Pemimpin pujian menyebut namamu sebagai pembicara tamu pagi itu. Jantungku rasanya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ah, tetapi apakah benar ini kamu? Namun, ketika pemimpin pujian menyebut nama dan alamat gereja di mana kamu mengabdikan diri, aku yakin ini adalah kamu. Kamu tidak berubah. Gaya berkhotbahmu masih seperti dulu, berapi-api dan diselingi humor-humor segar.
Sementara kamu berkhotbah, beberapa handphone berbunyi. Kamu berhenti sejenak dan berkata, ‘Handphone juga harus bertobat dan dibaptis. Siapa yang handphone-nya belum dibaptis, silahkan maju dan saya akan membaptis handphone saudara.’ Jemaat tertawa serempak. Humor-humor yang kamu sampaikan sungguh menyegarkan suasana dan juga menyegarkan kembali kenanganku akan masa lalu bersama kamu.
=====
Sore itu, pemimpin paduan suara memberikan sebuah lagu baru. Kamu yang menggubah lagu itu. Kamu berkata, ‘Lagu ini terinspirasi oleh Let Me Live-nya Queen, tetapi saya ubah di beberapa bagian. Kita dengarkan dulu aslinya.’ Karena suara sopran yang hadir hanya aku, pemimpin paduan suara meminta kamu membantu aku. Itulah awal kedekatan kita. Sejak saat itu kita sering berbincang sebelum dan sesudah latihan. Hingga, suatu hari kamu datang ke rumahku. Aku senang dan bangga, karena aku sangat mengagumi kamu. Aku mengagumi kebijaksanaan dan kesabaran kamu. Aku bahkan mengagumi apapun yang ada di dirimu kecuali, mungkin, kumismu.
Kamu datang ke rumahku dua atau tiga kali seminggu. Kita berbincang tentang apa saja, tentang siapa saja.
Anggota paduan suara menganggap aku pacarmu. Jujur saja, itulah yang aku harapkan. Dengan kunjungan-kunjunganmu dan perhatianmu, aku yakin kamu naksir aku. Enam bulan berlalu, namun kamu tidak pernah menyatakan perasaanmu terhadapku. Aku sungguh berharap kamu mengatakan, ‘Yulia, maukah kamu jadi pacarku?’ Aku kecewa karena kamu tidak pernah mengatakan itu.
Suatu hari, seorang ibu mengatakan padaku bahwa kamu senang mengunjungi aku karena aku adalah seorang gadis yang enak diajak diskusi, bahwa aku memiliki wawasan luas dan ……. Hanya itu?
Aku dikenalkan dengan seorang pemuda putra kenalan ayahku. Tak lebih dari sebulan setelah perkenalan itu, dia menyatakan cintanya dan ingin menikah denganku. Aku menyatakan persetujuanku. Cinta pelarian?
Pada saat hari pemberkatan pernikahan kami, Gembala Sidang sedang bertugas di luar negeri, Australia. Maka, sebagai pendeta muda, kamu menggantikan tugas beliau. Ketika kamu menanyakan pertanyaan, yang wajib ditanyakan dalam pemberkatan pernikahan, ‘Saudari Yulia Sihombing, apakah saudari bersedia menerima ……,’ sungguh, aku mengharapkan dan membayangkan Gembala Sidang yang menanyakan pertanyaan itu dan meneruskan, ‘…… Saudara David menjadi suamimu yang sah dan satu-satunya. Dan, apakah Saudari …….’
Bagaimanapun juga, aku harus menjawab, ‘Ya! Saya bersedia.’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H