sehari-hari.

Karena perlu merenungkan lebih jauh bagaimana kasih itu membuat hidup keluarga menjadi lebih baik. Pada dasarnya kasih itu menunjukkan sikap kesabaran. Kesabaran ini bagian dari sifat Allah yang memperlihatkan belas kasihan terhadap manusia. Artinya Dia memberikan ruang pertobatan bagi kita (91).

Selain kesabaran kasih itu juga terdapat dalam sikap baik hati. Karena kasih bukan sekedar perasaan belaka, tetapi merupakan kata kerja, yaitu "mengasihi". Konsekuensinya kasih itu bermuara pada perbuatan baik (94).

Dan yang paling penting juga adalah kasih itu mengarah pada pengampunan. "Jika kita membiarkan perasaan buruk memasuki hati kita, kita memberi ruang pada rasa benci yang bersarang di dalamnya," (105).

Di sini pengampunan memainkan peranan penting. Kehidupan keluarga tanpa pengampunan hanya membuat masalah semakin besar dan relasi antara anggota keluarga semakin lebar. Tetapi dengan menghidupi semangat mengampuni ada sikap saling menerima satu sama lain. dengan demikian kehidupan keluarga semakin menampakkan kasih Kristiani yang sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun