Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Menyoal Usulan Pajak Mobil Baru Nol Persen

2 Oktober 2020   06:17 Diperbarui: 5 Oktober 2020   12:21 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penjualan mobil. (Dok. istimewa via otomotif.kompas.com)

Pada saat pertama kali membeli mobil baru, selain harga unit mobil, ada hitungan tarif PPnBM dan Bea Balik Nama. Namun biasanya sudah masuk dalam harga on the road, yaitu harga yang sudah meliputi segala macam proses legalisasi dokumen kendaraan hingga ke tangan konsumen.

Legalisasi tersebut meliputi pajak kendaraan, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Gampangnya, harga yang dibayar konsumen kepada dealer mobil sudah termasuk pajak dimaksud. 

Tarif PPnBM mobil saat ini 15-70 persen, sementara BBN pada setiap daerah berbeda-beda. Tapi umumnya menyentuh angka 12,5 persen dari harga mobil. Kedua pajak ini membentuk rata-rata 40% dari total harga mobil baru.

Jika harga mobil misalnya 200 juta, maka jika tanpa pajak akan berkurang 40%, yang artinya mobil tersebut bisa dibeli dengan harga 120 juta saja.

Usulan dari Kementerian Perindustrian dan Sikap Kementerian Keuangan
Mengingat sepanjang tahun ini penjualan mobil turun tajam, terobosan baru pun dibentuk untuk membantu industri otomotif tetap hidup. Apabila penjualan turun, bagaimana perusahaan dapat menutupi biaya operasional termasuk gaji karyawan. 

Mobil yang diproduksi mungkin masih banyak tersimpan di gudang, sehingga memerlukan biaya penyimpanan dan mobil yang terlalu lama disimpan di dalam di gudang, tentu dapat menjadi masalah bagi pengusaha otomotif. 

Pada tahun 2013, Kementerian Perindustrian merilis setidaknya ada 1,3 juta serapan tenaga kerja di industri otomotif dan ikutannya. Belakangan jumlah ini sudah meningkat menjadi 1,5 juta tenaga kerja.

Jika unit tidak terjual tentu tidak ada produksi mobil. Tenaga kerja sejumlah itu menjadi terancam. Hal ini menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi nasional pun tidak terlepas dari bagaimana pentingnya menyelamatkan industri otomotif nasional.

Sumber: gaikindo.or.id
Sumber: gaikindo.or.id
Menyadari pentingnya hal tersebut, wajar jika Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita meminta Kementerian Keuangan membebaskan pajak pembelian atas mobil baru. 

Hal tersebut diharapkan dapat menjadi terobosan untuk menurunkan harga mobil baru. Komponen pajak dan administrasi menyumbang sekitar 40% dari harga unit mobil. 

Dengan pajak 0%, tentu harga jual bisa turun, dan diharapkan menaikkan minat masyarakat membeli mobil baru. Dengan demikian, sisa waktu tiga bulan ini bisa mendongkrak penjualan mobil di Indonesia, sehingga industri otomotif bisa bertahan. 

"Kami sudah mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk relaksasi pajak mobil baru 0% sampai dengan bulan Desember 2020," kata Agus dalam Rakornas KADIN, Kamis (10/9).

Menteri Perindustrian Agus G Kartasasmita (Dok: beritasatu.com)
Menteri Perindustrian Agus G Kartasasmita (Dok: beritasatu.com)
Kebijakan ini sebetulnya sifatnya temporer alias sementara, hanya sampai akhir Desember 2020. Ini artinya tinggal 3 bulan masa efektifnya. Namun Kementerian Keuangan memandang perlu kehati-hatian sebelum diputuskan. Badan Kebijakan Fiskal ditugasi mengkaji usulan dari Kementerian Perindustrian tersebut. 

"Kami masih kaji dan sepertinya insentif untuk program pemulihan ekonomi sudah banyak. Kami akan melihat lagi apa yang dibutuhkan untuk menstimulus ekonomi lagi dengan tetap kita jaga konsistensi kebijakannya" ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam APBN Kita, Selasa (22/9). 

Apa Kata Pengamat Pajak?
Pengamat Pajak Center for Information Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengungkapkan pemikirannya bahwa PPnBM sebaiknya dicabut karena memang sudah tidak relevan. 

Kendaraan bermotor ini oleh banyak negara tidak lagi dianggap sebagai barang mewah. Mobil menjadi barang yang umum. Menurutnya, pajak atas kendaraan bermotor lebih baik dialihkan ke instrumen fiskal pengendali konsumsi yakni cukai. Layaknya cukai terhadap rokok, karena ada dampak lingkungan dan kesehatan.

“Pengenaan PPnBM atas kendaraan bermotor sudah tidak tepat. Dari segi teori, praktik, maupun best practice. Luxury tax atas kendaraan bermotor cuma ada di indonesia dan Australia, lainnya tidak ada,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (14/9).

Penerapan cukai ketimbang PPnBM lebih tepat sejalan dengan wacana pengenaan cukai atas emisi karbon dari kendaraan bermotor. Mengingat emisi karbon juga menjadi masalah lingkungan ungkap Fajry.

Pajak mobil mewah (Sumber: sindonews.com)
Pajak mobil mewah (Sumber: sindonews.com)
Kebijakan Insentif Pajak Mobil yang Mirip di Negara Lain

Thailand: Mengutip dari Bangkok Post, negara Gajah Putih meluncurkan semacam voucher senilai 100.000 baht atau setara Rp 47 juta untuk insentif bagi masyarakat yang ingin membeli mobil baru. 

Kupon itu bisa digunakan oleh pemilik mobil perorangan menukarkan mobil lama dengan mobil baru sehingga harganya berkurang senilai voucher tersebut. Selain untuk meningkatkan penjualan mobil di Thailand, kebijakan ini berdampak positif terhadap pengurangan emisi karbon di Thailand. Mobil baru yang efisien dengan tingkat emisi lebih rendah menggantikan mobil lama.

Malaysia: Negara tetangga ini menerapkan pembebasan pajak penjualan 100 persen untuk model rakitan lokal (CKD) dan 50 persen untuk jenis impor (CBU), berlaku sejak 15 Juni sampai 31 Desember 2020. 

Kebijakan ini efektif menaikkan penjualan mobil di Malaysia. Pasca penerapan kebijakan ini, penjualan mobil pada Agustus 2020 tercatat meningkat 3 persen secara tahunan. 

Afrika Selatan: Sektor otomotif sangat terdampak akibat adanya pandemi di Afrika Selatan. National Association of Automobile Manufacturers of South Africa (NAAMSA) meminta pemerintah Afrika Selatan untuk memberikan insentif pajak atas pembelian mobil baru. 

NAAMSA mengusulkan agar minimal tarif pajak kendaraan baru  turun 7% saja dari 42% menjadi antara 35-38%. Dengan ini diharapkan jumlah unit mobil terjual dapat terdongkrak.

Penulis berharap bahwa kebijakan ini cepat diputuskan. Tentu banyak konsumen menengah ke atas yang berharap bisa mendapatkan harga murah dengan pembebasan pajak ini. Karenanya sangat mungkin mengurungkan niat membeli karena berharap pada kebijakan tersebut.

Idealnya kebijakan ini sifatnya sementara saja untuk menggairahkan kembali ekonomi pasca pandemi. Perlu diingat juga bahwa semangat Indonesia kan juga beralih pada kendaraan listrik, tertuang dalam Peraturan Presiden No.55 Tahun 2019 terkait percepatan kendaraan listrik untuk transportasi darat. 

Jika kendaraan BBM dibebaskan pajak untuk jangka panjang tentu semakin sulit bagi kendaraan listrik untuk mampu bersaing dari segi harga unit untuk konsumen.

Salam

Referensi: 1, 2, 3, 4 

Baca juga:
[Membedah] Apa Pentingnya Kendaraan Listrik? (Part-1/2)
[Membedah] Apa Pentingnya Kendaraan Listrik? (Part-2/2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun