Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Insentif Pulsa", Bentuk Dukungan Nyata Merdeka Belajar

15 Agustus 2020   06:15 Diperbarui: 15 Agustus 2020   07:03 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (toddlers.me)

Merdeka Belajar merupakan jargon dari Mas Menteri Nadiem. Konsep ini mendorong proses belajar dilaksanakan dengan bahagia. Namun sebelum konsep ini diterapkan datanglah pandemi Covid-19, sehingga semua beralih pada belajar daring dan esensi bahagia sulit didapatkan. 

Kritik dan keluhan terjadi dimana-mana karena memang serba gugup dan tidak ada yang siap. Namun pelan-pelan diperbaiki. Belakangan sudah diterbitkan kurikulum yang bisa digunakan selama masa pandemi ini.

Oke, kurikulum ada, namun masyarakat mulai kewalahan untuk menyediakan pulsa untuk membeli data internet. Bagaimana bahagia belajar dan mengajar jika masih pusing memikirkan pengeluaran yang bertambah.

Adanya rencana pemberian subsidi pulsa ini laksana air penyiram dahaga. Sense of crisis-nya dapat nih. Good move!

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate mengungkapkan bahwa subsidi pulsa bagi para tenaga pengajar dan murid akan mulai diberikan bulan depan, September 2020. 

"Betul (subsidi pulsa untuk dukung pembelajaran jarak jauh) long distance electronic learning, diharapkan penyesuaian DIPA bisa segera selesai dan mulai digulirkan September," ujar Johnny kepada Kompas.com, Kamis (13/8/2020).

# Subsidi pulsa bukan hal baru

Sebetulnya subsidi pulsa bukan hal baru, banyak Dinas Pendidikan, Kampus, atau Sekolah yang sudah menerapkannya. Tergantung kemampuan keuangan masing-masing.

Misalnya, Universitas Muhammadiyah Surabaya sejak April memberikan subsidi pulsa kepada mahasiswanya sebesar Rp.200 ribu per bulan, khusus bagi mahasiswa sarjana.

Dinas Pendidikan Kota Tangerang memberikan bantuan subsidi pulsa kepada 8.146 pelajar negeri maupun swasta di Kota Tangerang yang terdampak Covid-19. Subsidi pulsa sebesar Rp.50 ribu diberikan pada tiap pelajar. Meski tidak besar, namun sangat menolong di kondisi ekonomi sulit saat ini.

Meski bukan hal baru, namun terobosan ini sangat positif. Dengan dijadikan program nasional, tentu sangat baik untuk kesinambungannya. Bisa jadi yang menerapkan duluan, yang mungkin mulai kehabisan dana anggaran, akan bisa meneruskan dengan adanya tambahan anggaran pusat. Adanya bantuan pulsa ini akan meringankan beban ekonomi masyarakat, terutama para pendidik dan orangtua anak didik nya. 

# Survey membuktikan besarnya pengeluaran pulsa

Hasil survei Kemendikbud pada pelaksanaan belajar daring, biaya yang dikeluarkan mahasiswa itu berkisar dari Rp 10.000 hingga Rp 400.000. Angka itu didapat dari data 200.000 mahasiswa lebih di seluruh Indonesia. Angka bervariasi tergantung tersedianya layanan internet. 

Aliansi Mahasiswa Pascasarjana UGM mengungkapkan dari survey terhadap 1969 mahasiswa, rata-rata menggunakan 25 GB per bulan. Mahasiswa merogoh kocek sendiri hingga Rp  200 ribub per bulan. Ini hanya kebutuhan untuk pertemuan kuliah online. Belum untuk belajar mandiri untuk mencari bahan di internet dan mengerjakan tugas-tugas lainya.

Sedangkan Aliansi Mahasiswa Pascasarjana UI, dari hasil survey pada anggotanya, mencatat bahwa rata-rata mereka selama kuliah online menghabiskan pulsa dalam sebulan antara Rp. 200.000 sampai Rp. 600.000.

Mungkin yang pengeluarannya kecil, tinggal di asrama yang internetnya disediakan gratis, atau kost yang internetnya disediakan gratis oleh induk semang. Namun bagi yang harus berlangganan sendiri, tidak heran jika pengeluarannya tinggi. Bagaimana pula jika mahasiswa itu berasal dari ekonomi kurang mampu?

Pengeluaran pulsa untuk membeli data memang menjadi tambahan yang signifikan dan menggerus keuangan. Ibu rumah tangga banyak yang kewalahan.

"Kita semua rata-rata status ekonomi menengah ke bawah. Jadi kalau terus belajar online pasti paket datanya mahal dan pengeluaran makin besar. Kami semua nggak sanggup," kata Tukini (43) seorang ibu rumah tangga di Desa Bangunrejo, Lampung Selatan, kepada Lampost.co, Jumat, 24 Juli 2020.

Seorang pelajar melaksanakan belajar online di desa (Antara/AdangBustomi via Bisnis.com)
Seorang pelajar melaksanakan belajar online di desa (Antara/AdangBustomi via Bisnis.com)

# Berbagi keuntungan ditengah kebuntungan

Saat ini perekonomian Indonesia mengalami perlambatan (kontraksi) pada semester pertama 2020, bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto minus 5,32% (year on year/ yoy), terendah dalam 17 tahun terakhir. Namun ditengah merosotnya ekonomi di banyak sektor usaha, bisnis telekomunikasi dan data malah mencapai masa kejayaannya. Disaat yang lain buntung, bisnis data dan internet malah mengalami masa keemasannya.

Perusahaan telekomunikasi melalui layanan internet dan data mendapatkan revenue puncak bahkan pada masa-masa pandemi ini berlangsung. 

  • PT Telkom membukukan pendapatan konsolidasi Perseroan sebesar Rp 66,9 triliun dengan laba bersih Rp 10,99 triliun. Laba bersih ini meningkat menjadi 16,4 persen dibandingkan semester 1 tahun lalu yang besarnya  16,0 persen.
  • PT Indosat Ooredoo mengalami peningkatan pendapatan 9,4 persen menjadi Rp 13,5 triliun. EBITDA margin tercatat sebesar 40,4 persen meningkat 4,3 persen dibanding tahun lalu.
  • PT XL Axiata Tbk  mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 9% senilai Rp 6,5 triliun pada kuartal I-2020 dibandingkan 1,3% pada periode sama tahun lalu.

Kita turut senang bahwa perusahaan telekomunikasi mengalami pertumbuhan positif. Namun akan lebih senang lagi jika keuntungan mereka ini disisihkan sebagian untuk membantu sektor pendidikan untuk juga bisa bangkit dengan kurikulum daringnya.

Sebagian dari keuntungan tadi boleh lah dibagikan dalam bentuk tambahan kuota atau pulsa untuk para guru dan siswa. Ini sebagai bentuk tenggang rasa. Pun perusahaan telekomunikasi pada kondisi normal sebelum pandemi terjadi sudah untung. Dan sekarang semakin untung dengan melonjaknya kebutuhan layanan data untuk internet. 

Pada layanan jasa hotel biasanya jika Pemerintah yang menggunakan layanan jasanya, ada namanya 'government rate'. Atau saat membeli tiket penerbangan atau tiket kereta api, untuk pelajar diberikan harga yang lebih murah dari harga umum.

Nah model ini pun bisa diterapkan, jika guru atau orangtua didik membeli pulsa, dengan memasukkan kode voucher dari Dinas Pendidikan, maka mendapatkan diskon harga sebagai bantuan tadi. Misalnya untuk paket 25 GB normalnya Rp .100 ribu. Dengan adanya voucher tadi, cukup membayar Rp. 10 ribu.  Atau cukup dengan membeli data 1 GB diberikan 25 GB. Ini akan mengurangi pengeluaran masyarakat.

# Semoga tepat sasaran dan tidak menjadi polemik

Seandainya bantuan ini diberikan ke seluruh masyarakat akan sangat baik. Namun apabila anggaran terbatas. Sasaran penerima bantuan memang harus selektif agar tidak menjadi polemik baru.

Peran pihak sekolah maupun perguruan tinggi sangat vital menentukan sasaran dari pemberian bantuan ini. Kepala Sekolah pasti lebih tahu siapa-siapa anak didiknya yang butuh bantuan pulsa ini. Juga pihak perguruan tinggi lebih mengenal mahasiswa mana yang membutuhkan bantuan.

Semoga pelaksanaan pemberian bantuan pulsa atau kuota ini membuat proses belajar jarak jauh semakin baik, sehingga merdeka belajar pun makin nyata. 

Salam.

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun