Mohon tunggu...
Davinna Tiara Meljo
Davinna Tiara Meljo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Andalas

Penulis bernama Davinna Tiara Meljo, namanya di kampus akrab dipanggil davinna. Penulis lahir pada tanggal 8 Februari 2004 di Kota Baturaja, Sumatera Selatan. Penulis berasal dari daerah Jambi, saat ini penulis sedang menempuh studi jenjang strata-1 pada semester dua di Universitas Andalas Padang, dengan menekuni bidang ilmu Sastra Indonesia yang terdapat di ruang lingkup Fakultas Ilmu Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Meriahnya Upacara Tabuik Khas Pariaman di Setiap Tahunnya

19 Juni 2022   22:16 Diperbarui: 19 Juni 2022   23:34 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ Sumatra Barat “ daerah yang merupakan asal suku minangkabau ini sudah tidak asing lagi ditelinga, adat dan kekentalan budaya nya pun sudah tidak diragukan lagi. Minangkabau banyak sekali menyimpan adat,budaya,tradisi yang sudah ada jauh sebelum merdeka dan masih terasa hangat hingga kini, salah satunya ialah upacara tabuik atau tradisi tabuik orang-orang menyebutnya.

Apa itu upacara/tradisi tabuik ?

Upacara tabuik merupakan sebuah tradisi tahunan yang dilaksanakan oleh masyarakat Sumatra Barat khususnya daerah Pariaman. Tradisi ini dilakukan karena untuk mengingat wafatnya salah satu cucu nabi Muhammad.SAW yang bernama Hussein bin Ali, dikarenakan beliau wafat dalam keadaan syahid. Beliau wafat dalam perang karbala pada tanggal 10 muharam.

Sebelum lanjut ke pembahasan selanjutnya, ada baiknya kita mengetahui dulu arti kata “tabuik” , tabuik sendiri berasal dari kata “tabut” yang mempunyai kotak atau peti kayu, diketahui dari sejarah riwayat nabi setelah wafatnya cucu nabi jenazah husein pun dimasukan ke dalam kotak kayu dan dibawa terbang oleh buraq. Buraq merupakan sesosok makhluk yang apabila digambarkan berbentuk kuda dan berkepala manusia.

Kembali pada upacara tabuik, upacara ini sudah ada sejak abad 18, tradisi ini sudah turun temurun dilakukan sejak tahun 1826 masehi. Namun pada saat itu upacara ini masih terpengaruh kental oleh budaya timur yang dibawa oleh pedagang dari India, memasuki abad ke 19 tepatnya pada tahun 1910 perubahan upacara ini terjadi. 

Pada tahun 1910 telah terjadi kesepakatan antar dua nagari yang dipimpin oleh wali nagari (sebutan untuk saat ini) terjadilah rundingan antar dua nagari ini dan didapatkanlah kesepakatan, hasil dari kesepakatan tersebut ialah pelaksanaan upacara/tradisi ini akan dilakukan sesuai ketentuan adat yang ada di minangkabau.

Pada awal sejak kemunculannya, tradisi tabuik ini hanya satu jenis yakni ‘tabuik pasa’ dengan seiring berjalannya waktu terjadi lagi kesepakatan antar dua nagari tadi dan munculah hasil kesepakatan yang dimana akan diadakan pula upacara serupa di daerah bagian sebrang, yang dikenal dengan sebutan ‘tabuik subarang’. 

Tabuik pasa dapat dijumpai di wilayah selatan sungai  yang membelah kota pariaman hingga tepian Pantai Gandoriah, sedangkan Tabuik Subarang dapat dijumpai di wilayah utara sungai pariaman atau daerah kampung jawa. Dan hingga sampai saat ini ada dua jenis tradisi upacara tabuik, sebenarnya kedua tradisi ini sama yang membedakannya adalah di lokasi pelaksanaan saja, untuk proses pelaksanaan dan tata cara lainnya sama saja.

Lalu apa saja sih yang dilakukan atau ditampilkan ketika proses upacara tabuik ini diadakan ? Mari simak penjelasan berikut !!

Upacara tabuik pada umumnya menampilkan pertempuran kabara yang dimana pertempuran karbala ini diiringi oleh alat musik tradisional bernama gendang tasa dan untuk proses tradisi upacara tabuik ini dilakukan mulai dari tanggal 1 sampai 10 muharam pada setiap tahun. 

Dari rentan tanggal tersebut dilakukanlah beberapa proses ritual hingga menjelang hari H. Untuk hari pertama (1 muharam) dilakukan ritual mengambil tanah lalu dilanjutkan pada tanggal (5muharam) dengan proses menebang pohon pisang, selanjutnya ditanggal (7 muharam) dilakukan proses mataam dan dilanjutkan dengan mengarak jari-jari pada malamnya,

tepat di tanggal (8 muharam) dilanjutkan dengan ritual mangarak saroban dan di hari h tanggal (10 muharam) dilakukanlah ritual tabuik naik pangkek dan dilanjutkan bersama ritual hoyak tabuik dan ditutup dengan melarung tabuik ke pantai gandoriah. Selama proses ritual selalu diiringi oleh alat musik gendang tasa.

genpi.id
genpi.id

Sumatra Barat menjadikan tradisi tabuik sebagai salah satu traget wisata dari sekian banyak objek wisata lainnya. Tradisi upacara tabuik ini banyak menyita perhatian dan antusias masyarakat Sumatra Barat serta para turis lokal maupun mancanegara. Banyak turis yang tertarik akan salah satu tradisi yang ada di minangkabau ini. 

Setiap tahunnya puncak acara upacara tabuik ini selalu disaksikan oleh puluhan bahkan ratusan pengnjung yang datang dari berbagai pelosok negeri. Tradisi upacara tabuik ini mendapatkan perhatian dari masyarakat penuh dan turis turis asing, yang membuatnya menjadi acara festival yang sangat ditunggu-tunggu setiap tahun.

Pantai Gandoriah pun menjadi titik pusat perhatian semua orang apabila tradisi upacara tabuik ini dilakukan, terlebih lagi bila proses tabuik diarak menuju pantai. Bila kalian tertarik untuk mengikuti prosesi upacara tabuik ini di tahun mendatang, kalian bisa mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan pada saat di tempat.

Terutama menyiapkan transportasi dan penginapan bagi kalian yang berada di luar daerah Pariaman. Selanjutnya menyiapkan beberapa peralatan dokumentasi, dikarenakan upacara tabuik ini hanya dilakukan setahun sekali serta banyaknya rangkaian proses yang dilakukan, sehingga wajib untuk mengabadikan momen saat upacara berlangsung.

Sangat tertarik bukan untuk mempelajari adat dan budaya minangkabau satu ini ??

Semoga kita semua dapat selalu melestarikan adat, tradisi, dan budaya lokal ini hingga pada  abad berapapun.

** Biografi Penulis **

Penulis bernama Davinna Tiara Meljo, namanya di kampus akrab dipanggil davinna. Penulis lahir pada tanggal 8 Februari 2004 di Kota Baturaja, Sumatera Selatan. Penulis berasal dari daerah Jambi, saat ini penulis sedang menempuh studi jenjang strata-1 pada semester dua di Universitas Andalas Padang, dengan menekuni bidang ilmu Sastra Indonesia yang terdapat di ruang lingkup Fakultas Ilmu Budaya.

Mohon maaf sebesar-besarnya dari penulis apabila ada salah kata atau tulisan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun