Mohon tunggu...
Davina Shava Velisa
Davina Shava Velisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Pengaruh Pragmatik dalam Interaksi Bahasa dan Budaya

21 Desember 2024   17:40 Diperbarui: 21 Desember 2024   17:39 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai cerminan budaya yang mendalam. Setiap penggunaan bahasa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk latar belakang budaya pembicara, norma sosial, serta konteks situasi komunikasi. Pragmatik, cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna dalam konteks penggunaan bahasa, memainkan peran yang sangat penting dalam memahami bagaimana pesan disampaikan dan diterima. Artikel ini akan membahas hubungan antara pragmatik, bahasa, dan budaya, serta bagaimana aspek budaya mempengaruhi penggunaan bahasa dalam interaksi sosial, baik dalam konteks lokal maupun global.

Pragmatik dan Fungsi Bahasa

Pragmatik berfokus pada penggunaan bahasa dalam situasi tertentu, dengan mempertimbangkan konteks, tujuan, serta peran sosial pembicara dan pendengar. Salah satu aspek utama dalam pragmatik adalah analisis tentang bagaimana makna diperoleh bukan hanya dari kata-kata yang digunakan, tetapi juga dari cara kata-kata tersebut dipahami dalam konteks sosial, situasional, dan budaya. Dalam komunikasi sehari-hari, makna yang terkandung dalam suatu ujaran sering kali tidak hanya bersifat literal, tetapi lebih kepada bagaimana pembicara dan pendengar menginterpretasikan pesan sesuai dengan situasi dan hubungan sosial mereka.

Sebagai contoh, dalam situasi formal, seseorang mungkin mengatakan "Apakah Anda bisa memberikan bantuan?" Namun, dalam konteks informal, pertanyaan yang sama bisa disampaikan dengan ungkapan yang lebih santai, seperti "Bisa bantu nggak?" Kedua kalimat tersebut memiliki makna yang sama secara literal, tetapi perbedaan dalam cara penyampaian menunjukkan perbedaan dalam konteks sosial dan relasi antara pembicara dan pendengar.

Bahasa sebagai Cerminan Budaya

Bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai cerminan dari nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat. Setiap bahasa memiliki karakteristik yang unik, yang mencerminkan pandangan hidup, sistem nilai, dan norma-norma sosial masyarakat penggunanya. Sebagai contoh, dalam budaya Indonesia, penggunaan kata sapaan yang beragam, seperti "Bapak," "Ibu," "Saudara/Saudari," dan lain-lain, mencerminkan tingkat keakraban, usia, atau status sosial. Ungkapan-ungkapan ini bukan sekadar konvensi linguistik, tetapi juga bagian dari cara orang Indonesia menghargai dan menghormati satu sama lain dalam komunikasi sehari-hari.

Selain itu, ada pula ungkapan-ungkapan khas yang mengandung nilai budaya tertentu, seperti "Selamat pagi," "Apa kabar?" atau "Terima kasih." Meskipun secara pragmatik ungkapan ini mungkin terlihat sederhana, ia mengandung lapisan makna yang mendalam. Ungkapan seperti ini menggambarkan keinginan untuk membangun hubungan sosial yang harmonis, menegaskan rasa hormat, dan memelihara hubungan baik antar individu dalam masyarakat.

Pragmatik dalam Konteks Budaya

Penggunaan bahasa dalam budaya yang berbeda seringkali dipengaruhi oleh faktor pragmatik yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial, hierarki, dan peran individu dalam masyarakat. Sebagai contoh, dalam budaya Jawa, bahasa halus atau krama digunakan untuk menunjukkan rasa hormat terhadap orang yang lebih tua atau memiliki status sosial yang lebih tinggi. Penggunaan bahasa ini tidak hanya mengikuti aturan linguistik, tetapi juga norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dalam konteks ini, seseorang yang berbicara menggunakan krama kepada orang yang lebih tua atau atasan akan menunjukkan penghargaan terhadap status dan otoritas orang tersebut.

Sementara itu, dalam budaya yang lebih egaliter, seperti yang ditemukan di beberapa daerah perkotaan Indonesia, penggunaan bahasa cenderung lebih santai dan informal. Dalam situasi semacam ini, tidak ada kewajiban kuat untuk menggunakan bentuk bahasa yang sangat formal. Namun, tetap ada elemen pragmatik yang mempengaruhi cara berbicara, seperti penggunaan kata sapaan atau ungkapan yang sesuai dengan kedekatan hubungan sosial antar individu.

Contoh Kasus: Bahasa dan Etika dalam Budaya Indonesia

Salah satu contoh menarik dalam hubungan antara bahasa, pragmatik, dan budaya dapat ditemukan dalam etika berbicara dalam budaya Indonesia. Di Indonesia, bahasa dan etika sosial sangat terkait erat. Misalnya, dalam percakapan antara atasan dan bawahan, ungkapan yang digunakan tidak hanya menunjukkan kehormatan terhadap otoritas, tetapi juga mencerminkan nilai hierarki yang mendalam dalam budaya Indonesia.

Dalam situasi formal seperti rapat perusahaan, seseorang yang lebih muda atau bawahan diharapkan menggunakan bahasa yang lebih sopan dan penuh hormat, misalnya dengan menggunakan kata "Bapak/Ibu" saat berbicara dengan atasan, meskipun topik pembicaraan bersifat santai atau tidak terlalu serius. Di sisi lain, jika dua teman seumuran berbicara, mereka mungkin menggunakan bahasa yang lebih langsung dan informal, yang menunjukkan kesetaraan dan kedekatan mereka. Kesalahan dalam menggunakan bentuk bahasa yang tepat dalam konteks ini bisa dianggap sebagai pelanggaran budaya, meskipun secara pragmatik mungkin tidak salah.

Pragmatik dan Bahasa dalam Era Globalisasi

Di era globalisasi, pengaruh dari berbagai budaya dan bahasa semakin mendalam. Proses globalisasi ini membawa percampuran budaya yang mempengaruhi cara berkomunikasi di seluruh dunia, termasuk dalam konteks bahasa. Dalam masyarakat multikultural dan multibahasa, seperti di Indonesia, percampuran bahasa menjadi fenomena yang sangat umum. Bahasa Indonesia, misalnya, semakin banyak dipengaruhi oleh bahasa Inggris dan bahasa daerah lainnya.

Pragmatik juga berkembang seiring dengan perubahan sosial dan budaya ini. Dalam interaksi internasional, penggunaan bahasa yang mencampurkan elemen-elemen bahasa berbeda menjadi lebih sering terjadi. Hal ini terjadi karena kebutuhan untuk berkomunikasi lintas budaya yang semakin meningkat, baik dalam dunia bisnis, pendidikan, maupun interaksi sosial sehari-hari. Sebagai contoh, dalam dunia kerja, penggunaan bahasa Inggris seringkali tidak hanya terbatas pada perusahaan multinasional, tetapi juga mulai diterima dalam percakapan informal di antara para profesional muda di Indonesia.

Namun, meskipun globalisasi membuka ruang untuk penggunaan bahasa yang lebih bebas dan mencampuradukkan elemen-elemen dari berbagai bahasa, pragmatik tetap memainkan peran kunci dalam menjaga makna yang dimaksud dalam komunikasi. Setiap budaya membawa norma-norma pragmatik tertentu yang memengaruhi cara kita berbicara dan berinteraksi dengan orang lain.

Pragmatik memberikan wawasan yang dalam tentang bagaimana bahasa digunakan dalam konteks sosial yang kaya akan nilai budaya. Dalam setiap interaksi, bahasa tidak hanya menyampaikan pesan literal, tetapi juga membawa nilai-nilai budaya yang mendalam. Oleh karena itu, memahami hubungan antara pragmatik, bahasa, dan budaya sangat penting untuk membangun komunikasi yang efektif dan harmonis, terutama dalam masyarakat yang multikultural dan semakin terhubung di era globalisasi ini.

Sebagai penutup, kita harus menyadari bahwa bahasa bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga cerminan dari cara kita melihat dunia, nilai-nilai yang kita anut, dan hubungan sosial yang kita jalani. Menghargai dan memahami pragmatik dalam konteks budaya dapat meningkatkan pemahaman antarindividu dan antarbudaya, serta mengurangi potensi kesalahpahaman dalam komunikasi lintas budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun