Kemarahan RI-1 dalam Sidang Kabinet 18 Juni.
Belakangan ini media begitu ramai memberitakan suasana tak biasa dalam Sidang Kabinet tanggal 18 Juni 2020 lalu. Presiden seakan murka pada para 'pembantunya'. Jokowi dengan nada tinggi menegur para menteri yang masih bersikap biasa saja di masa krisis seperti sekarang, baik itu akibat pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian.Â
"Saya lihat, masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis!" ujar Jokowi dengan nada tinggi.
Entah mengapa. Baru kali ini saya kok senang ya Pak Jokowi itu memarahi para Menteri Kabinet. Saya tonton berulang-ulang. Raut wajah yang marah namun tetap mengontrol diri. Malah sebetulnya beliau tampak ingin 'menangis'.
Salut memang lihat kemarahan yang masih beliau balut dengan ketenangan saat menyampaikannya. Mungkin kalau Pak Prabowo yang Presiden, podium sudah digebrak, saking jengkelnya. Hehe.Â
Rasanya perasaan rakyat sangat terwakili dalam amarah beliau ini. Era 'new normal' memang mustinya dibarengi cara kerja yang 'new normal' juga, jangan biasa-biasa saja lakukan sesuatu yang 'ekstraordinary'. Harus sama-sama prihatin, jangan anggap biasa saja.
Setuju Pak Presiden. Perlu bergegas melakukan terobosan-terobosan untuk pemulihan ekonomi. Bagaimanalah beliau tidak marah dengan situasi begitu. Kita pun misalnya sebagai orangtua.Â
Ketika anak merengek minta uang sekolah. Lalu kita sudah kasih duitnya. Ternyata ada surat teguran dari sekolah, karena menunggak pembayaran uang sekolah. Si anak ternyata belum membayarkan, apakah orangtua tidak kesal? Maunya apa sih? Malah dijewer saja sekalian.
Mengulas apa yang diinginkan Presiden
Nampaknya kemarahan Presiden ini lebih kepada 'terbelenggunya' langkah-langkah luar biasa karena peraturan yang ada. Untuk itu berkali-kali beliau mengatakan jika perlu Perpu maka beliau setuju saja.Â
"Kalau mau minta Perppu lagi, saya buatkan Perppu, kalau yang sudah ada belum cukup," kata Jokowi. "Asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya," ujar Kepala Negara.Â
Presiden sebetulnya paham betul bahwa regulasi yang seringkali jadi hambatan eksekusi kebijakan Pemerintah. Misalnya tahun 2016, melalui Kementerian Dalam Negeri, 3.143 peraturan daerah yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi, hambat investasi, dan kemudahan berusaha, dibatalkan.Â
Bahkan ketika pelantikan masa jabatan kedua, Presiden Jokowi menyampaikan dalam pidatonya bahwa segera mengusulkan RUU Omnibus Law, dalam kaitannya dengan regulasi perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM. Beliau paham betul bahwa tumpang tindih aturan dalam UU harus diperbaiki, demi mempercepat pergerakan ekonomi Indonesia.Â
Belum lagi debirokratisasi yang dicanangkan melalui simplifikasi administrasi pemerintahan dengan menghapus jabatan eselon 3 dan eselon 4. Sebetulnya beliau tahu betul regulasi yang membelenggu dan birokrasi yang menjadi penyakit kronis selama ini.
Meskipun beliau menyoroti rendahnya serapan anggaran, dan bahkan mengancam reshuffle. Bukan itu maunya beliau. Lagian Pak Jokowi tidak pernah terburu-buru melakukan resuffle. Â
Tampak bahwa bukan sekedar anggaran rendah tadi yang membuat kemarahan sang Presiden.Â
Beliau juga tahu bahwa masa pandemi Covid-19 ini tidak mudah menangani perlambatan ekonomi. Mungkin beliau pun tidak bisa tidur memikirkan. Lalu beliau merasa kok Bapak Ibu Menteri ini biasa saja ya, tidak ada gebrakan. Â Jengkel lah beliau.Â
Namun jika kita nalar, beliau mengharapkan regulasi apa yang menghambat langkah ekstraordinary, ya ubah, bahkan hapus. Beliau menunggu dari para menteri, mana terobosan mu, apa usulan mu, sini saya tandatangan Perppu nya jika memang perlu!Â
Beliau juga tidak ingin Menterinya serampangan bekerja, lalu masuk penjara, karena dianggap lalai mengelola dana APBN. Misalnya memberikan bantuan dana kepada UMKM dalam bentuk cash. Atau memberi uang cash kepada penganggur yang belum mendapat kerja.Â
Bisa jadi ada aturan yang menghambat ini. Badan Pemeriksa Keuangan sudah menyiapkan peluitnya jika bekerja diluar aturan yang ada. Bahkan KPK siap menangkapi yang terindikasi korupsi.Â
Untuk itu Presiden berkali-kali menegaskan jika perlu payung hukum yang tidak biasa, bahkan jika butuh setingkat dengan Undang-Undang, yaitu Perppu, beliau secara tegas akan pasang badan. Rasanya beliau setuju video itu diupload, karena setelah marah pun, setelah 10 hari kok belum ada yang tampaknya menerjemahkan pesan dalam amarah tanggal 18 Juni tersebut. Sekalian mengingatkan, bisa saja reshuffle.
..apabila suasana (krisis) ini Bapak/Ibu tidak merasakan itu..artinya tindakan-tindakan yang extraordinary keras akan saya lakukan... ujar Presiden dalam menjelang akhir pidatonya.
Terimakasih Pak Jokowi, semoga dimaknai positif oleh para Menteri. Apalagi para Menteri kan juga punya pasukan, pejabat eselon 1 dibelakangnya tinggal diberi arahan, diminta menerjemahkan langkah-langkah yang dimau oleh Presiden. Mari tetap dukung semua menjadi lebih baik.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H