Penangkapan Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK menjadi tamparan telak terhadap dunia akademik.Â
Kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru jalur mandiri di Unila ini menuai ragam respon pro dan kontra. Ada yang ingin jalur mandiri dihapus saja. Namun ada yang menyatakan transparansi dan akuntabilitasmya yang perlu diperbaiki, tidak perlu dihapus.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dengan keras menyatakan bahwa penerimaan jalur mandiri harus dihapus.Â
Penerimaan mahasiswa baru di seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) semestinya dilakukan melalui jalur prestasi dan ujian seleksi saja.
Masyarakat Anti -Korupsi Indonesia, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan Komisi X DPR RI juga menyuarakan sama agar jalur mandiri untuk penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri dihapuskan saja.
Seringkali sentimen dan kemarahan sesaat membuat pengambilan keputusan menjadi tidak tepat. Nampaknya mereka yang mengusulkan penghapusan itu sedang marah. Merepresentasikan respon banyak masyarakat yang panas mendengar adanya kasus OTT tersebut.
Ditempat lain, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Prof. Sumaryanto mengatakan masalah bahwa kejadian Universitas Lampung jangan digeneralisasi.Â
Seleksi jalur mandiri di kampus negeri lainnya berjalan baik dan tidak ada masalah. Senada dengan Prof. Sumaryanto , Rektor UGM, Prof. Ova Emilia menuturkan jalur mandiri yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 itu punya banyak sisi positif.Â
Misalnya ada sesuatu yang negatif, ada yang salah, maka yang  harus dilihat secara jernih apakah kebijakannya yang salah atau pelaksanaan di lapangan nya yang salah.Â
Prof Ova mengungkapkan selama ini pelaksanaan jalur mandiri di UGM berjalan baik karena dilaksanakan secara akuntabel dan transparan
Saya pribadi ketika mendengar berita OTT di Universitas Negeri Lampung, ikut-ikutan panas. Sudahlah hapus saja jalur mandiri itu.Â
Namun belakangan, saya berpikir bahwa bukan jalur mandiri yang salah. Individu atau kelompok tertentu yang memanfaatkan untuk mengambil keuntungan. Mematok uang sogokan. Terendus KPK dan jadi bermasalah.
Tidak bijak men-generalisasi dengan kampus negeri yang jalur mandirinya tidak bermasalah. Kasihan insan kampus yang bekerja tulus dan baik harus ikut menerima getahnya.Â
Jika kita sudah menjadi negara berpendapatan tinggi, semua calon mahasiswa memiliki kemampuan finansial yang sama untuk berkuliah, maka tidak perlu ada subsidi silang.Â
Pada saat ini lah seleksi jalur mandiri sangat tepat dihilangkan sebagaimana di kampus negara maju lainnya yang hanya menyediakan jalur reguler.Â
Hal positif dan manfaat jalur mandiri
Saya berpendapat jika seleksi jalur mandiri untuk saat ini tidak perlu dihapus. Banyak hal positif dan manfaat baik dari seleksi jalur mandiri yang perlu dipertimbangkan lebih bijak. Saya uraikan sebagai berikut:
1)Â Dengan adanya jalur mandiri, kampus punya cara merekrut mahasiswa yang berasal dari di daerah-daerah tertinggal. Sebagai contoh, UGM melalui jalur mandiri dapat menjalin kemitraan dengan daerah-daerah tertinggal.Â
Ada porsi mahasiswa yang berasal dari luar Jawa. UG. sebagai kampus kebangsaan tidak hanya diisi oleh mahasiswa asal Pulau Jawa. Jika semua dibuka secara reguler, bisa jadi isi UGM hanya mahasiswa yang nilainya tinggi, yang umumnya berasal dari SMA di Pulau Jawa.Â
Jika ini terjadi, akan ada sentimen pada kampus, Jawasentris, tidak menerima non Jawa, dan lainnya. Jadi jalur mandiri ini sangat bagus untuk meragamkan asal mahasiswa.Â
Dengan cara ini pula, mahasiswa akan saling mengenal budaya yang berbeda. Ini akan memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
2) Penerimaan mahasiswa baru di PTN yang kecil, PTN yang baru berdiri, belum tentu banyak diminati. Maka dengan jalur mandiri, PTN bisa menyasar calon mahasiswa. Ini jelas bermanfaat agar bangku kampus tidak kosong.
3)Â Mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri disyaratkan membayar lebih mahal. Kampus boleh memungut Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi karena mahasiswa jalur mandiri dianggap mampu.Â
Uang Sumbangan pembangunan kampus juga disyaratkan sejumlah tertentu. Dengan cara ini, ada subsidi silang antara mahasiswa jalur mandiri dengan jalur reguler (SBMPTN/SMPTN).Â
Pendanaan kegiatan perkuliahan sebagian ditanggung oleh masyarakat ekonomi mampu. Pada saat bersamaan, mahasiswa yang secara ekonomi tidak mampu tetap diterima di kampus. Gotong royong membiayai pendidikan tinggi. Bukankah ini hal baik?
4) Jalur mandiri juga dilaksanakan dengan seleksi layaknya SBMPTN. Pendaftar tidak otomatis diterima. Tidak semudah itu Vergusoooo. Banyak pendaftar jalur mandiri yang mampu membayar ratusan juta.Â
Namun, jika standar minimum nilai akademik di bawah rata-rata, maka tetap saja kampus tidak menerima. Banyak juga yang gagal.Â
Sebagai contoh, meski mampu menyumbang besar, banyak calon mahasiswa yang gagal masuk UGM, ITB, ITS, UI, meski ikut seleksi jalur mandiri. Jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan ini jalur tanpa tes dan pasti diterima.
5)Â Seleksi jalur mandiri yang dilaksanakan masing-masing PTN dapat mencegah bangku kosong. Jika peserta SBMPTN yang dinyatakan lolos tidak mendaftar ulang, akan ada kuota jumlah mahasiswa yang tidak terpenuhi. Terjadi bangku kosong.Â
Biaya operasional kampus relatif sama saat mengajar 80 orang atau 100 orang. Sehingga akan baik jika bangku kuliah terisi semua. Karena seleksi jalur mandiri diselenggarakan setelah pengumuman SBMPTN, maka bangku kosong ini bisa diisi.
6) Mahasiswa yang masuk jalur mandiri tidak diberi perlakuan khusus. Semua mahasiswa diperlakukan sama.Â
Tidak lantas jika berasal dari penerimaan jalur mandiri mendapat kemudahan nilai atau pengecualian lainnya. Jika mahasiswa tidak mampu bersaing, dia akan tereliminasi jika nilainya tidak memenuhi syarat.
Dengan banyaknya manfaat tersebut diatas, rasanya berlebihan jika jalur mandiri harus dihapus. Jika ada satu temuan rektor melakukan penyimpangan, tidak berarti semua rektor melakukan hal sama. Tidak perlu membakar lumbung padi untuk membunuh tikus disana.
Pencegahan bisa dilakukan dengan perbaikan sistem. Orang-orang yang berpotensi korupsi jangan dipilih mengelola kampus. Transparansi dan akuntabilitas menjadi cara mencegah praktik korupsi.Â
Bagaimana menurut pembaca Kompasiana? Setuju atau tidak? Silahkan berikan pendapatmu di kolom komentar.
Salam literasi (DFS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H