Di lain tempat, banyak terjadi kekerasan seksual pada anak. Predator seksual anak masih berkeliaran, bahkan di lingkaran terdekat. Misalnya suatu waktu ada berita, seorang paman tega memperkosa ponakannya, seorang kakek memperkosa cucunya, dan seterusnya. Atau pelakunya orang yang sehari-hari mengurusi rumah ibadah misalnya. Ada anak kecil yang dinikahi oleh kakek-kakek. Ini betul membuat kita miris dan marah.
Baru-baru ini, ada ratusan anak terancam tidak bersekolah karena berlakuknya kebijakan zonasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyerahkan data ratusan calon siswa yang belum memperoleh sekolah ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Pertimbangan utama tetap kedekatan dengan rumah calon siswa.Â
Suatu waktu ada anak yang pulang sekolah dengan wajah murung. Ternyata dia di bully, diejek oleh teman-temannya. Ini juga bentuk kekerasan lainnya.
Perlunya pengawasan dan penegakan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah diatur dengan jelas tentang perlindungan anak sampai kepada aturan sanksi pidana bagi yang melanggar hak anak.Â
Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak adalah orang tua, keluarga, pemerintah dan negara. Termasuk ragam peraturan turunannya, sudah lengkap aturannya. Tinggal pengawasan dan penegakan hukumnya yang diperkuat.
Lembaga perlindungan anak di Indonesia ada banyak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia dari pemerintah, LPAI pimpinan Seto Mulyadi, dan Komnas PA versi Arist Merdeka Sirait. Juga ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).Â
Namun, jika tidak ada usaha melindungi hak anak, maka tinggal menunggu waktu saja. Bom waktu dan siklus kekerasan anak akan terus terulang. Sebab banyak sekali pelakunya itu mengalami kekerasan juga di masa kecilnya. Untuk itu perlulah kita memutus mata rantai kekerasan pada anak ini.
Tentu kita berharap agar lembaga-lembaga ini, utamanya Kementerian PPPA bisa berbuat lebih banyak  demi melindungi anak, yang tak lain tak bukan adalah penerus bangsa. Baik berupa pengawasan, atau penyuluhan-penyuluhan, terutama bagi pasangan yang baru menikah. Mengedukasi masyarakat bagaimana cara dan pentingnya melindungi hak anak.
Pentingnya peran sekolah
Sebagian besar anak usia sekolah akan menghabiskan waktu di Sekolah. SD saja 6 tahun lamanya, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA. Belum lagi kegiatan ekstrakutikuler.Â
Sekolah atau sarana pendidikan menjadi rumah kedua si anak, selain rumah tempat tinggalnya. Ini menunjukkan betapa pentingnya Sekolah berperan sebagai rumah yang aman bagi anak siswanya.Â