Acapkali kita menemukan berita di media massa atau cuitan viral masyarakat yang kecewa dengan pelayanan PLN. Khususnya penertiban yang berujung pada pembayaran denda.Â
Ada keluhan dari pelanggan biasa, kalangan artis, bahkan politisi Senayan. Ada yang tidak terima didenda jutaan rupiah oleh PLN. Apalagi ada yang listriknya diputus.
Wajar jika pelanggan berang ke PLN. Pasalnya mereka tidak bisa memilih penyedia listrik lainnya sebagaimana pelanggan telekomunikasi. Jika tidak suka, bisa ganti nomor atau provider. Namun perlu dipahami bahwa PLN juga gerah harus berhadapan dengan pelanggannya sendiri.Â
Bayangkan PLN punya pelanggannya lebih dari 80 juta. Kotak kWhmeter yang ada di rumah itu ibarat kasir di sebuah restoran. Mencatat orderan makanan dan menghitung total yang ditagihkan ke pengunjungnya.Â
KWhmeter mengukur berapa listrik yang digunakan pelanggan. Lalu dijadikan dasar tagihan rekening listrik yang menjadi sumber pendapatan PLN. Untuk itu PLN perlu memastikan meterannya tidak diakali.Â
Meskipun kWhmeter itu berada di bangunan pelanggan, PLN adalah pemiliknya. Coba nanti perhatikan kWhmeter di rumah. Ada tulisan 'MILIK PLN'. Disertai tulisan 'Awas!!! Merusak Segel dan Meter Didenda".Â
Banyak pelanggan yang tertib dan baik. Namun harus disadari ada juga yang nakal. Nakal mengakali meteran PLN demi mendapat listrik gratis atau mengurangi tagihan listrik.
Kebanyakan pelanggan yang dikenai denda penertiban mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa-apa. Kok tiba-tiba setelah diperiksa dinyatakan ada pelanggaran dan terbitlah denda. Jika denda tidak dibayar bisa gelap gulita karena aliran listrik dihentikan.
Apa kata peraturan?
Undang-Undang Ketenagalistrikan (UU 30/2009) menyebutkan bahwa "Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)". Jadi jelas ada rujukan Undang-Undang nya.
Sesuai bunyi Undang-Undang tersebut, PLN tidak melihat siapa yang melakukan kecurangan. PLN hanya merekam siapa pengguna listrik pada saat pelanggaran ditemukan.Â
Bisa jadi kecurangan dilakukan orang berbeda, bukan si pengguna saat dilakukan razia. Hal ini bisa terjadi rumah sewa. Penyewa rumah sebelumnya melakukan pencurian listrik dengan mengutak atik meteran listrik. Lalu penyewa berganti. Petugas razia memeriksa. Kedapatan ada pelanggaran. Maka yang membayar adalah penghuni atau penyewa saat razia kedapatan tersebut.Â
Pelanggan listrik perlu memahami bahwa menjaga kWhmeter yang ada di rumahnya menjadi tanggung jawab pelanggan.
Rupa-rupa jenis pelanggaran listrik
Umumnya pelanggaran listrik ini berkaitan dengan upaya menurunkan pembayaran tagihan listrik ke PLN. Baik pembayaran biaya tambah daya atau biaya rekening bulanan.Â
Sebagaimana dikutip dari laman web. pln.co.id, pelanggaran pemakaian listrik dikelompokkan dalam 4 kategori.Â
Golongan P-IÂ merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya. Contoh: Pembatas daya (MCB) pada kWhmeter telah diganti oleh bukan petugas PLN.Â
Sesuai aturan, saat pelanggan membutuhkan daya tambahan, maka perlu mengajukan permohonan tambah daya ke PLN. Namun karena tidak mau keluar biaya tambah daya.Â
KWhmeter di pelanggan MCB nya diganti tanpa sepengetahuan PLN. Petugas mendeteksi pelanggaran ini dengan mengecek segel MCB yang telah rusak/hilang. Untuk mengganti MCB, segel harus dibuka. Kemudian PLN memeriksa apakah MCB terpasang masih asli atau benar sudah diganti.
Golongan P-IIÂ merupakan pelanggaran yang memengaruhi pengukuran energi. Contoh pelanggaran yang umum ditemui adalah pada kWhmeter manual, piringan berputar diganjal agar berputar lambat. Atau ditambah magnet di atasnya agar putarannya terganggu. Mengubah urutan sambungan kabel listrik sehingga pengukuran tidak akurat.Â
Golongan P-III merupakan pelanggaran yang memengaruhi batas daya dan memengaruhi pengukuran energi. Ini kombinasi antara P-I dan P-II. Batas daya diganti. Pengukurannya pun diakali.Â
Golongan P-IV merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh bukan pelanggan. Contoh: Masyarakat menyambung langsung ke jaringan PLN untuk penerangan jalan atau lapangan bulutangkis/volley kampung. Rumah yang nekat menyambung listrik tanpa berlangganan ke PLN. Ada juga acara dangdutan atau pesta yang menyambung langsung ke jaringan PLN.Â
Tips mencegah pelanggaran
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pelanggan untuk mencegah denda PLN yang bisa bernilai jutaan Rupiah.
1) Memeriksakan instalasi listrik kepada PLN ketika membeli rumah bekas. Jika ada temuan, maka pemilik rumah wajib menyelesaikan sebelum pindah tangan.Â
2) Memeriksakan instalasi listrik kepada PLN ketika akan menyewa rumah. Jika ada temuan, maka pemilik rumah atau penyewa sebelum dapat dimintai pertanggungjawaban.
3) Jangan sekali-kali tergiur dengan tawaran oknum penipu. Ada yang menawarkan bisa hemat listrik. Bisa menurunkan pembayaran bulanan. Listrik dijadikan bebas jeglek.Â
Umumnya ini bukan petugas PLN, melainkan penipu. Mengurangi bayaran secara legal hanya memungkinkan dengan menghemat. Bukan mengakali meter. Atau jika PLN memberi diskon tarif.
4) Ketika merenovasi rumah, jangan memindahkan meteran listrik tanpa seizin PLN. Apalagi memindahkan meter pada rumah dengan beda alamat. Pemindahan akan membuka kotak meter dan perlu membuka segel. Padahal merusak segel ini termasuk kategori pelanggaran.
5) Jangan mau dipasangi kWhmeter bekas. Ada saja ulah instalatir nakal, demi cepat mendapat listrik, kWhmeter dipasangkan dari hasil copotan (curian) dari pelanggan lain. Hal ini tidak dibenarkan.
Semoga pembaca Kompasiana bisa terhindar dari denda jutaan dari PLN dengan tertib dan waspada. Lebih baik mencegah daripada mengobati.Â
Jika ada tips tambahan, mohon Kompasianer berkenan berbagi di komentar.
Salam literasi (DFS).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H