Mohon tunggu...
DAVINA VANIA CHARITY
DAVINA VANIA CHARITY Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar giat mengejar cita-cita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan Sosial: Membangun Relasi, Bukan Disintegrasi

6 September 2024   20:37 Diperbarui: 6 September 2024   20:40 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

"Satu-satunya cara untuk memahami perubahan adalah dengan terjun ke dalamnya, bergerak dengannya, dan bergabung dengan tariannya." -Alan Wilson Watts

Hidup ini berjalan tidak mungkin tanpa adanya perubahan. Apakah masih ada yang berpikir perubahan hanya memberikan dampak negatif? Perubahan bisa terjadi atas kemauan kita ataupun di luar kendali kita. Kapanpun itu terjadi, kita harus siap menjalani proses kehidupan ini.


Sebagai makhluk sosial, perubahan sangat melekat pada kehidupan kita. Seorang sosiolog terkenal, Emile Durkheim, turut memberikan pendapatnya terkait perubahan sosial. Ia berpendapat bahwa perubahan sosial mengacu pada tranasformasi dalam struktur sosial dan pola hubungan dalam masyarakat dari waktu ke waktu.


Dikatakan bahwa perubahan yang terjadi adalah hasil dari faktor ekologis dan demografis. Hal ini tentunya mengubah kehidupan masyarakat. Dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanik. Lalu, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat solidaritas organik.


Menurut saya sendiri, perubahan sosial berarti transformasi sosial yang menciptakan suasana baru. Manusia harus selalu beradaptasi dengan adanya perubahan. Menjadikan hal itu sebagai kesempatan belajar untuk maju. Bukan malah untuk mencari celah perpecahan.


Terdapat empat teori perubahan sosial. Pertama, teori siklus yang melihat perubahan sebagai sesuatu yang berulang-ulang. Kedua, teori perkembangan yang percaya bahwa perubahan dapat diarahkan ke titik tujuan tertentu (masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kompleks).


Ketiga, teori gerakan sosial dimana ada sejumlah besar orang mengorganisasikan diri untuk memperjuangkan perubahan. Terakhir, teori modernisasi yang melihat bahwa perubahan negara-negara terbelakang akan mengikuti jalan yang sama dengan negara industri di Barat.


Perubahan sosial memiliki banyak jenis. Terdapat perubahan lambat dan perubahan cepat. Perubahan kecil maupun perubahan besar. Perubahan yang direncanakan juga tidak direncanakan. Serta perubahan struktural dan perubahan proses.


Kita dapat menemukan jenis perubahan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, dalam hal berpakaian. Dahulu, pakaian tradisional wanita Indonesia (kebaya) sangat sering dipakai. Sekarang, cara berpakaian sudah mengikuti cara bermodel kebarat-baratan.


Contoh lainnya adalah dalam bidang teknologi. Keterbatasan berkomunikasi dengan gadget menjadi sangat mudah berkomunikasi jarak jauh. Dalam bidang ekonomi, perubahan dari sistem barter ke mata uang. Sebenarnya, terdapat banyak sekali contoh-contoh lainnya.


Perubahan dapat terjadi dalam cakupan yang luas. Mencakup kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Setelah Merdeka pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia tentu mengalami banyak sekali perubahan. Proklamasi Kemerdekaan yang akhirnya dapat menyatukan berbagai perbedaan di Indonesia.


Mengutip dari sebuah jurnal. Berjudul Perspektif Sosial Budaya dalam Perkembangan Sejarah Kebangsaan Nasional Tulisan Haryono Rinardi dari Universitas Diponegoro. Dikatakan bahwa masyarakat Indonesia di masa kolonial terbagi menjadi tiga kelompok. Mereka adalah kelompok Indo-Eropa, lalu Asia atau Timur Asing, dan masyarakat Bumiputera.


Namun, Proklamasi Kemerdekaan yang akhirnya menghilangkan pandangan itu. Semua penduduk dipandang sama secara sosial. Setiap penduduk Indonesia sama di mata hukum. Perbedaan-perbedaan yang ada semakin bisa diterima.


Perubahan ini selanjutnya juga membawa pengaruh besar yang ditunjukkan dalam hubungan sosial antara kelompok-kelompok tertentu. Hal ini pun kemudian juga berubah, seiring dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Setelah Merdeka pun, Bangsa Indonesia tidak luput dari berbagai pemberontakan. Pemberontakan yang akhirnya melahirkan perubahan. Namun, bagaimana pemberontakan tersebut kemudian menimbulkan disintegrasi? Mari kita lihat bersama!


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu. Artinya terpecah-belah, hilangnya keutuhan atau persatuan. Berbagai upaya telah dilakukan Bangsa Indonesia untuk mengatasi ancaman disintegrasi bangsa.


Dimulai dari pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Madiun. Pemberontakan ini bertujuan membentuk Republik Soviet Indonesia. Pemerintah melancarkan operasi militer untuk menumpas pemberontakan ini. PKI pun berhasil ditumpas.


Selanjutnya adalah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bertujuan untuk memisahkan diri dari NKRI dan membentuk Negara Islam Indonesia. Tentu, ini merupakan ancaman disintegrasi bagi Bangsa Indonesia.


Contohnya di DI/TII Jawa Barat. Upaya yang dilakukan untuk menumpas pemberontakan ini adalah melalui jalan damai. Namun, upaya ini mengalami kegagalan. Akhirnya, pemerintah bertindak tegas dengan menerapkan operasi militer.


Terjadi juga pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Dipicu oleh golongan kolonialis Belanda untuk mengamankan kepentingan ekonominya. Lalu, berupaya untuk mempertahankan berdirinya Negara Pasundan.


Upaya penumpasannya adalah melalui perundingan. Perundingan antara Perdana Menteri RIS dan Komisaris Tinggi Belanda. Dilakukan juga perundingan oleh pihak lain demi menumpas APRA. Selain itu, dilakukan operasi militer yang dengan cepat mengusir APRA.


Berikutnya, ada pemberontakan Andi Azis. Tujuannya adalah untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur (NIT). Namun pada akhirnya, NIT bersedia bergabung dengan NKRI. Dikirim juga pasukan TNI untuk menumpas sisa-sisa kelompok Andi Azis.


Tidak kalah menegangkan, pernah terjadi juga pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Gerakan separatis menuju disintegrasi karena ingin membentuk negara sendiri. Negara sendiri yang lepas, baik dari NIT maupun NKRI. Upaya penumpasannya pun tidak mudah.


Pemerintahan RIS telah mencoba mengatasi dengan cara damai, namun gagal. Akhirnya, terpaksa menggunakan kekuatan senjata untuk menumpas RMS. Sangat disayangkan, masih terdapat banyak tokoh RMS yang melarikan diri. Kelompok ini terus menimbulkan kekacauan.


Lalu, ada juga pemberontakan PRRI/Permesta. Pemberontakan ini muncul di Sumatera dan Sulawesi. Dipicu oleh ketidakpuasan terhadap alokasi dana pembangunan dari pemerintah pusat. Ketidakpuasan yang kemudian bertumbuh menjadi ketidakpercayaan terhadap pemerintah.


Upaya untuk menumpas pemberontakan ini adalah dengan menggunakan kekuatan militer. Melibatkan Angkatan Laut, Angkatan Darat, maupun Angkatan Udara. Operasi militer dilaksanakan hingga akhirnya dapat menumpas pemberontakan-pemberontakan yang terjadi.


Pemberontakan terakhir adalah Gerakan PKI 30 September 1965 (G30S/PKI). Gerakan ini bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia. Gerakan ini tentunya memicu kekacauan, bahkan disintegrasi.


Kita dapat melihat berbagai ancaman yang kita hadapi, bahkan setelah Merdeka. Pemberontakan-pemberontakan yang menimbulkan disintegrasi. Ancaman disintegrasi yang harus dihadapi dengan bijaksana. Jika tidak, maka persatuan & kesatuan akan benar-benar menjadi tiada.


Setiap pemberontakan memiliki kesusahannya masing-masing. Menimbulkan perubahan-perubahan di luar perkiraan. Mempengaruhi persatuan & kesatuan bangsa. Upaya yang dilakukan oleh Pahlawan-pahlawan kita pun tidak sembarangan.


Dapat terlihat perubahan-perubahan yang timbul setelah terjadinya berbagai pemberontakan. Bahkan, perubahan yang direncanakan oleh kelompok-kelompok pemberontak. Maka dari itu, kita harus sadar bahwa perubahan akan selalu ada. Namun, cara kita menghadapinya harus dengan bijaksana.


Perubahan sosial yang terjadi mempengaruhi banyak hal. Seperti perubahan nilai, pola perilaku, organisasi sosial, pelapisan sosial, kekuasaan, dll. Tidak semua perubahan bisa kita prediksi. Namun, kita harus siap dengan segala perubahan yang terjadi.


Jangan sampai perubahan merubah kita menjadi buruk. Melainkan, kita harus menjadikannya sebagai batu loncatan untuk terus berkembang. Seharusnya kita dapat meneruskan semangat juang para Pahlawan dalam menghadapi ancaman disintegrasi.


Sebagai generasi muda, kita harus terus mempertahankan persatuan & kesatuan. Mari kita terus membangun relasi yang baik dengan sesama, bukan malah memicu disintegrasi!

Sumber:

Maryati, Kun dan Juju Suryawati. Sosiologi untuk SMA/MA Kelas XII Kelompok Peminatan. Penerbit Esis.
Hapsari, Ratna dan M. Adil. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII Kelompok Wajib. Penerbit Erlangga.
Ruang Guru

Esa Unggul

Detik.com

Detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun