Mohon tunggu...
David Mark Alepy
David Mark Alepy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan di Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Achmad Soebardjo dalam Merumuskan Pancasila

16 Desember 2024   07:26 Diperbarui: 16 Desember 2024   07:26 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahmad Soebardjo, atau dikenal sebagai Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo, lahir di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, pada 23 Maret 1896. Ia dibesarkan oleh kedua orang tuanya, yaitu ayahnya, Teuku Muhammad Yusuf, dan ibunya, Wardinah. Ahmad Soebardjo mengawali pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS) di Kwitang, kemudian melanjutkan ke Hogere Burger School Koning William III di Salemba, Jakarta, dan lulus pada tahun 1917. Setelah itu, ia melanjutkan studi ke Universitas Leiden di Belanda, di mana ia berhasil meraih gelar sarjana hukum dan memperoleh gelar Meester in de Rechten (Mr.).

Setelah menyelesaikan pendidikannya di HBS, Ahmad Soebardjo mengisi waktu dengan bergabung dalam organisasi Jong Java sambil menunggu kesempatan untuk melanjutkan studinya. Organisasi Jong Java awalnya dikenal dengan nama Tri Koro Dharmo, yang didirikan oleh Dr. Satiman Wiryosandjoyo pada 7 Maret 1915. Seiring berjalannya waktu, Tri Koro Dharmo didominasi oleh anggota dari suku Jawa, yang menyebabkan ketidakpuasan dari suku-suku lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, nama organisasi diubah menjadi Jong Java pada tahun 1919, agar lebih inklusif bagi seluruh pemuda Indonesia.

Pada tahun 1919, Ahmad Soebardjo berangkat ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Leiden. Selama berada di Eropa, ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia dan terpilih sebagai ketua pada periode 1919-1920. Perhimpunan Indonesia awalnya bernama Indische Vereeniging, yang didirikan oleh mahasiswa Indonesia di Den Haag pada tahun 1908 sebagai respons atas berdirinya Budi Utomo di Indonesia (Rohadi & Kurniawan, 2021)

Pada awal masa pendudukan Jepang di Indonesia, Ahmad Soebardjo bekerja di kantor penasihat Angkatan Darat Jepang di Jakarta yang dipimpin oleh Mohammad Hatta. Namun, kantor tersebut hanya beroperasi selama satu tahun karena Mohammad Hatta kemudian diangkat sebagai anggota Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) (Rohadi & Kurniawan, 2021)

Dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK), Ahmad Soebardjo aktif menyumbangkan pemikiran-pemikirannya dalam menyusun dasar negara bagi Indonesia yang merdeka. Pada sidang pertama BPUPK, Soebardjo mengemukakan pandangannya bahwa:

"Dalam merancang suatu konstitusi bagi Indonesia, adalah suatu kesalahan besar bila kita hanya meniru atau menuliskan kembali suatu Konstitusi dari negara-negara lain. Apa yang baik bagi negara-negara lain, belum tentu baik daripada suatu falsafah hidup yang asing bagi alam pikiran serta pandangan mengenai kehidupan dan dunia"(Rohadi & Kurniawan, 2021)

Pernyataan tersebut menjadi salah satu pertimbangan penting bagi BPUPK dalam merumuskan dasar negara, yang memadukan berbagai teori dari pemikir terkenal seperti Voltaire, J.J. Rousseau, Montesquieu, John Locke, H. Spencer, dan Thomas Paine untuk teori individualistis; serta Karl Marx, Engels, dan Lenin untuk teori kelas; dan Adam Miller serta Hegel untuk teori Negara Kesatuan. Berkat kontribusi pemikirannya, Ahmad Soebardjo terpilih sebagai anggota Panitia Sembilan yang dibentuk oleh Sukarno, dengan tugas merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Rohadi & Kurniawan, 2021).

Peran Ahmad Soebardjo dalam Panitia Sembilan sangat signifikan, terutama karena gagasannya tercermin dalam paragraf pertama Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: "Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan" (Soebardjo, 1978, 281). BPUPK menyelesaikan tugasnya pada 17 Juli 1945 dan berhasil merumuskan sebuah draft konstitusi yang mencakup pembukaan serta batang tubuhnya.

Pada usia 82 tahun, Ahmad Soebardjo meninggal dunia pada 15 Desember 1978 di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, akibat komplikasi yang dipicu oleh flu. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Cipayung, Bogor.

Rohadi, R., & Kurniawan, H. (2021). PERAN AHMAD SUBARDJO DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN INDONESIA (1942-1948). In HISTORIA VITAE (Vol. 01, Issue 01).

Hadiah, N. (2020). Memperkenalkan Sejarah Pahlawan Nasional Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoejo Bagi Peserta Didik MI/SD Di Indonesia. As-Sibyan, 3(1), 79-95.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun