Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ragam Tantangan Prioritas Vaksinasi Covid-19

22 Desember 2020   11:22 Diperbarui: 23 Desember 2020   08:50 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh fernando zhiminaicela dari Pixabay

Berita dan diskusi tentang pandemi Covid-19 ini belum usai. Total hingga hari ini, secara global ada 77,7 juta orang yang positif Covid-19. Tercatat korban meninggal diantaranya sebanyak 1,7 juta jiwa.

Memang belum ditemukan cara efektif untuk menyelesaikan pandemi Covid-19 ini. Kita hanya bisa memperlambat penyebarannya, sembari menunggu para ilmuwan kesehatan menemukan solusi terbaik.

Vaksin yang sementara ditemukan pun sifatnya darurat, sebab tidak bisa menunggu lama hingga ditemukan vaksin yang betul-betul sempurna. Vaksin yang sudah ditemukan itu kini menjadi harapan baru, meskipun kapasitas produksi belum mampu memenuhi permintaan global.

Prioritas sebagai solusi gap dosis vaksin 5,6 miliar 

Idealnya seluruh masyarakat diberikan vaksin, untuk memastikan semua memperoleh imunitas terhadap Covid-19. Namun gap antara kemampuan produksi dan kebutuhan dosis vaksin menjadi batasan. 

Lembaga Biologi Molekular Eijkman, sebagaimana diberitakan oleh Katadata pada November 2020, mengungkap bahwa kapasitas produksi dunia tak akan mampu memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 secara global. Fasilitas produksi yang dimiliki seluruh negara yang ada baru mampu menyediakan 50% kebutuhan vaksin penduduk dunia.

Ada berbagai alasannya, antara lain banyak negara yang tidak mampu memproduksi vaksin secara mandiri. Ada juga yang hanya ingin sebagai pengguna, memang tidak mau repot memproduksi karena banyak pertimbangan, yang salah satunya faktor ekonomi. Tentu dibutuhkan investasi yang tidak kecil untuk membangun fasilitas produksi vaksin.

(www.theeastafrican.co.ke)
(www.theeastafrican.co.ke)

Menurut hasil riset terbaru yang dirilis pada Desember 2020 oleh the British Medical Journal, setidaknya ada dua belas produsen vaksin covid-19 telah mengumumkan rencana mereka untuk produksi vaksin, dengan perkiraan kapasitas sekitar 10 miliar dosis pada akhir tahun 2021.

Sedangkan untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity, minimal 70% penduduk dunia harus divaksin. Vaksinasi global yang merata terhadap 7,8 miliar penduduk dunia, dengan kebutuhan dua dosis per orang, maka total vaksin yang dibutuhkan sebanyak 15,6 miliar. Ini artinya10 miliar kemampuan produksi belum cukup, masih ada selisih 5,6 miliar dosis yang belum tercukupi.

Ketidakseimbangan kemampuan produksi dengan jumlah kebutuhan vaksin menyebabkan prioritas pemberian vaksin Covid-19 menjadi salah satu strategi. Program vaksinasi dilakukan secara bertahap dengan skala prioritas kerentanan pada dampak Covid-19. 

Menilik prioritas vaksinasi di beberapa negara lain

China: 
Prioritas penerima vaksin di China mencakup tenaga medis, petugas kepolisian, pemadam kebakaran, petugas bea cukai, pekerja kargo, pekerja transportasi dan logistik. China menargetkan pemberian vaksin buatan Sinopharm and Sinovac Biotech pada 50 juta penduduk selesai dilakukan sebelum tahun baru Imlek 2021.

Namun informasi yang beredar bahwa ilmuwan China mampu menyediakan sekitar 600 juta dosis vaksin. Dari total penduduk 1,4 miliar, maka dosis vaksin ini baru bisa memenuhi 30% kebutuhan vaksin untuk mencapai herd immunity.Sukare

Amerika Serikat: 
Negara ini menjadi negara dengan kasus tertinggi kasus Covid-19, per Desember 2020 tercatat total mencapai 18,4 juta penduduk terinfeksi dan meninggal 326 ribu jiwa. Komite Imunisasi pada negara berpenduduk 331 juta jiwa ini, Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP), membagi program vaksinasi dalam 4 fase.

Fase pertama menempatkan 21 juta petugas kesehatan dan 3 juta orang dewasa dalam perawatan jangka panjang pada prioritas utama (1a). Prioritas kedua (1b) pada pekerja esensial seperti staf sekolah, sedangkan prioritas ketiga (1c) yaitu kelompok penduduk pada usia lebih dari 65 tahun dan pasien lain dengan isu kesehatan berisiko tinggi.

Fase kedua akan dilanjutkan pada pekerja di sekolah, pekerja sektor transportasi, pekerja fasilitas perawatan (panti jompo), dan pekerja pada keramaian publik. Fase ketiga meliputi remaja dan anak-anak. Fase terakhir pada kelompok lainnya yang tidak tercakup dalam fase sebelumnya.

Sukarelawan di Kota Xuzhou, China disuntik vaksin Sinovac (www.abc.net.au)
Sukarelawan di Kota Xuzhou, China disuntik vaksin Sinovac (www.abc.net.au)

India: 
Negara ini menempati urutan kedua dunia dalam kasus tertinggi Covid-19 setelah Amerika Serikat. Tercatat ada 10 juta kasus infeksi Covid-19 terjadi di India, meninggal 146 ribu orang.

Dari total 1,4 miliar penduduknya, Perdana Menteri India, Narendra Modi, telah mengidentifikasi 300 juta penduduk rentan untuk prioritas mendapat vaksin.

Mereka terdiri dari 30 juta jiwa para tenaga medis, polisi, tentara, relawan, dan 270 juta penduduk yang rentan pada kelompok usia lebih dari 50 tahun dan kelompok dengan kondisi kesehatan tertentu.

India akan menggunakan 3 jenis vaksin, yaitu Covishield, Astra Zeneca, dan Covaxin. Total 600 juta suntikan akan diberikan pada 300 juta penduduk prioritas tersebut.

Brazil: 
Brazil menjadi salah satu negara dengan kasus Covid-19 tertinggi. Urutan 3 setelah Amerika dan India. Tota terdapat 7,3 juta kasus dengan meninggal 187 ribu orang.

Pada pertengahan Desember 2020 lalu, Pemerintah Brazil telah mengumumkan rencana vaksinasi 51 juta penduduknya yang ditargetkan selesai pada pertengahan tahun depan. Jumlah ini sekitar 25% dari total penduduk Brazil yang saat ini sekitar 212 juta jiwa.

Prioritas pemberian vaksin pada kelompok pekerja kesehatan dan tenaga pendidikan, masyarakat adat, kelompok usia tua diatas 75 tahun, orang yang memiliki masalah kesehatan tertentu, tenaga keamanan, dan pekerja transportasi. Vaksin yang sedang diuji di Brazil yaitu AstraZeneca, Janssen, Sinovac and Pfizer. Belum ada informasi vaksin mana yang telah mendapat persetujuan.

Inggris: 
Komite Vaksin di Inggris, Joint Committee on Vaccination and Immunisation (JCVI) merilis daftar prioritas vaksinasi massal di Inggris. Negara berpenduduk 67 juta jiwa ini, menerapkan prinsip prioritas didasarkan pada kelompok umur yang rentan dan profesi tenaga kesehatan.

Skala prioritas ini didasari pada model matematis yang mengungkap bahwa semakin meningkat usia maka semakin rentan pada dampak Covid-19. Terdapat sembilan kelompok prioritas vaksin yang dirilis JCVI). Semua yang menghuni panti jompo (age care) dan perawatnya juga masuk prioritas pertama. Prioritas berikutnya semua yang berumur 80 tahun ke atas dan tenaga kesehatan juga pekerja sosial.

Berikutnya kelompok 75 tahun ke atas, 70 tahun ke atas, 65 tahun ke atas. Prioritas selanjutnya yaitu kelompok usia 16-64 tahun yang memiliki penyakit/masalah kesehatan berisiko tinggi. Lalu berikutnya kelompok kelas 60 tahun ke atas, 55 tahun  ke atas, dan prioritas terakhir pada umur 50 tahun ke atas.

Tidak diberikan vaksin pada wanita hamil (program hamil) dan anak-anak di bawah usia 16. Pada anak, tidak jadi target vaksinasi COVID-19 dengan pertimbangan studi menunjukkan bahwa anak yang terinfeksi bakal tidak bergejala ataupun jika terinfeksi, hanya gejala ringan.

(www.pharmaceutical-technology.com)
(www.pharmaceutical-technology.com)

Tantangan dan prioritas vaksinasi di Indonesia

Jika syarat mencapai herd immunity dengan vaksinasi minimal 70% diterapkan pada Indonesia yang berpenduduk sekitar 270 juta, maka sekitar 190 juta penduduk yang mesti divaksin.

Ini artinya vaksin harus tersedia sekitar 380 juta dosis vaksin, mengingat dibutuhkan dua kali suntikan vaksin untuk setiap orang. Telah disetujui enam jenis vaksin yang dapat digunakan untuk vaksinasi, yakni yang diproduksi oleh: PT Bio Farma, AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer/BioNTech, dan Sinovac Biotech.

Namun, menjadi tantangan bagi Pemerintah adalah bagaimana menyediakan vaksin ini?

Banyak negara sudah melakukan pre-order terhadap produsen vaksin dunia, lebih dari setengah sudah dipesan. Ada 27 negara Uni Eropa selain Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Jepang yang sudah memesan. Ini artinya kurang dari 50% produksi itu akan menjadi rebutan bagi negara berkembang lainnya. 

Hal ini membuat sangat penting bagi Indonesia, untuk mempunyai kemampuan produksi dalam negeri memproduksi vaksin ini?

Pada Agustus 2020 lalu, Kementerian Riset dan Teknologi menyatakan telah menggandeng tiga perusahaan swasta yang siap berinvestasi dengan kombinasi kapasitas produksi dosis vaksin Covid-19 mencapai 1 miliar per tahun.

Jika kebutuhan hanya 380 juta dosis, mestinya kemampuan produksi ini benar terealisasi, maka akan ada kelebihan yang bisa diekspor bagi negara lain. Indonesia berpeluang menjadi salah satu produsen vaksin utama di dunia.

Faktanya Indonesia baru saja mengimpor 1,2 juta dosis vaksin Sinovac dari China. Dilanjutkan rencana pada awal 2021, sebanyak 1,8 juta vaksin siap pakai buatan Sinovac akan kembali didatangkan. Nampaknya ini bagian dari program akselerasi vaksinasi, mengingat tidak mungkin menunggu produksi dalam negeri selesai, padahal dampak pandemi terus memperburuk situasi dalam negeri.

Mesti diakui bahwa jumlah vaksin ini tidak akan mencukupi untuk mengimunisasi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itulah pelaksanaan vaksinasi akan dilakukan secara bertahap.

Misalnya sudah tersedia, tantangan berikutnya adalah siapa yang jadi prioritas diberikan vaksin 1,2 juta tersebut? Sebagaimana diberitakan Kompas.com, 7 Desember 2020, Kementerian Kesehatan telah merilis ada enam kelompok sasaran prioritas vaksinasi Covid-19. Kelompok prioritas ini yaitu:

  • Tenaga medis, paramedis contact tracing, TNI/Polri, dan aparat hukum sebanyak 3,5 juta orang
  • Tokoh agama/masyarakat, perangkat daerah (kecamatan, desa,RT/RW), dan sebagian pelaku ekonomi sebanyak 5,6 juta orang
  • Guru/tenaga pendidik dari PAUD/TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi sebanyak 4,4 juta orang.
  • Aparatur pemerintah (pusat, daerah, dan legislatif) sebanyak 2,3 juta orang.
  • Peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) sejumlah 86,6 jutaorang.
  • Masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya sebanyak 57,5 juta orang.

Jika dibandingkan dengan pola prioritas di negara lain, nampaknya Indonesia tidak secara tegas memberikan prioritas bagi masyarakat manula. Melainkan lebih berdasarkan pada profesi pekerjaan. Jika tenaga medis, TNI/Polri, aparat hukum, guru, aparatur tentu terlihat jelas dari identitasnya keprofesiannya. 

Yang agak ambigu adalah defenisi pelaku ekonomi, bagaimana seseorang bisa dikategorikan menjadi penggerak ekonomi. Bagaimana dengan masyarakat penggerak ekonomi yang sifatnya informal? Misalnya pedagang pasar. Atau tukang bakso keliling dan lainnya. Ini berpotensi menjadi masalah tersendiri. Ini perlu dibedah lagi bagaimana pelaksanaannya.

Hal lain yang sempat menjadi perdebatan adalah apakah vaksin ini gratis? Ini tidak lagi menjadi tantangan, karena sudah dijawab langsung oleh Presiden Jokowi bahwa masyarakat tidak perlu membayar. 

"Setelah melakukan kalkulasi ulang, perhitungan yang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan vaksin COVID-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis, tidak dikenakan biaya sama sekali," ucap Jokowi. 

Jokowi nyatakan vaksin Covid-19 gratis (KompasTV/youtube.com)
Jokowi nyatakan vaksin Covid-19 gratis (KompasTV/youtube.com)

Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah adanya isu penerimaan vaksin oleh masyarakat. Dilansir oleh Tribunnews, hasil survei Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization dengan dukungan UNICEF dan WHO, menyatakan bahwa memang mayoritas masyarakat bersedia menerima vaksin Covid-19. Namun, dari hasil survei pendapat pada 115.000 orang, terdapat 7% yang menolak. Ragam alasan masyarakat yang menolak vaksin COVID-19 yang paling umum adalah terkait dengan keamanan vaksin (30%), keraguan terhadap efektifitas vaksin (22%), ketidakpercayaan terhadap vaksin (13%), kekhawatiran adanya efek samping seperti demam dan nyeri (12%) dan alasan keagamaan (isu kehalalan) (8%). Masalah penerimaan vaksin yang tidak 100% ini tidak hanya terjadi di Indonesia,  the British Medical Journal merilis hasil studinya bahwa secara rata-rata ada 68.4% (rentang kepercayaan 64.2% - 72.6%) dari total populasi dunia mau menerima vaksin Covid-19. Angka ini setara dengna sekitar 3,7 miliar penduduk dunia. 

Perlu strategi komunikasi vaksinasi Covid-19

Nampaknya perlu ada strategi komunikasi mengenai program vaksinasi yang lebih efektif. Misalnya melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama, agar masyarakat lebih menerima. Ini penting, karena faktanya pandemi Covid-19 ini telah menginfeksi 670 ribu penduduk Indonesia, dan menelan 20 ribu jiwa meninggal di Indonesia. Keuangan negara terbebani dengan biaya perawatan yang tidak sedikit jumlahnya. Bayangkan bahwa biaya rumah sakit untuk pasien yang menggunakan fasilitas ventilator bisa mencapai Rp. 15 juta per hari. Jika harus dirawat lebih dari 10 hari? Iya kalau sembuh. 

Ini darimana uangnya? Ya negara yang harus membayarkan. Bayangkan, saat vaksin sudah tersedia. Lalu ada seseorang dengan ragam alasan tadi, menolak di-vaksin, lalu kemudian sialnya dia terinfeksi Covid-19. Kemudian negara harus menanggung biaya pengobatannya? Apakah ini adil bagi masyarakat yang secara sadar mau untuk divaksin? Apakah dia rela uang APBN (uang rakyat) mesti menanggung ketidakmauan vaksin oleh seseorang? Apakah misalnya bagi yang menolak divaksin, diterapkan saja pengobatan berbiaya mandiri jika seandainya dia terkena Covid-19 dan mesti dirawat? 

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun