Mohon tunggu...
David Solafide
David Solafide Mohon Tunggu... lainnya -

'Life is very short and there's no time for fussing and fighting, my friends' The Beatles. Do join English Community http://english-comm.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(Rase) Makam Sepasang Klarap

2 Mei 2011   04:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:10 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rase adalah musang berbulu abu-abu. Rase juga nama seorang anak laki-laki, seorang anak yatim berumur enam tahun. Ayahnya dikabarkan tewas dalam sebuah pertempuran untuk membasmi pemberontak. Rase tidak pernah tahu wajah ayahnya. Rase sering diejek anak-anak sekampungnya karena tidak punya ayah. Dia dianggap sebagai anak haram. Karena itu, Rase sering bermain dengan binatang. Dia menyayangi binatang-binatang yang dia temui, dan binatang-binatang itu juga senang kepadanya.

Ibunya, Mbok Tamirah, mengajak Rase pindah ke desa lain. Desa Tluwe di wilayah Tuban menjadi pilihan mereka karena desa itu berjarak sehari perjalanan dari desa mereka. Cukup jauh untuk memulai kehidupan baru, pergaulan baru, dan suasana baru. Tetapi di desa yang baru itupun Rase tidak mempunyai teman. Desa itu sedemikian kecilnya sehingga sulit bagi Rase untuk mendapatkan teman yang seumur dengan dia.

Setelah dia memberi makan dua ekor kambing piaraannya, Rase selalu pergi ke hutan di sebelah barat desa. Di sana dia bermain dengan binatang-binatang sembari ngarit 1) untuk makanan kambingnya. Dengan kegiatan tersebut, Rase merasa senang dan tenang. Tidak ada yang mengolok atau mengganggu dia.

“Kalau bermain, jangan terlalu jauh,” pesan Mbok Tamirah, ibunya yang sangat menyayanginya. “Di hutan, kamu bisa ketemu celeng 2) atau binatang buas lainnya.”

Rase selalu menuruti nasehat ibunya. Tetapi, dari hari ke hari, Rase bermain semakin jauh ke dalam hutan. Binatang-binatang itu sangat menarik perhatian Rase, sehingga tanpa dia sadari dia telah berada jauh di tengah hutan.

Suatu hari, sepasang klarap (bunglon) - yang biasa bermain dengannya – mati. Bunglon-bunglon itu memang telah tua dan sudah tiba waktunya untuk mati. Rase menguburkan dua ekor binatang itu. Ketika Rase menaburkan bunga di atas kuburan itu, seorang pemuda datang menghampirinya.

“Apa yang kamu lakukan di tengah hutan ini?” tanya pemuda itu. Pertanyaan yang lumrah. Bagaimana mungkin seorang anak laki-laki berumur enam tahun berada di tengah hutan seorang diri? Apakah dia seorang peri, jin, atau semacamnya?

“Aku menguburkan sepasang klarap,” jawab Rase.

Klarap mati kenapa harus dikuburkan?” pemuda itu masih penasaran.

“Karena mereka adalah teman-temanku,” jawab Rase, masih menaburkan bunga.

Pemuda itu duduk di samping Rase, mengambil sedikit bunga, dan menaburkannya di atas kubur itu.

“Lha, kakang ini siapa, dari mana, dan mau ke mana?” tanya Rase.

“Namaku Lowo, aku dari desa Wadung, aku mencari dua ekor sapiku yang hilang.”

“Sapimu hilang?”

“Ya.”

Mereka berdiam beberapa saat. Tak lama kemudian terdengar suara lenguh sapi di kejauhan. Mereka saling pandang. Mereka berdiri dan menuju ke arah suara itu. “Itu sapi-sapiku,” kata sang pemuda. Sejak saat itu para gembala yang kehilangan ternak mereka selalu datang nyekar 3) di kubur tersebut agar hewan ternak mereka dapat ditemukan kembali.

Rase semakin merasa krasan bermain dengan para binatang di hutan itu. Dia bermain semakin jauh ke tengah hutan, lupa pesan ibunya. Suatu hari, ketika dia sedang bermain, Rase melihat seekor burung yang bulunya sangat indah. Dia berusaha untuk menangkap burung itu. Tetapi, burung itu terbang menjauh. Rase mengejarnya. Burung itu menghindar. Rase mengejar.

“Ciaaat!! Ciaaat!! Ciaaat!!” Sebuah suara terdengar tak jauh dari tempat Rase berada. Rase menuju ke arah suara itu. Dia mengintip dari sela semak-semak. Seorang lelaki tua sedang berlatih kanuragan 4). Lelaki tua itu bongkok dan rambutnya panjang terurai sehingga menutupi wajahnya. Lelaki itu …

Pesan moral:

Rase menyayangi binatang-binatang di hutan, dan mereka menyayangi dia. Jika kita menyayangi sesuatu, maka sesuatu itu juga akan menyayangi kita.

---------------------------------

1) ngarit = memotong rumput dengan menggunakan arit

2) celeng = babi hutan

3) nyekar = menaburkan bunga di atas kuburan

4) kanuragan = ilmu bela diri

CERITA LENGKAPNYA BISA DIBACA DI Prajurit Telik Sandi Mahapatih Gajah Mada

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun