Dalam literasi kekuasaan dan pengelolaan organisasi publik, seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), terdapat berbagai dinamika kekuasaan yang tidak selalu terlihat jelas. Salah satu dinamika ini adalah hubungan simbiosis antara Gubernur, Direktur Utama (Dirut) BUMD, dan Komisaris BUMD, yang dapat memiliki implikasi mendalam pada pengelolaan daerah dan perekonomian. Dalam konteks literasi politik, relasi berbasis kedekatan personal seringkali lebih mendominasi daripada penunjukan yang didasarkan pada prestasi atau reputasi profesional.
 1. Sebelum Menjadi Gubernur: Membangun Jaringan Dukungan Politik
Sebelum seorang calon terpilih menjadi Gubernur, ada proses penciptaan jaringan yang menghubungkan calon dengan orang-orang yang memiliki pengaruh di bidang bisnis dan ekonomi, termasuk di dalam BUMD. Dalam konteks ini, calon gubernur biasanya lebih mengutamakan koneksi personal dan relasi loyalitas dibandingkan kriteria berbasis kompetensi atau reputasi publik.
- Politik Koneksi: Di tahap ini, calon Gubernur mencari individu-individu yang dapat berperan dalam mendukung kampanye dan ambisi politiknya. Orang-orang yang dikenal dengan baik, seperti teman lama, kolega, atau mereka yang pernah berkontribusi dalam perjalanan politiknya, cenderung mendapat prioritas untuk menduduki posisi penting. Literasi di sini menunjukkan bahwa politik kerap kali mengandalkan familiaritas daripada meritokrasi.
- Kepentingan Politik di Balik Dukungan: Dalam upaya mendapatkan dukungan finansial dan jaringan dari BUMD, calon Gubernur mungkin membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan calon Komisaris atau Dirut BUMD. Dukungan tersebut bisa berupa komitmen untuk memberikan proyek-proyek besar kepada BUMD yang bersangkutan setelah Gubernur terpilih.
 - Negosiasi Tersembunyi: Pada tahap ini, ada negosiasi informal yang terjadi di balik layar. Penunjukan ke posisi strategis di BUMD sering kali dijanjikan kepada orang-orang yang sudah dikenal atau yang memiliki keterkaitan erat secara politik dengan calon Gubernur, terlepas dari apakah mereka memiliki prestasi atau reputasi profesional yang unggul.
 Literasi Politik:
Dalam narasi literasi politik, hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan sering kali berfungsi melalui jaringan sosial yang kuat. Pengetahuan tentang bagaimana "sistem bekerja" --- yaitu, bahwa kedekatan personal lebih penting daripada prestasi --- adalah bagian penting dari memahami bagaimana kekuasaan dalam birokrasi dijalankan.
 2. Saat Menjadi Gubernur: Memperkuat Kedekatan dengan Penunjukan
Ketika seorang calon resmi menjabat sebagai Gubernur, kekuasaan eksekutifnya memberikan wewenang penuh untuk melakukan penunjukan pejabat strategis di dalam BUMD, termasuk Direktur Utama dan Komisaris. Dalam konteks literasi, penunjukan ini biasanya lebih banyak didorong oleh loyalitas daripada pencapaian objektif. Hal ini sering kali disebabkan oleh keinginan Gubernur untuk memastikan orang-orang yang ia percayai berada di posisi kunci.
- Penunjukan Berbasis Kedekatan: Gubernur cenderung memilih individu yang sudah ia kenal secara pribadi, atau yang pernah terlibat dalam mendukung kepentingan politiknya, ketimbang menunjuk seseorang karena prestasi atau rekam jejaknya di industri. Literasi kekuasaan mengajarkan bahwa penunjukan ini bukan hanya soal keahlian, tetapi soal siapa yang dapat dipercaya untuk menjaga stabilitas politik.
 - Pengendalian Melalui Komisaris dan Dirut: Orang-orang yang diangkat sebagai Komisaris atau Dirut BUMD sering kali dipandang sebagai perpanjangan tangan Gubernur. Mereka tidak hanya menjalankan operasional bisnis BUMD, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan yang diambil BUMD selaras dengan agenda politik Gubernur. Misalnya, dalam proyek infrastruktur atau kebijakan terkait pelayanan publik, BUMD bisa diarahkan untuk meningkatkan popularitas Gubernur.
 - Kompensasi Politik: Sebagai imbalan atas kesetiaan dan dukungan yang diberikan, Gubernur memberikan posisi strategis kepada orang-orang terdekatnya, yang memungkinkan mereka menikmati akses ke sumber daya atau proyek besar, bahkan jika mereka mungkin tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang bisnis atau industri terkait.
 Literasi Kekuatan dan Relasi:
Dalam literasi tentang kekuatan dan relasi, kita mempelajari bahwa kekuasaan tidak selalu beroperasi melalui jalur formal. Loyalitas politik dan koneksi sosial sering kali lebih menentukan daripada kualifikasi teknis, karena hubungan pribadi lebih mudah untuk dijaga dan dikendalikan daripada hubungan profesional murni.
 3. Pasca Menjabat sebagai Gubernur: Memanfaatkan Jaringan Personal
Setelah seorang Gubernur selesai menjabat, hubungan dengan orang-orang yang dia angkat dalam BUMD tidak serta-merta berakhir. Jaringan personal yang sudah dibangun tetap memainkan peran penting bagi mantan Gubernur, terutama dalam menjaga pengaruh politik dan bisnis.
- Penunjukan Sebagai Komisaris Pasca Jabatan: Mantan Gubernur sering kali ditempatkan atau dilibatkan dalam posisi penting di dalam BUMD setelah masa jabatannya berakhir. Literasi kekuasaan menunjukkan bahwa ini adalah bagian dari simbiosis komensalisme, di mana mantan Gubernur masih bisa mendapatkan manfaat dari jaringan yang dibangunnya selama menjabat.
- Keberlanjutan Pengaruh: Mantan Gubernur bisa tetap memengaruhi pengambilan keputusan di BUMD melalui orang-orang yang sudah dia kenal, seperti Dirut atau Komisaris yang dia tunjuk selama masa jabatannya. Ini mencerminkan bagaimana relasi sosial di birokrasi bisa bertahan lebih lama daripada masa jabatan politik.
- Keuntungan Finansial dan Peluang Bisnis: Selain pengaruh politik, mantan Gubernur bisa terlibat dalam proyek bisnis yang berkaitan dengan BUMD. Dalam hal ini, literasi tentang etika kekuasaan mengajarkan bahwa peran politik sering kali digunakan sebagai modal sosial untuk membuka peluang bisnis yang menguntungkan setelah jabatan formal berakhir.
 Literasi Post-Power:
Setelah meninggalkan kekuasaan formal, modal sosial tetap berharga. Dalam literasi tentang kekuasaan, kita memahami bahwa hubungan yang terbentuk selama menjabat bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan status ekonomi dan politik setelah tidak lagi memegang posisi formal.
 Kesimpulan
Dari perspektif literasi kekuasaan dan politik, hubungan antara Gubernur, Dirut BUMD, dan Komisaris lebih sering dibentuk oleh kedekatan personal daripada oleh meritokrasi atau prestasi profesional. Dalam konteks ini:
1. Sebelum menjadi Gubernur, calon membangun jaringan dukungan politik yang didasari oleh relasi personal dan janji imbalan pasca pemilihan.
2. Saat menjadi Gubernur, penunjukan pejabat BUMD didasarkan pada loyalitas, memastikan bahwa orang-orang terdekatnya dapat menjalankan agenda politik dan ekonominya.
3. Pasca menjabat, mantan Gubernur tetap menjaga pengaruh melalui jaringan personal yang telah dibangun selama masa jabatannya, yang memberinya akses ke peluang bisnis dan ekonomi di masa depan.
Literasi ini mengajarkan bahwa politik sering kali mengandalkan hubungan personal dan jaringan loyalitas, yang bisa berlanjut bahkan setelah kekuasaan formal berakhir. Hubungan berbasis koneksi sosial ini, dalam banyak kasus, mengesampingkan penilaian berdasarkan prestasi atau reputasi profesional, menciptakan dinamika yang lebih sulit dipahami oleh masyarakat umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H