Kompasiana diramaikan dengan banyak tulisan semacam reportase kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kemungkinan ada kewajiban bagi mahasiswa untuk menunggah kisah KKN yang mereka lakukan ke blog atau media online. Tentu maksudnya agar liputan kegiatan KKN ini mampu menginspirasi banyak pembaca.Â
Banyak inspirasi dan kegiatan bermanfaat yang dikerjakan mahasiswa selama KKN. Ada KKN yang mengedukasi pola hidup sehat masyarakat.Â
Ada kegiatan KKN yang mengajarkan tentang menghindari kekerasan seksual. Ada yang mengedukasi pengolahan dan daur ulang sampah.Â
Ada yang mengedukasi hemat energi. Ada juga yang meningkatkan ekonomi masyarakat desa. Banyak lagi hal keren lainnya yang jadi tema KKN mahasiswa.Â
Namun entah mengapa, meski isinya bermanfaat, pengunjung Kompasiana seakan enggan membacanya. Ada yang dibaca, namun hanya dikisaran 20- 60 views. Mirisnya adapula yang 0 views alias bahkan tidak dibaca.
Tidak percaya? Coba saja search di Kompasiana. Gunakan kata kunci KKN. Ada banyak postingan yang bahkan tanpa pembaca.Â
Nah, jika sepi pembaca, menjadi pertanyaan ini tulisan sebetulnya untuk apa diunggah?Â
Saya mencoba mencari tahu mengapa fenomena artikel KKN ini kurang mendapat tempat di hati pembaca Kompasiana.Â
Berbekal analisis sederhana saya menduga penyebab artikel KKN kurang dilirik berikut solusinya sebagai berikut:
1) Judul yang mengandung kata KKN membuat alergi. Tidak bisa dipungkiri pembaca cenderung enggan membaca tulisan yang rumit atau serius. Bisa jadi kata KKN ini membuat pembaca berpikir, ah ini tulisan serius, malas bacanya. Dugaan lainnya adalah artikel KKN ini cenderung ditulis secara kaku. Mirip tugas kuliah. Label KKN seakan merepresentasikan tulisan yang serius atau kaku. Solusinya hindari kata KKN, ganti judul dengan kalimat yang menarik.Â
(2)Â Judul menggunakan huruf kapital semua. Kata yang bukan singkatan namun ditulis dalam huruf kapital, selain salah, Â juga sangat mengganggu estetika tulisan. Tidak nyaman membacanya. Pembaca akan mengabaikan tulisan dengan judul demikian. Solusi untuk hal ini mudah. Gunakan huruf kapital pada tempatnya. Tidak pada semua kata. Mudah kan!?Â
(3)Â Foto-foto yang kurang wow atau tidak memancing pembaca untuk melihat. Untuk itu coba gunakan foto yang menarik, misalnya alam desa tempat KKN, atau foto ketika berinteraksi dengan warga disana.Â
(4) Hit and run. Penulis umumnya hanya menulis artikel KKN tersebut. Jarang yang punya artikel lebih dari satu. Ada baiknya mahasiswa rutin menulis di Kompasiana. Dengan sering menulis, feel bagaimana membuat tulisan yang menarik akan semakin mudah dipahami.Â
(5)Â Tidak 'engaged'Â dengan Kompasianer lainnya. Umumnya penulis Kompasiana saling berkunjung, saling berkomentar. Kompasianer yang tulisannya mendapat banyak 'reaction' dan komentar berpeluang masuk dalam tulisan bernilai tinggi. Ini membuat tulisan itu semakin banyak dilihat pembaca.Â
(6)Â Jarang masuk kategori artikel pilihan (highlight) atau artikel utama (headline). Hasil penelusuran saya, ada beberapa yang mendapat label highlight alias pilihan. Namun saya tidak menemukan tulisan yang berhasil menjadi artikel utama.Â
(7)Â Cara penulisan kurang lugas. Ini kembali ke penulisnya. Teknik menulis bisa ditingkatkan dengan mempelajari tips penulisan artikel yang banyak ditemukan di internet. Banyak tips di Youtube mengenai penulisan ini. Termasuk Kompasiana juga menyiapkan panduan optimalisasi tulisan.Â
Seandainya pengelola Kompasiana berkenan, workshop penulisan reportase KKN khusus untuk mahasiswa rasanya sangat pas diadakan.Â
Sayang sekali hal baik yang dikerjakan oleh para mahasiswa tidak mampu menginspirasi karena pengetahuan akan teknik penulisan yang kurang memadai.Â
Tetap semangat adik-adik mahasiswa! Salam sehat selalu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H