Mohon tunggu...
David F Silalahi
David F Silalahi Mohon Tunggu... Ilmuwan - ..seorang pembelajar yang haus ilmu..

..berbagi ide dan gagasan melalui tulisan... yuk nulis yuk.. ..yakinlah minimal ada satu orang yang mendapat manfaat dengan membaca tulisan kita..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Sialnya" Gibran dan Bobby, Politisi Muda Lainnya pada Pilkada 2020, Lalu Apa Kata Mahkamah Konstitusi?

1 Agustus 2020   11:41 Diperbarui: 1 Agustus 2020   15:30 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramono Anung dan Dhito (surya.co.id)


Gibran dan Bobby 'dihajar'habis-habisan

Ternyata menjadi anak Presiden tidak lantas membuat perjalanan Gibran untuk memajukan diri sebagai calon Walikota Solo pada gelaran Pilkada 2020. Banyak rintangan dilalui, tidak serta merta mendapat rekomendasi PDIP Solo. 

Gibran mesti sowan ke DPD Jawa Tengah pun juga kepada DPP di Jakarta, bahkan berbicara empat mata dengan Megawati Soekarnoputeri terkait niatnya maju pada pemilihan Walikota Solo. Itupun rekomendasi tidak lantas diberikan begitu saja. Tim PDIP mesti melakukan kajian penerimaan masyarakat Solo pada Gibran. Sebelum akhirnya restu dari DPP PDI Perjuangan pun diperolehnya. 

Namun tidak berhenti disana, paska rekomendasi diperoleh, ragam opini dan kritik dinasti politik dihembuskan ke Gibran. Entah dari lawan politik atau dari masyarakat pemerhati yang sebetulnya pendukung Jokowi juga, namun menilai langkah Gibran kurang etis maju saat Jokowi masih Presiden.

Demikian juga, Bobby Nasution yang meski statusnya menantu Jokowi, pun tidak lantas mendapat karpet merah. Baru Partai Golkar yang menyatakan rekomendasi pada Bobby. PDIP sendiri belum menyatakan secara gamblang akan mendorong namanya. Bobby masih terus melalukan komunikasi untuk mendapatkan dukungan partai lainnya.  

Gibran dan Bobby seakan-akan mengalami 'sial', dihajar habis-habisan oleh media dan kritik dari lawan politiknya. Mungkin ini dikarenakan partai politik lainnya merasa kesulitan mencari calon untuk mengimbangi. 

Padahal, ada juga tokoh muda lainnya, pun berasal dari keluarga politisi, maju di Pilkada Serentak 2020 nanti. Namun mereka tidak mengalami 'sial' yang dialami anak dan mantu Jokowi.  Meski demikian, terkadang dengan semakin dibicarakan diruang publik. Malah semakin menambah popularitas dan peluang terpilih semakin besar.

Tokoh muda lainnya, calon kepala daerah dari keluarga politisi

Berikut para calon kepala daerah yang relatif muda, yang berasal dari keluarga politisi nasional. Mereka maju merepresentasikan kaum muda, menarik untuk dinanti kiprahnya.

  • Siti Nur Azizah

Sang Putri Wapres Maruf Amin ini telah mantap untuk maju dalam Pilkada Walikota Tangsel. Azizah pun mengklaim sudah menyiapkan nama calon wakil walikota yang mendampinginya nanti. Dia sudah mendaftar ke sejumlah partai untuk menggalang dukungan maju di Pilkada serentak 2020.

Putri Wakil Presiden RI Maruf Amin, Siti Nur Azizah (Kompas/Muhamad Isa Bustomi)
Putri Wakil Presiden RI Maruf Amin, Siti Nur Azizah (Kompas/Muhamad Isa Bustomi)
  • Rahayu Saraswati Hashim Dojohadikusumo

Rahayu Saraswati, yang sempat menjadi aktris dan presenter sebelum beralih menjadi politisi Gerindra, juga berencana maju, bersaing dengan Siti Nur Aziza pada kontestasi Pilkada 2020 di Tangerang Selatan. Dewan Pimpinan Cabang Gerindra Tangerang Selatan sudah resmi mengajukan nama Rahayu, alumnus University Of Virginia US ini. Rahayu adalah putri pengusaha Hashim Djojohadikusumo, juga keponakan dari Prabowo Subianto, pendiri Partai Gerindra, Menteri Pertahanan saat ini. 

Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (tribunnews.com)
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (tribunnews.com)
  • Hanindhito Himawan Pramono

Pada Pilkada Kediri, muncul nama baru, Hanindhito H Pramono, atau akrab dipanggil Dhito, putra dari Sekretaris Kabinet Pramono Anung, menjadi bakal calon Bupati pada Pilkada Kediri. Dhito yang diusung PDIP akan dipasangkan dengan Dewi Mariya Ulfa dari Partai Kebangkitan Bangsa. 

Pramono Anung dan Dhito (surya.co.id)
Pramono Anung dan Dhito (surya.co.id)
  • Yuri Kemal Fadhlulah Mahendra

DPC PDI Perjuangan Belitung Timur resmi mengusung putra Yusril Ihza Mahendra, Yuri Kemal Fadlullah sebagai calon bupati di Pilkada 2020 Belitung Timur. Dukungan dari partai lain juga telah diperoleh, yaitu Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Perindo, dan Partai Nasdem. Yuri, yang mengikuti jejak ayahnya juga berprofesi pengacara, akan menggandeng Nurdiansyah yang berlatarbelakang Pegawai Negeri Sipil setempat sebagai calon wakil bupati.

Putra dari politisi sekaligus ketua Partai Bulan Bintang itu mengklaim sudah mendapat restu dari Jokowi.

Baliho Yuri Kemal di Belitung Timur (Kompas.com)
Baliho Yuri Kemal di Belitung Timur (Kompas.com)

Apa pendapat Mahkamah Konstitusi?

Apakah majunya keluarga petahana sesuatu yang melanggar hukum? Ternyata sudah pernah dicoba dilarang melalui  terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Namun Mahkamah Konstitusi pada Juli 2015, mengeluarkan keputusan sidang yang mengabulkan gugatan uji materi dan menghapus pasal pembatasan larangan keluarga petahana atau politik dinasti yang diatur pada Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. 

MK menilai adanya pasal 7 huruf r tersebut bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 UUD 1945. Tidak boleh melarang atau membatasi hak warga negara terkait hak pilih dan memilih, entah dia keluarga petahana atau bukan. Oleh karenanya pasal tersebut dibatalkan oleh MK, dan keputusan ini sifatnya mengikat. 

Putusan MK ini pun menuai kritik. Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menilai putusan MK tidak mendorong adanya kompetisi pencalonan Kepala Daerah yang jujur, adil dan demokratis. Menurutnya, putusan MK seakan mendukung kepentingan individu kerabat petahana, bukannya menghentikan jalur-jalur politik dari kerabat petahana. 

Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kemendagri, Djohermansyah Johan juga kecewa pada putusan MK ini. Johan merasa evaluasi yang menunjukkan trend politik dinasti yang makin berkembang selama 10 tahun menjadi sia-sia belaka.

Jangan terlalu benci nanti malah jadi cinta

Bagaimanapun sehebat-hebatnya manusia berencana dan berniat, tetap Tuhan yang menentukan.  Sang calon Kepala Daerah bisa terpilih, bisa juga tidak. 

Pengalaman panjang di perpolitikan juga bukan jaminan sang calon akan bekerja baik. Malah bisa jadi dia punya beban masa lalu, sehingga tersandera oleh kepentingan lain. Malah tidak jarang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Katakanlah Gibran dan Bobby, pendatang baru dalam politik, lalu  dipilih rakyat sebagai pemimpin baru. Lantas siapa tahu mereka bisa menunjukkan kinerja yang baik. Kan harus diapresiasi juga nanti.

Terlalu membenci dan menghakimi juga tidak baik loh. Bisa-bisa nanti jatuh cinta. Tidak ada musuh atau sekutu abadi juga dalam perpolitikan. Misalnya, siapa pendukung Prabowo yang menduga beliau mau bergabung dengan Jokowi. Politik di tanah air sebetulnya cair dan terus mencari keseimbangan.

Tautan referensi: 1, 2, 3, 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun