Mohon tunggu...
Vitus AnLan
Vitus AnLan Mohon Tunggu... Penulis - Mencari Tak Berujung

Pencinta Kopi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Benarkah Guru Tidak Perlu Belajar Lagi?

2 Desember 2023   11:07 Diperbarui: 2 Desember 2023   11:26 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada umumnya di dunia pendidikan dasar dan menengah, guru berperan sebagai penyalur pengetahuan kepada siswa. Hal itu memang tugasnya, yaitu membekali peserta didik dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan.  Dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, guru harus mempunyai kemampuan dan keterampilan yang cukup. Untuk itu, ia harus belajar lebih keras daripada peserta didik dengan selalu memperbaharui pengetahuan agar tidak ketinggalan informasi. Akan tetapi ada guru-guru tertentu mengklaim bahwa mereka tidak perlu belajar lagi. Sebagai contoh, beberapa tahun lalu ketika saya masih duduk di kelas 1 SMA, salah seorang guru pernah berkata; "Kami (guru) tidak perlu belajar lagi". Pernyataannya itu selalu mengusik dalam pikiran saya sampai hari ini. Saya berpikir seandainya semua guru berhenti belajar apakah yang terjadi dengan masa dunia pendidikan Indonesia dan benarkah guru tidak perlu belajar lagi? 

Kita perlu mengakui bahwa kualitas pendidikan Indonesia masih jauh dari memadai. Data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016 memperlihatkan kualitas pendidikan di Indonesia berada di peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan guru menempati peringkat ke-14 dari 14 negara berkembang. Buruknya kualitas pendidikan di Indonesia itu sebagian besar disebabkan rendahnya kualitas guru. Sehingga persoalan kualitas pendidikan di Indonesia dapat dijawab dengan kualitas guru. Guru sebagai elemen penting dalam dunia pendidikan menjadi kunci suksesnya pendidikan Indonesia. Guru yang professional, cerdas, dan kreatif akan menjamin kualitas pendidikan yang dilihat dari kualitas peserta didik yang dihasilkan. Guru yang professional, cerdas, dan kreatif dapat membangun suasana kelas yang baik. Hal ini dapat menarik minat siswa untuk belajar dengan giat.

Dalam membangun suasana kelas yang baik-seperti yang dikatakan sebelumnya, guru harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Guru yang memiliki pengetahuan yang luas tidak dapat mentransfer pengetahuannya itu dengan baik kepada siswa tanpa adanya keterampilan yang cukup. Karena dengan keterampilan yang cukup ia mampu menemukan cara yang ampuh untuk menarik minat siswa mengikuti pelajaran di kelas. Sebaliknya, guru dengan keterampilan tertentu tetapi tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak dapat mengisi kepala siswa dengan pengetahuan. Walaupun ia menemukan cara kreatif, tetapi tidak ada isi yang mau disampaikan. Akan tetapi jika kedua hal itu ada dalam diri para guru, ia dengan mudah "menghipnotis" siswa larut dalam pembelajaran. Ia pun dapat memfasilitasi pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Sehingga para siswa mengikuti pembelajaran dengan baik serta termotivasi untuk terus belajar.

Pengetahuan dan keterampilan yang cukup dapat diperoleh melalui belajar dan latihan. Hal ini merupakan tugas berat bagi para guru. Karena mereka harus terus mengembangkan diri dengan berbagai wawasan-wawasan baru sesuai perkembangan zaman. Dengan pengembangan diri terus-menerus mereka diharapkan dapat menjadi guru yang profesional, cerdas, dan kreatif. Nyatanya, guru yang cerdas mampu menghasilkan peserta didik yang cerdas pula. Akan tetapi masih ada guru yang merasa diri "kenyang " dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Sehingga mereka tidak berniat untuk mengembangkan diri lebih lanjut. Hemat saya ini merupakan salah satu alasan terbesar mengapa kompetensi guru di Indonesia bermasalah.

Dengan melihat perkembangan zaman yang begitu pesat saya berpendapat bahwa sikap arogansi guru yang merasa diri sudah "kenyang" adalah cacat. Setiap zaman tentu mengalami perubahan dengan adanya penemuan-penemuan baru yang bisa saja dalam arti tertentu mengganti hal-hal lama. Mustahil para guru tidak belajar hal-hal baru itu. Apalagi dengan adanya revolusi digital yang terjadi saat ini yang menuntut setiap orang harus beradaptasi agar tidak ketinggalan informasi. Karena orang yang ketinggalan informasi akan terlempar jauh ke belakang daripada orang yang selalu meng-up-date informasi. Sehingga para guru yang tidak meng-up-date informasi akan dikalahkan oleh guru yang selalu meng-up-date informasi. Mereka yang selalu informasi lebih mudah membangun pembelajaran yang kreatif. 

Perkembangan zaman pula menyebabkan dunia pendidikan Indonesia mengalami pergantian kurikulum. Indonesia setidaknya sudah sebelas kali mengganti kurikulum hingga kurikulum 2013 (K13). Perubahan kurikulum yang diterapkan itu dilakukan sesuai dengan tuntutan zaman. Setiap kurikulum mempunyai metode dan pertimbangan khusus dalam proses pembelajaran. Guru pun dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum yang diterapkan. Agar dapat mengasuh mata pelajaran keahliannya dengan baik, dalam arti siswa yang menjadi sasaran dapat menerima materi secara layak.

Penyesuaian dengan kurikulum yang diterapkan membutuhkan keahlian khusus yang dapat diraih dengan belajar dan pelatihan. Ketidakmampuan guru menyesuaikan diri dengan kurikulum tertentu akan berdampak pada proses pembelajaran di kelas. Hal itu akan menyebabkan kemacetan dinamika di kelas. Peningkatan kompetensi guru adalah salah satu cara mengatasi kemandekan proses pembelajaran. Karena kurikulum tanpa guru yang kompeten adalah nihil.

Bukan hanya kurikulum yang berubah tetapi juga metode pembelajaran. Ada banyak guru sampai hari ini masih menggunakan pola top-down dalam mengajar. Pola ini lebih banyak memberi kesempatan kepada guru untuk berperan secara aktif dalam kelas. Sedangkan siswa hanya bersikap pasif dan menerima saja apa yang diberikan guru. Metode ini mengandaikan guru sebagai pusat atau subjek dalam pembelajaran dan siswa berperan sebagai objek. Hal ini menyebabkan siwa hanya mengulang apa yang diberikan guru. Jika hal itu masih terus berlanjut maka siswa tidak akan berkembang. Sikap pasif tidak akan membantu mengembangkan peserta didik.

Pencegahan terhadap ketidakaktifan siswa dalam kelas dapat diatasi dengan menempatkannya sebagai subjek atau pusat pembelajaran dan guru hanya berperan sebagai fasilitator atau pembimbing (Tapung, 2013). Dengan memposisikan siswa sebagai pusat mereka akan terlibat aktif dalam kelas. Dengan demikian suasana kelas akan semakin berwarna.

Dalam mengatasi persoalan kompetensi guru ada tiga elemen yang menurut saya bertanggung jawab dalam mengatasi hal itu. Pertama, dibutuhkan kesadaran dari para guru akan kemampuan mereka. Dengan mengetahui kemampuan mereka dapat menentukan langkah apa yang perlu mereka lakukan untuk meningkatkan kompetensi mereka. Hal yang tak kalah penting adalah menghilangkan sikap arogansi yang merasa diri tahu segalanya. Kedua, tak kalah penting adalah pemerintah. Pemerintah seharusnya memfasilitasi seluruh proses peningkatan kompetensi guru dengan berbagai pelatihan. Karena masa depan pendidikan Indonesia ada di tangan guru. Ketiga, masyarakat mempunyai andil penting untuk mendukung para guru untuk terus mengembangkan diri terus-menerus dengan mempelajari berbagai hal-hal baru. Saya berpendapat bahwa jika ketiga elemen ini saling bekerja sama maka kualitas guru akan semakin meningkat. Sehingga kualitas pendidikan di Indonesia tidak kalah dengan Negara-negara lain. 

(PNC, Desember 2020)

Baca juga: Terpesona pada Dia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun